Mohon tunggu...
Jefri Maradi
Jefri Maradi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Teologi

Menulis dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sorga dan Neraka: Masih Relevankah Diperdebatkan di Tengah Bumi yang Sedang Menderita?

11 Juni 2024   10:53 Diperbarui: 12 Juni 2024   00:13 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surga dan neraka kerap menjadi perdebatan hangat di kalangan rohaniawan entah dari agama apapun. 

Tidak heran, masing-masing kelompok saling klaim kepemilikan surga dan mereka yang berbeda harus menjadi penghuni neraka. 

Ajaran ini terlalu menekankan isu eskatologis (akhir zaman) yang tidak ramah terhadap ibu pertiwi.

Perdebatan ini bahkan sering menimbulkan perpecahan dan merendahkan yang lain. Ajaran-ajaran tentang surga yang penuh spekulasi telah melupakan bagaimana cara hidup di bumi. 

Sebagai contoh, karena sering bicara tentang sorga, pada akhirnya melupakan isu-isu krusial yang perlu mendapatkan perhatian.

Pertanyaan yang mendasar dalam amatan saya, apakah beragama hanya melulu tentang sorga? Dalam konteks menggereja, apakah mereka yang masuk dalam kategori mendapatkan layanan pastoral hanya umat (manusia)? p

Pertanyaan ini tentu menjadi suatu pertanyaan reflektif yang membawa kita memandang masa depan.

Bumi yang menjadi rumah bersama luput dalam layanan pastoral karena orientasi ajaran berpusat pada pengejaran akan sorga. 

Tidak banyak gereja yang menyuarakan kepedulian terhadap krisis ekologis dan selalu berbicara tentang sorga dan ajaran-ajaran motivasi yang berpusat pada manusia (ajaran yang bersifat antroposentris).

Dalam sebuah postingan saya pada media sosial Facebook dan Instagram, saya menjelaskan 

Gereja perlu mewartakan berita eskatologi secara holistik sebagai bagian dari tanggung jawab ekologis agar bumi ini dapat dipulihkan. 

Eskatologi yang menekankan kehadiran Roh Kudus yang dicurahkan ke atas gereja perlu dimaknai ulang sebagai Roh eskatologis yang membaharui semua ciptaan termasuk manusia.

Jadi, fokus gereja bukan hanya semata melakukan tindakan penyelamatan manusia, melainkan penyelamatan seluruh ciptaan. 

Allah sendiri mengatakan bahwa semua ciptaan adalah baik, maka gereja juga harus berpartisipasi secara aktif bukan hanya menyelamatkan jiwa tapi semua ciptaan! Gereja yang menekankan pemberdayaan Roh Kudus dalam misi, perlu memikirkan ulang dan merekonstruksi konsep Eskatologi yang selama ini dianut! Save the world, not just the souls!"

Belakangan ini muncul aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang kebijakan pengelolaan tambang. 

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, telah memberikan peluang bagi ormas untuk mengelola tambang dan ormas keagamaan termasuk mendapat kesempatan untuk mengelola tambang. Pasal 83A ayat 1 dengan tegasn menayatakan 

"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK (wilayah izin usaha pertambangan khusus) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan."

Aturan di atas terkesan menunjukkan bahwa agama bukan hanya berurusan dengan isu-isu rohaniah seperti sorga dan neraka, namun juga urusan jasmaniah. 

Aturan ini menitik beratkan pada usaha menyejahterakan umat namun di sisi yang lain merusak bumi.

Partisipasi ormas keagamaan dalam menyuarakan kesejahteraan tidak harus menjadi pengelola tambang. 

Dalam iman Kristiani, gereja menjadi "nabi" Allah yang menyuarakan teguran atas ketidakadilan kelompok yang kuat terhadap yang lemah, termasuk bumi.

Dalam tulisan ini, saya mencoba memberikan argumentasi saya terkait menghadirkan sorga di bumi dengan menjadikan ungkapan doa Bapa kami yang berbunyi "datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu" (Mat. 6:10) sebagai laku spiritualitas keseharian yang peduli terhadap lingkungan.

  • Bumi, air, hutan dan ciptaan lainnya menjadi bagian dari gereja yang patut mendapatkan layanan pastoral.

Gereja tidak dipanggil untuk membawa orang ke sorga, namun gereja terpanggil untuk menghadirkan sorga di bumi. 

Berkaitan dengan peraturan pemerintah di atas, maka gereja harus berdiri bersama dengan mereka yang menjadi korban dan melawan keserakahan pelaku usaha tambang yang telah mengeksploitasi sumber daya alam.

Tindakan mengeksploitasi alam tentu telah melanggar hakikat kemanusiaan karena manusia sejatinya terpanggil untuk mengelola atau menata alam bukan merusaknya. 

Karena itu, gereja perlu menyuarakan kehadiran sorga di bumi bukan sorga yang dinantikan kelak.

Sorga yang dinantikan kelak adalah urusan Allah sang pemilik kehidupan. Gereja perlu melakukan layanan pastoral bukan hanya kepada manusia tetapi juga terhadap alam dengan cara terus menyuarakan suara profetisnya.

  • Gereja harus melakukan edukasi bukan indoktrinasi

Pengajaran tentang sorga dan neraka kerap menjadi ajang indoktrinasi terhadap umat. Tindakan ini hanya menimbulkan ketakutan terhadap umat sebab takut kehilangan sorga. 

Pengejaran akan sorga merupakan hasil indoktrinasi sehingga orang-orang selalu memperdebatkan sorga dan neraka dan membangun opini-opini spekulatif terhadap realitas keduanya.

Lebih baik gereja dan agama-agama yang ada perlu melakukan edukasi terhadap umat bagaimana menghadirkan sorga di bumi. 

Membicarakan sorga dan neraka sebagai harapan eskatologis yang bersifat masa futuristic hanya melahirkan perilaku-perilaku yang abai terhadap krisis ekologis.

  • Ekologi sebagai jalan dialog lintas iman

Isu ekologi menjadi titik temu untuk berdialog karena bumi adalah rumah bersama tempat kita tinggal. 

Dari pada sibuk membahas sorga dan neraka, alangkah baiknya membahas kebersatuan kita di tengah perbedaan dengan melakukan tindakan sederhana dalam menyelamatkan bumi.

Bumi adalah rumah bersama yang patut kita jaga. Merawat bumi adalah bagian dari panggilan spiritualitas kita.

Dengan demikian, gereja tidak perlu tergiur dengan aturan pemerintah yang memberikan peluang untuk mengelola tambang karena gereja harus tetap berdiri teguh sebagai "nabi Allah" yang menyerukan kebenaran dan keadilan bagi mereka yang lemah, termasuk menyahabati bumi yang sedang dieksploitasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun