Kepemimpinan di era postmodern
Era postmodern yang ditandai oleh dominasi ruang bebas interpretasi, membuat hobi menjadi pemimpin sangat ditantang. Para pemimpin ditantang untuk tetap eksis dalam situasi dilematis. Disatu sisi aksentuasi terhadap suatu kebenaran subyektif akan bertendensi pada egosentrisme dan cendrung menjadi otoriter, sebab kebenaran ada dalam diri pemimpin sendiri.Â
Disisi yang lain Penekanan terhadap subyektifitas juga sebenarnya menimbulkan kontradiksi dalam kepemimpinan, karena jika setiap individu bepedoman pada kebenaran subyektif, nilai apakah yang dapat menjadi pegangan bersama?Â
Jika seorang pemimpin tidak berpatok pada nilai universal, apa yang melatarbelakangi otoritasnya? Kelihatannya pertanayan ini menarik untuk kita selidiki. Mari kita masuk ke point berikut:
Pemimpin yang otoriter
Pemimpin yang otoriter adalah pemegang kekuasaan yang sulit ditanggapi oleh masyarakat atau kelompok dalam suatu wilayah tertentu. Pemimpin yang otoriter memiliki sikap dan tanggung jawab yang sifatnya personal, dia sulit menerima anjuran atau kritikan dari orang lain.
Adanya pemimpin yang otoriter, membuat segala macam pergerakan masyarakat selalu terawasi dan dikontrol secara mendetail oleh si pemimpin. Sikap seperti ini jelas menimbulkan kebimbangan dan ketakutan bagi yang terpimpin.
Apa yang mendasari sikap otoriter?
Ada 2 faktor yakni: faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal
Faktor ini dipengaruhi oleh sikap egosentrisme dan radikalisme dalam diri pemimpin yang takut hilang kekuasaan yang sedang digenggamnya, sehingga menimbulkan sifat monoton dan sensitif. Selanjutnya kebenaran subyektif menyebabkan pembawaan yang menciptakan kepuasan diri sendiri tanpa menyadari kehadiran orang lain. Sebab memang kebenaran sudah ada dalam diri pemimpin itu sendiri.