Masa kanak-kanak adalah fase penting dalam pembentukan fondasi emosional dan sosial seseorang. Anak-anak yang mengalami trauma cenderung memiliki keterbatasan dalam memahami konsep cinta, kepercayaan, serta penerimaan. Dalam teori keterikatan (attachment theory) yang dikembangkan oleh John Bowlby, disebutkan bahwa pola keterikatan yang tidak aman, seperti avoidant attachment atau anxious attachment, sering terbentuk akibat hubungan yang tidak konsisten dengan figur pengasuh selama masa kanak-kanak.
Sebagai contoh, anak yang mengalami pengabaian emosional dapat tumbuh menjadi individu yang menghindari kedekatan emosional dengan orang lain (avoidant). Di sisi lain, anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan atau ancaman mungkin cenderung menunjukkan pola hubungan yang cemas dan bergantung secara berlebihan (anxious).
2. Dampak Trauma pada Hubungan Dewasa
Trauma masa kecil memengaruhi berbagai aspek hubungan interpersonal dewasa, antara lain:
Kesulitan Membentuk Kepercayaan
Pengalaman ditinggalkan atau dikhianati di masa kecil dapat menyebabkan seseorang sulit mempercayai pasangan atau teman dekat. Mereka mungkin merasa curiga bahwa orang lain memiliki niat buruk atau akan mengecewakan mereka.
Ketergantungan Emosional yang Berlebihan
Beberapa individu yang mengalami trauma cenderung menjadi sangat bergantung pada pasangan atau teman dalam mencari validasi dan rasa aman. Hal ini dapat memicu dinamika hubungan yang tidak sehat.
Perilaku Menghindar
Sebaliknya, beberapa individu menghindari hubungan emosional yang dalam sebagai mekanisme pertahanan diri. Mereka mungkin memilih untuk menjaga jarak dari orang lain agar terhindar dari potensi rasa sakit emosional.
Konflik yang Intens dalam Hubungan
Individu dengan trauma masa kecil cenderung memiliki respons emosional yang lebih intens, seperti mudah marah atau bereaksi secara berlebihan dalam situasi konflik.