Hari yang semula dan berjalan seperti biasanya.
Rutinitas yang menguras, kucoba untuk tidak menjadi biasa.
Dahaga membuatku dehidrasi akan segala aktifitas
Aku terhenti dalam sebuah koridor kecil, khawatir akan hari esok yang akan terus bergulir.
Suasana kota yang begitu ramai, pria-pria berdasi yang berjalan disebelahku, tak terkecuali dengan para marketing yang bergerilya mencari mangsa bagai singa yang sedang kelaparan, tak membuatku terusik bersama bayanganmu.
"Mengapa aku cemas?
Bukankah hidup adalah rangkaian cobaan dan percobaan yang harus terus kita geluti? bukankah dengan cobaan kita mencoba?
Mencoba menikmati kehidupan yang seharusnya tak bersenyawa dalam kegelisahan"
Ya...
Tak seharusnya aku bertuan pada lika-liku kecemasan ini.
Biarkan semuanya mengalir, mengalir bak air yang membasahi dahagaku.
Aku menapakkan kaki, melihat pasir yang beterbangan mengikuti irama langkahku.
Seperti yang sebelumnya aku akui,
Sekejap bersamamu menjadi tujuan peraduanku
Sekali mengenalimu menjadi tujuan hidupku
"Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali mengingat kamu" (Flp 1:3), “dan aku pun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku” (Efesus 1:16)
Aku tak mau untuk terus bersembunyi
Menyamarkan rindu dan harapan.
"Mungkin aku tak mengerti tentang parameter jarak dan waktu.
Yang aku tahu, mereka tak pernah membatasi rindu."
Terima-kasih untuk mengirimkan malaikat kecil-Mu ke bumi
memberikan arti baru dalam hidupku
menjadi hadiah natal terindah sampai akhir nafasku #14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H