Mohon tunggu...
Jeff NdunJr
Jeff NdunJr Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Sampah Inzphyrasi

Menulis itu ilahi. Melaluinya setiap orang menjadi abadi dalam waktu dan ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Catatan Reflektif tentang Menjadi Guru di Era Merdeka Mengajar-Belajar

8 Maret 2022   11:24 Diperbarui: 8 Maret 2022   11:51 2852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Saya adalah seorang guru. Goresan ini lahir dari refleksi pribadi terhadap fenomena responsif beberapa orang terkait situasi pendidikan di Rai Belu, pasca penetapan beberapa orang sebagai kepala sekolah tingkat SD dan SMP oleh pemerintah daerah. 

Jika ada guru yang secara sengaja ataupun tidak sengaja tereduksi dalam situasi penciptaan isu dan opini ini, maka sebagai rekan saya punya kewajiban dan tanggung jawab moril untuk memberi pencerahan yang bersifat animatif dan motivatif bahkan rekonsiliatif . 

Saya tergelitik dan tertarik untuk membahas hal itu, oleh karena saya merasa perlu  untuk meletakkan kembali pemahaman bersama tentang tugas dan keterpanggilan seseorang sebagai guru.  

Sebutan guru itu merujuk pada seseorang yang menjadi pendidik secara profesional yang mana padanya melekat tugas utama untuk mengguguh, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik. Namun pada konteks sekarang (abad 21) menghadapi peserta didik dari generasi digital native, guru dituntut untuk memiliki aspek plus. 

Salah satunya  adalah menjadi guru yang mampu menginspirasi, tidak hanya lewat profesionalismenya tetapi juga lewat kreatifitas dalam kaca mata membaca tanda-tanda zaman.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi baru saja meluncurkan kurikulum merdeka belajar berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai lanjutan dan perbaikan dari Kurikulum 2013. 

Program  ini perlu disadari sebagai episode penting dalam sistem pendidikan nasional oleh karena guru sebagai eksekutor lapangan harus hadir secara profesional dalam mempersiapkan masa depan bangsa. Artinya guru sebagai salah subjek penting dalam bidang pendidikan perlu merespon secara cepat dan tepat instruksi ini tanpa menunggu perintah, agar guru tidak ketinggalan gerbong. 

Perlu disadari pula bahwa program dari mas menteri ini bukanlah hal baru sebab pada hakikatnya pembelajaran pada abad 21 adalah pembelajaran yang harusnya menyenangkan dan juga harusnya mudah dipahami. 

Berbeda dengan konsep lama, pada pembelajaran abad- 21 ini guru yang berada pada posisi subjek tidak boleh menempatkan peserta didik sebagai objek, melainkan peserta didik juga ditempatkan pada posisi subjek; sehingga guru dan peserta didik menjadi partner mengajar- belajar. 

Berdasar pada pola ini, maka hal paling mendasar yang perlu dilakukan oleh guru sebagai inisiator adalah menyadari diri terlebih dahulu sebagai manusia merdeka- tidak terbelenggu oleh kepentingan apapun dan siapapun. Supaya aura merdeka itu bisa ditularkan kepada peserta didik sebagai partner mengajar- belajarnya. 

Karena kerja sama dan sama-sama kerja itu (mengajar- belajar) tidak akan berjalan efektif apabila salah satu pihak berada pada posisi tertekan dan terbelenggu, superior-inferior. Bagaimana guru bisa menginspirasi  para peserta didiknya apabila dirinya saja masih terbelenggu? Harusnya topik inilah yang menjadi isu hangat yang berkembang dan diperbincangkan di kalangan pendidik dan pemerhati pendidikan atau para stakeholder.

Hemat saya, guru yang sudah selesai dengan dirinya memiliki peluang lebih baik (efektif)  dalam melaksanakan program merdeka mengajar- belajar bersama peserta didik. Guru yang sudah merdeka secara batin akan mudah menjadi sosok inspirator bagi  peserta didik sebagai rekan mengajar- belajarnya. 

Pada akhirnya ketika mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah maka harusnya itu menjadi akibat dari perjalanan proses panjang setelah menjadi guru efektif dan inspirator pada masanya, sehingga guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah itu melekat pula kemampuan sebagai inspirator bagi rekan guru lainnya. Kolaborasi yang baik antar sesama inspirator di tempat kerja (Sekolah) akan sangat bagus impactnya pada lingkungan belajar dan Output.

Secara prinsipil harusnya setiap guru mempunyai kesadaran pribadi tentang kelayakan mengemban tugas itu. 

Bagi saya kumpulan kriteria dibuat oleh pihak lain untuk mengukur dan mengetahui kwalitas dan kompetensi kita, tapi kesadaran akan diri tentang layak dan tidaknya  menjalankan sebuah tugas adalah alat ukur paling bersih dan mulia yang harus dipakai. Atau jika disederhanakan tanyakan pada diri apakah saya sudah menjadi guru yang efektif sesuai kebutuhan pembelajaran abad 21 sehingga saya layak mendapat tugas tambahan? 

Kredit pointnya adalah  menjadi guru di era ini harus sportif supaya semangat sportifitas itu dapat ditularkan kepada anak- anak didik yang kemudian hari akan menjadi masyarakat masa depan (Kata Ki Hajar Dewantara) .

Tulisan ini demi menegaskan bahwa Guru itu seseorang bukan sesuatu; Seseorang itu wajib dihargai karena kemanusiaanya sedangkan sesuatu itu hargai apabila memiliki nilai manfaat. Jangan mau apabila profesi guru dijadikan sebagai sesuatu.

Raidikur, 08 Maret 2022

Penulis: Okto Nyongki Amsikan, S. PD., Gr.

Editor: Jeff Ndun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun