1. Sumber tulisan ini dari sinopsis tebe-tebe dari Desa-desa se-Kecamatan Malaka Timur, Kabupaten Malaka yang mengikuti Lomba Tebe Bot saat memeriahkan hari Ulang Tahun ke 78 Negara Kesatuan Republik Indonesia, 17 Agustus 2023 di Kecamatan Malaka Timur
2. Kalau ada yang keliru, mohon dikonfirmasi untuk diluruskan.
3. Kalau ada informasi tambahan, mohon konfirmasi untuk penyempurnaan
Tebe bot adalah salah satu tarian tradisional Masyarakat Malaka dan bisa dilakukan oleh semua elemen masyarakat. Tebe dilakukan dalam berbagai kegiatan atau upacara, misalnya upacara adat, agama, pemerintah atau pentas-pentas seni. Biasanya tebe dilakukan pada saat kegiatan-kegiatan suka cita. Caranya adalah para penari bergandengan tangan atau berpelukan sambil membentuk lingkaran. Kemudian mereka mulai menari dengan gerakan kaki membentuk variasi-variasi tertentu sambil menyanyikan syair-syair atau pantun-pantun secara bersahut-sahutan antara laki-laki dan perempuan.
Sejarah Tebe Bot berasal dari  Rusa (bibi). Bahwasannya mata pencaharian nenek moyang dahulu kala selain bertani dan berkebun adalah  berburu. Salah satu hewan atau binatang buruan adalah rusa. Tempat yang menjadi tempat berkumpulnya hewan-hewan buruan adalah sumber-sumber mata  air baik di sungai maupun di dalam hutan.
Dikisahkan bahwa pada suatu hari ada seorang masyarakat pergi berburu. Ia keluar masuk hutan, semak belukar dilaluinya. Ia mencari sumber mata air tempat binatang liar minum air. Banyak hutan didatangi dan dilaluinya, mengingat pada musim kemarau, banyak sumber air yang kering.
Ia tiba di sebuah hutan yang bernama hutan "Rai Weli". Di hutan itu ia menemukan sebuah kolam. Kolam itu kelihatan berantakan karena diduga menjadi tempat berbagai binatang minum di situ. Di sekitar kolam, dikelilingi serumpun bambu hutan. Dari batang bambu  hutan itu, ia mulai membuat bale-bale.
Suatu sore ia kembali ke kolam di hutan Rai Weli dan duduk di atas bale-bale. Ia juga membawa senjata tumbuk untuk menembak binatang buruan. Sesaat kemudian turunlah hujan. Semakin lama hujan semakin lebat. Setelah menunggu, ia melihat beberapa ekor rusa berdatangan dari empat penjuru; selatan , barat, timur, utara. Melihat rusa-rusa itu, ia hanya menonton dan mengamat-amati dari atas bale-bale. Ia tidak menembak rusa-rusa itu. Semakin lama, ia melihat rusa-rusa itu menunjukkan keanehan. Rusa-rusa jantan melompat ke sana ke mari sambil menanduk pohon-pohon di sekitar kolam itu sambil bernyanyi:"Rusan Asu Rusan, Rai Dodok Onan. Sedangkan rusa-rusa betina menjawab "Kon Ama Kon, Kon Ina Kon". Rusa-rusa mengulangi syair-syair itu dengan membuat lingkaran mengelilingi kolam itu. Menjelang malam, rusa-rusa itu pun pulang ke arah dari mana mereka datang.
Menyaksikan hal itu, beliau hanya duduk diam dan termenung. Menjelang matahari terbenam, beliau turun dari bale-bale dan pulang ke rumah. Beliau mulai menceritakan keanehan yang dibuat rusa-rusa di kolam Hutan Rai Weli ke masyarakat di kampungnya.
Cerita tentang rusa-rusa itu kemudian sampai ke telinga raja. Raja memerintahkan para prajuritnya untuk memanggil orang itu untuk mendengar ceritanya secara langsung. Ia kemudian menceritakan apa yang ia lihat sendiri. Setelah itu, raja memerintahkan  para fukun baik laki-laki maupun perempuan, untuk berlatih tebe sesuai gerak-gerik rusa-rusa.Â
Setelah mahir, raja mengumpulkan semua orang dan pergi ke hutan Rai Welli. Mereka juga membawa babi, jagung titi. Setibanya di sekitaran kolam itu, mereka membuat mesbah (Fatuk Hada). Lalu babi yang dibawa disembelih di atas mesbah. Mereka kemudian membuat lingkaran mengelilingi mesbah itu lalu mulai meniru gerakan rusa-rusa sambil menyanyikan syair atau pantun. Mulai saat itu Raja  menamakan gerakan itu Tebe Bot (tebe Lese)