Namun dalam Rancangan Kitab Umum Hukum Pidana (RKUHP) yang baru, pemerintah masih mempertahankan eksistensi pasal mengenai gelandangan. Hal ini jelas menyalahi kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan seperti yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang secara eksplisit menyatakan bahwa pembentukan perundang-undangan yang secara hirarki berada di bawah Undang-Undang Dasar, tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang Dasar.
Selain itu pasal 432 tentang pergelandangan pada draft RKUHP juga multiintrepetasi. Pasal ini membuka celah penangkapan terhadap, pengamen, tunawisma, dan kaum disabilitas psikososial yang terlantar.
Hal ini akan menimbulkan kekacauan penegakan hukum khususnya mengenai pergelandangan kedepannya. Seharusnya yang tepat untuk dikriminalisasi adalah mereka yang mengorganisir pergelandangan, bukan individu yang yang menjadi gelandangan. Perlu dicatat bahwa gelandangan sendiri merupakan bentuk kegagalan negara dalam pemenuhan kesejahteraan warga negaranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H