Situasi Gereja Terkait Dengan Pandangan Mesias Politik Dan Yesus Mesias, Serta relevansinya Dengan Kepemimpinan Gereja Saat Ini
Oleh: Jefrianus Temba
Situasi Gereja kerapkali menjadi sorotan dalam kehidupan sosial politik. Mengapa? Karena gereja seringkali diperhadapkan dengan berbagai macam oknum atau kelompok yang memiliki perspektif yang berbeda terkait dengan status moral hidup manusia, khususnya kehidupan moral umat kristiani. Gereja menanggapi hal-hal yang bertentangan dengan moral kristiani, karena Gereja begitu menghargai hak dan martabat manusia sebagai makhluk yang serupa dengan Allah.Â
Akan tetapi sikap gereja ini selalu disoroti oleh ognum-ognum tertentu, yang menurut mereka tindakan gereja sebenarnya bertentangan dengan aturan-aturan hukum yang telah ditetapkan dalam suatu lingkup atau lembaga politik praktis.Â
Mereka melihat seolah-olah gereja mengambil alih wewenang sekaligus cara kerja mereka dan juga mereka menganggap bahwa gereja dan segala atribut-atribut atau agnum-ognum yang berperan di dalam gereja akan berkuasa atas kekuasaaan mereka. Sehingga mereka melihat bahwa ada keinginan dari gereja untuk hal itu. tetapi sebenarnya gereja tidak bermaksud demikian.Â
Gereja hanya mau membalikan atau mengangkat martabat manusia itu sebagai manusia. meskipun demikian sorotan politik tetap dan bahkan terus masuk untuk menjatuhkan sikap gereja, sehingga segala sesuatu yang gereja lakukan dilihat sebagai salah satu cara untuk menjadikan gereja sebagai kelompok politik.Â
Dari pandangan ini gereja dinilai sebagai gereja yang berpolitik, dan semua kelompok kecil di dalam gereja pun di lihat sebagai agen politik praktis. Yesus sebagai puncak iman gereja pun di pandang sebagai Mesias politik dan Yesus mesias yang berpolitk. Tentunya pandangan ini sangat keliru dan bahkan sangat menyimpang dari keyakinan iman kristiani.Â
Pandangan mereka terkait dengan Mesias politik dan Yesus mesias itu, berangkat dari peristiwa bangsa Israel, yang pada saat mengalami penindasan di mesir mereka merindukan ada sosok atau figure pemimpin yang bisa membebaskan mereka dari penindasan itu. Dan terjadilah demikian, dimana pemimpin seperti Musa, Yosua, dalam perjanjian lama, bahkan Yesus dalam perjanjian baru di pandang sebagai mesias yang menyelamtkan.Â
Dalam konteks ini sebagai Mesias politik karena bersifat membebaskan. Sehingga ognum-ognum yang selalu bertentangn dengan pemikiran gereja dilihat sebagai pemikiran yang bernuansa pada politik praktis.Â
Situasi-situasi seperti inilah yang selalu dialami oleh gereja, sejak gereja perdana sampai gereja saat ini. Manusia yang pada dasarnya adalah makhluk yang luhur, bermartabat, diabaikan bahkan di lululantakan oleh situasi politk yang sebenarnya dapat diatasi oleh akal budi manusia itu sendiri namun karena sikap ego mendominasi pertimbangan akal dan hati nurani, maka terjadilah apa yang sebenarnya tidak diharapkan oleh manusia itu sendiri. sikap politik dan tindakan berpolitik pun hadir sebagai buah dari ketidaktaatan akan situasi-situasi yang membangun pada sikap sekaligus karakter hidup dari manusia itu sendiri.
Etika Kristiani, yang pada dasarnya membicarakan tentang sikap etis orang kristiani, kerapkali juga di beri penilaian yang sama, yakni tentang kehadiran Mesias politik. hal-hal yang berujung pada sikap mendukung nilai solidaritas, seolah-olah di rendahkan dengan pandangan politik yang merongrong bahkan mengatakan gereja terlibat dalam sikap berpolitik.Â
Pada era perjanjian lama, memang mengatakan bahwa pemimpin itu dikategorikan sebagai mesias politik, dan tidak terlepas dari pengalaman bangsa Israel, dimana pandangan bangsa Israel terkait dengan pemimpin pada waktu itu adalah sebagai Mesias itu yang menyelamatkan. Dalam perjanjian baru juga dikatakan hal yang sama, dimana bertolak dari pengalaman para rasul.Â
Para rasul sebelum mengenal Yesus secara lebih dalam, mereka menganggap Yesus itu sebagai Mesias Politik. Tetapi setelah post paskah atau peristiwa paskah, barulah para murid atau rasul itu menganggap yesus itu sebagai Mesias atau Tuhan.
Perspektif-perspektif yang selalu menitikberatkan bahwa Yesus itu mesias politik, seharusnya mampu memahami arti mendasar kehadiran Yesus sebagai pemimpin. pandangan yang keliru itu dapat membalikan opini yang salah terkait dengan arti Mesias, khususnya bagi ognum-ognum yang selalu berkonfrontasi dengan sikap gereja.Â
Sehingga dalam konteks kepemimpinan sekarang ini, pemimpin itu seharusnya selain mampu untuk memimpin juga harus pandai membawa masyarakat kepada kesejahtraan atau kedamaian, sebagaimana yang dilakukan oleh Musa, Yosua dalam perjanjian lama, dan Yesus dalam Perjanjian Baru, menghantar manusia kepada kebahagian dan keselamatan. Jadi anggapan Mesias politik itu harusalah dipahami secara lebih baik, sehingga tidak salah mengartikan Mesias itu.
Relevansinya dalam kepemimpinan Gereja saat ini.
Hakikatnya, apa yang melatarbelakangi peristiwa Mesias politk dan Yesus sebagai Mesias itu, bisa menjadi contoh atau tolak ukur dalam model kepemimpinan saat ini, di mana mengutamakan keselamatan dan kesejahtraan masyarakat itu lebih penting daripada membicarakan hal-hal yang tidak penting terkait dengan cara atau metode yang ditawarkan oleh gereja. Berargumen memang baik, tetapi harus dilatarbelakangi oleh kebenaran, karena kebenaran dapat mendamaikan semua yang dianggap keliru atau menyimpang.
Pemimpin itu harus mampu melihat dan menciptakan kesejahtraan dalam hidup bermasyarakat. Begitupun dalam kepemimpinan Gereja. Gereja tidak hanya berdiri tegak saja, tetapi bagaimana gereja mengayomi umatnya untuk berada pada jalan yang sama yakni kesejahtraan dan kebahagian umat. Jadi pemimpin yang dipercayakan di dalam Gereja itu harus sadar bahwa kebahagian umat menjadi prioritas atau menjadi hal yang esensial
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H