Mohon tunggu...
Jefri FSiahaan
Jefri FSiahaan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Coming, Fighting, and Winning..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Desa Sigapiton Kabupaten Toba Samosir, Riwayatmu Kini...

13 September 2019   16:36 Diperbarui: 13 September 2019   16:40 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Aktifitas Alat Berat di Desa Sigapiton yang dikawal oleh aparat keamana (Sumut.idntimes.com)

Pada hari Kamis 12 September 2019, BODT mengirim alat berat ke Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir. BODT bermaksud membangun jalan dari The Nomadic Kaldera Toba Escape menuju Batu Silali sepanjang 1900 m dan lebar 18 meter.

Pembangunan jalan tersebut merupakan bagian dari pengembangan industri pariwisata di Kawasan Danau Toba. Bersama dengan alat berat, BODT mengajak aparat keamanan. Seratusan masyarakat adat Sigapiton menghadang upaya memasukan alat-alat berat yang akan menggilas dan mengangkangi hak-hak masyarakat atas tanah dan hutannya.
Bentrokan tak terhindarkan. Salah satu yang ikut mendampingi masyarakat dipukul aparat dan mengalami luka di bagian mata kiri. Masyarakat terus bertahan sekalipun di bawah ancaman kekerasan yang bisa tampil dalam bentuk yang lebih kasar.

Sigapiton. Di sana, tinggal dan hidup masyarakat Batak Toba yang sangat adat dan agamis. Mereka tidak akan pernah membuka dadanya jika bukan untuk tujuan mulia. Diperkosa sekalipun akan dilawannya dan bertahan agar si pemerkosa tidak jadi menyalurkan hasratnya, ataupun melihat tubuhnya telanjang.

Tak ada niatan emak emak di Sigapiton, pamer tubuh, apalagi memuaskan pandangan mata orang berotak mesum.

Jadi, aksi 1/2 telanjang mereka, adalah sebuah keterpaksaan dan kesepakatan bersama untuk menunjukkan kesungguhan mereka melawan mereka yang telah merampas apa yang menjadi hak miliknya.

Sebenarnya kejadian ini tak perlu terjadi, apabila pemangku kepentingan punya akal adat dan agama. Bukan otak olah dan bersumbu pendek.

Kejadian ini tidak bisa diterima dan perlu diwartakan seterang-terangnya kepada semua pihak.

Pertama, pembangunan pariwisata adalah gagasan Presiden Jokowi yang sangat memperhatikan masa depan peningkatan kesejahteraan masyarakat di KDT. Tapi sepanjang yang diketahui, Presiden Jokowi tampaknya tidak pernah memerintahkan mengirim aparat keamanan, apalagi sampai melakukan tindakan pemukulan.

Sangat perlu dipertanyakan secara sangat serius dan secara public, apakah tindakan yang dilakukan BODT adalah cara "unik" lembaga ini memahami dan menginterpretasi apa yang dimaksudkan Presiden Jokowi dengan membangun Pariwisata?

Kedua, yang jauh lebih berbahaya, tindakan yang dilakukan BODT membangkitkan kembali memori publik tentang perilaku yang umumnya dilakukan Pemerintah saat akan membangun. BODT tampaknya sedang meminjam repertoire of action yang dimiliki rezim politik Orde Baru dalam melakukan pembangunan, yakni menggunakan cara-cara militeristik atas nama pembangunan. Sudah tentu pemerintahan ini bukan Rezim Orde Baru, juga bukan rezim yang bertumpu pada kekerasan. Tapi tindakan BODT sedang menegaskan sebaliknya. BODT sedang membawa pemerintahan ini kembali ke masa-masa kelam Orde Baru ketika pembangunan justru berujung dengan pemukulan aparat terhadap warga, penangkapan terhadap para pemrotes dan intimidasi secara sistematis.

Ketiga, dua hal yang disebutkan di atas, membuat legitimasi dan justifikasi terhadap keberadaan BODT perlu dipertanyakan kembali. Bukan saja lembaga ini sama sekali belum menampakkan tanda-tanda memajukan pariwisata setelah lebih dari dua tahun beroperasi, malah menimbulkan ketegangan di masyarakat, memantik banyak konflik, dan yang terakhir mempraktekan kekerasan secara terbuka.

Sementara lembaga ini beroperasi dengan uang negara yang bersumber salah satunya dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat, termasuk masyarakat di Sigapiton yang akan sedang diserobot tanahnya dan diperlakukan dengan kekerasan.

Keempat, pemukulan yang terjadi pada saat aksi, apapun alasannya perlu diproses secara hukum. Bahkan kehadiran aparat keamanan dalam keseluruhan upaya BPODT memasukan alat-alat berat perlu dipertanyakan secara serius. Untuk apa membawa aparat keamanan jika konon kabarnya niatnya demi kebaikan masyarakat setempat? Bukankah membawa aparat bersumber dari kecurigaan terhadap masyarakat dan berlandaskan keyakinan di bawah sadar bahwa tindakan membawa alat berat adalah tindakan yang sifatnya sepihak? Bukankah juga semua peristiwa ini hanya menegaskan betapa pada dasarnya semua berbasiskan pada paksaan?

Masyarakat Sigapiton khususnya dan dunia umumnya sangat menyayangkan perisitiwa hari itu. Bahkan dalam alam demokrasi dan dengan kepemimpinan negara yang sangat terbuka terhadap masukan dari bawah, perilaku-perilaku koersif yang sudah ketinggalan jaman masih saja dipertahankan. Ironinya, oleh lembaga yang begitu yakin sedang membawa kemaslahatan kepada masyarakat yang hak-haknya justru sedang diinjak-injak.

Sebagai seorang dari masyarakat di Toba, saya mendesak agar segera menghentikan cara-cara barbar menghadapi masyarakat di Sigapiton itu. Atau dimanapun juga.

Sebab mereka dan kami akan ikut telanjang dan menelanjangi kalian. Mereka 1/2 telanjang untuk sesuatu yang perlu dan mendesak.

#SaveSigapiton

#TanahUlayat

#TanahAdat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun