Hal ini membuat saya hancur, terpuruk dan semua ketakutan-ketakutan yang terpendam selama ini semua muncul kembali.
Sewaktu hancur dan terpuruk itu saya teringat kuliah umum Romo Setyo tentang Keutamaan adalah Latihan atau Aksesis. Setelah itu saya membeli buku filosofi teras karya Henry Manampiring dan membacanya.
Dalam buku itu berisi tentang bagaimana menjalani hidup bahagia ala filsuf stoa yang diterjemahkan menjadi filosofi teras.
Filosofi teras ini menjelaskan bahwa penyebab emosi negatif, kecemasan, keresahan, kekalutan, dan kegagalan yang berlebihan disebabkan oleh pola pikir yang salah.
Oleh sebab itu Henry Manampiring menyarankan untuk memperbaiki pola pikir yang salah ini dengan menerapkan dikotomi kendali sehingga dari dikotomi kendali ini kita dapat menentukan hal-hal yang dapat dikendalikan maupun tidak. Artinya, apabila kita fokus pada apa yang dapat kita kendalikan, maka kita akan hidup bahagia.
Contoh hal-hal yang dapat kita kendalikan hanyalah tujuan kita, keinginan kita, opini kita, pertimbangan kita, dan segala sesuatu yang merupakan buah pikiran dan tindakan kita sendiri.
Hal-hal diluar kendali diri kita itu meliputi kondisi sewaktu kita lahir, jenis kelamin, etnis, orangtua, bencana alam, opini orang lain, reputasi, kekayaan, dan kesehatan.
Mempelajari stoisisme ini menyadarkan saya bahwa saya harus berani menerima kenyataan, berdamai dengan diri sendiri, hidup selaras dengan alam, mengendalikan persepsi diri sendiri terhadap suatu hal, tidak terus menyalahkan diri sendiri dan kembali berkarya.
Itulah mengapa saya memilih stoisisme sebagai gaya hidup baru.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H