Namun, dalam konteks ini masalah utama dengan deterrence adalah bahwa strategi ini seringkali menyebabkan dilema keamanan atau security dilemma. Dilema keamanan terjadi ketika tindakan suatu pihak memperkuat kemanannya atau mengambil tindakan pencegahan seperti serangan preventif atau memperkuat militernya ditafsirkan oleh pihak lain sebagai ancaman, sehingga pihak lain juga merasa untuk perlu meningkatkan kekuatan kapasitas militernya. Sehingga akan menciptakan siklus eskalasi yang pada akhirnya bisa memicu perang dengan skala penuh.
Dampak Global dan Peran-Peran Kekuatan Besar
Konflik dari Hizbullah-Israel ini tidak hanya berdampak dalam lingkup regional saja, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas bagi keamanan internasional. Amerika Serikat sebagai sekutu utama Israel, tentunya memiliki kepentingan dalam mendukung Israel dan menekan Iran serta Hizbullah. Di sisi lain, Rusia yang memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan Suriah dan Iran secara tidak langsung terlibat dalam memberikan dukungan-dukungan kepada pihak yang bersahabat.
Keterlibatan kekuatan-kekuatan besar ini secara tidak langsung mencerminkan dinamika yang mirip dengan Cold War, di mana negara-negara besar menggunakan boneka-boneka skala regional dan non-negara sebagai proksi untuk mencapai tujuan geopolitik mereka. Meskipun Cold War sudah berakhir, proxy war seperti ini masih terus berlanjut di berbagai bagian dunia, termasuk Timur Tengah yang dalam pembahasan kita kali ini.
Solusi Melalui Pendekatan Politik, Ekonomi dan Diplomatik
Konflik Israel dan Hizbullah merupakan contoh kompleks yang meningkat dalam hubungan internasional, di mana aktor-aktor non-negara berperan penting dalam mengganggu kestabilan regional dan global. Konflik ini juga mengambarkan tantangan bagi teori-teori klasik dalam hubunngan internasional, seperti perjanjian westphalia dan Balance of Power, yang nyatanya tidak selalu bisa menjelaskan dinamika konflik yang melibatkan aktor negara maupun non-negara.
Solusi untuk konflik ini memerlukan pendekatan secara multilateral yang melibatkan tidak hanya pemeran utama yaitu Israel dan Hizbullah, tetapi juga aktor-aktor regional seperti Iran dan Suriah, serta pemeran global seperti Amerika Serikat, Inggris dan Rusia. Dialog politik perlu untuk ditingkatkan untuk mengurangi ketegangan, sementara mekanisme Deterrence perlu dikembangkan untuk mencegah eskalasi yang berlanjut. Di sisi lain, komunitas dan organisasi internasional perlu menegaskan peran Lebanon sebaagai negara agar mencegah Hizbullah bertindak seperti negara dalam negara.
Intinya penyelesain konflik Hizbullah dan Israel harus menggunakan pendekatan inovatif dan tentunya berkelanjutan, tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, tetapi juga pendekatan secara politik, ekonomi, dan diplomatik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H