Mohon tunggu...
Jeffry Haryanto
Jeffry Haryanto Mohon Tunggu... -

Mahasiswa semester empat Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Menyukai sepakbola dan bermain futsal. Favourite quote : Some people say football's a matter of life or death, but it isn't -it's much more important than that.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

UAN: Di Antara Kejujuran dan Kelulusan

22 Maret 2010   04:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:16 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa jam lalu saya membaca artikel di mana Wapres kita menekankan adanya kejujuran dalam mengerjakan soal UAN. [caption id="attachment_99523" align="alignleft" width="293" caption="Cheating (source : google.com)"][/caption] Kejujuran? Saya juga mengalami masa-masa UAN seperti ini dua tahun lalu. Mengenai masalah kejujuran, saya dapat memastikan bahwa sekolah saya dahulu, Kolese Gonzaga, 100% bebas dari bocoran soal atau bocoran jawaban. Satu murid tidak lulus pada waktu itu. Namun pengalaman lain diceritakan oleh teman-teman saya yang notabene bukan berada di Jakarta. Kejujuran memang sangat penting, untuk mendapatkan hasil yang nyata sesuai dengan kemampuan. Namun apalah arti kejujuran ini ketika dihadapkan kepada situasi yang 'mengancam kelangsungan hidup' seperti UAN ini. Tiga tahun ditentukan hanya dalam tiga hari. Begitulah keluhan yang sering saya dengar. Berdasarkan alasan seperti itulah, mereka lalu mulai mencari bocoran soal, bocoran jawaban, dan yang lebih mengejutkan lagi, membeli jawaban. Mereka mengumpulkan uang dan membeli bocoran jawaban tersebut. Saya tidak tahu darimana mereka bisa membeli bocoran jawaban tersebut, namun nyatanya ada. Apakah bocoran jawaban tersebut dapat dipercaya? Menurut teman-teman saya dapat dipercaya, dan mereka bilang bisa saja mereka mendapat nilai 10 pada semua UAN yang dijalani, namun untuk menghindari kecurigaan, mereka dapat mengatur nilai sendiri sesuka mereka. Kejujuran ini tidaklah diperhitungkan lagi, menggunakan alasan 3 tahun 3 hari tadi. Mereka berbuat curang karena merasa 'dicurangi' juga oleh sistem. Sistem seperti ini adalah beban, ancaman, putusan hakim yang tidak dapat ditawar (mungkin bisa ditawar dengan ujian perbaikan). UAN dianggap sebagai ujian luar biasa, di mana jika gagal, akan hilang semua usaha selama 3 tahun, rugi usia, rugi biaya. Membuat beberapa murid memilih ketidakjujuran tadi sebagai jalan melewati sistem ini. Sistem yang tidak melihat nilai murid selama 3 tahun. Mungkin tidak semua murid seperti ini, namun untuk beberapa pengalaman teman saya tadi, saya dapat menyimpulkan bahwa kejujuran bisa sejenak dilupakan untuk dapat lulus. Kejujuran penting, namun kelulusan lebih penting. Mungkin sebaiknya UAN tetap dilaksanakan, namun tidak menjadi standar untuk kelulusan. Kata-kata "menjadi standar kelulusan" tersebut membuat murid-murid berpikir untuk "saya harus bisa lulus", bukan "saya harus belajar untuk lulus". Hal seperti ini yang dapat mendorong murid untuk berlaku tidak jujur. Pada pandangan pro saya, UAN harusnya tidak menjadi standar kelulusan. Kelulusan tetap ditentukan dari perkembangan nilai murid selama 3 tahun. Tidak adil jika selama 3 tahun nilai murid tersebut stabil walapun tidak tinggi (katakanlah 60,70,65), namun ketika ujian akhir gagal. Menurut saya hal seperti ini wajib dipertimbangkan. Percuma jika UAN hasilnya bagus namun nilai murid selama 3 tahun pas-pasan untuk sekedar naik kelas. UAN juga menggunakan sistem pilihan ganda, jika tidak tahu jawabannya, masih bisa dijawab, dan ada peluang untuk menjawab dengan benar. Jika sedang hoki, bisa mendapat nilai bagus. Berbeda dengan soal esai, jika tidak tahu, tidak akan bisa menjawab. Jadi sangat tidak relevan menggunakan hasil UAN sebagain cerminan belajar selama 3 tahun. Panda pandangan kontra saya, UAN seperti ini memang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kualitas SDM Indonesia, maka harus dilakukan dan menjadi standar kelulusan. Murid sudah diberi waktu 3 tahun untuk belajar dan evaluasi seperti ini dibutuhkan untuk melihat apakah murid itu memang mampu menyerap pelajaran selama 3 tahun. Tampaknya hal seperti ini akan tetap sama untuk beberapa tahun ke depan. Dulu, saya pun pernah berpikir seperti ini. "Apa sih artinya kejujuran kalo usaha gw selama tiga tahun ini ternyata gagal di ujian tiga hari ini?" Untungnya, saya dapat lulus tanpa mendapat bocoran jawaban. -please correct me if i'm wrong :) Baca juga : David Beckham dan Mekanisme Cedera Achilles Tendon Rupture Vandalisme, Apakah Masih Menjadi Bagian dari Kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun