Alangkah baiknya tulisan ini saya mulai dengan mejelaskan secara deskriptif singkat, mengenai letak geografis dari suatu kelompok masyarakat yang telah lama mendiami tanah pojokan utara pulau Halmahera yang menyerupai huruf K itu.Â
Secara geografis, Kabupaten Halmahera Utara berada pada posisi kordinat 10,57'-20,0' Lintang Utara dan 128,17'-128,18' Bujur Timur. Dengan demikian berbatasan dengan Kabupaten Pulau Morotai dan Samudera Pasifik di sebalah Utara, Kecamatan Jailolo Selatan (Kabupaten Halmahera Selatan) di sebelah Selatan, dengan Kecamatan Wasilei (Kabupaten Halmahera Timur) di sebelah Timur dan berbatasan dengan Kecamatan Loloda, Sahu, Ibu, Jailolo (Kabupaten Halmahera Barat) di sebelah Barat.
Suatu masyarakat dalam mewujudkan cita-cita kehidupannya dalam suatu tatanan masyarakat modern, secara objektif memiliki kekhasan karakteristik dan melalui jalan panjang yang terbentang dalam langkah perkembangannya sesuai dengan latar belakang sejarah, realitas sosial, budaya, etnis, ritus keagamaan, dan konstelasi geografis masyarakat sekitar.
Hibua lamo sebagai dasar filosofi dan pandangan hidup masyarakat Halmahera Utara, bukan terbentuk secara mendadak apalagi diciptakan atau lahir atas perintah seorang manusia yang luar biasa sebagaimana ideologi-ideologi yang kita kenal di dunia.Â
Namun terbentuknya Hibua Lamo melalui proses panjang yang dinamis melaui pergulatan spiritual, sosial dan kebudayaan sehingga melahirkan satu filosofi universalisme yang merekat kuat dalam laku masyarakat. Cita-cita untuk tiba pada kesatuan dan persatuan dalam konteks masyarakat yang sekuler (budaya, agama, status sosial dsb) menjadi visi bersama.
Untuk mencapai cita-cita tersebut, maka pada hakikatnya masyarakat Halmahera Utara ber-Hibua Lamo dalam tiga asas yang saya rinci sebagai berikut:
- Asas Kebudayaan
Masyarakat Hibua Lamo sebagai asal dari nilai-nilai Hibua Lamo, sehingga nilai-nilai Hibua Lamo pada hakikatnya digali dari masyarakat Halmahera Utara yang berupa nilai-nilai adat istiadat dan kebudayaan.
Di lihat dari bentuk fisik, Hibua Lamo berfungsi sebagai rumah/tempat berkumpulnya tokoh adat dan masyarakat untuk melaksanakan pertemuan tertentu. Lebih jauh seiring kemajuan pemahaman filosofis, Hibua Lamo tidak hanya dipahami secara keberadaan dan fungsi kebendaannya berupa rumah adat tetapi dipahami sebagai nilai, jati diri, identitas dan ciri khas masyarakat Hibua Lamo itu sendiri.Â
Pemahaman filosofis yang secara tuntas melihat bahwa sesuatu yang eksis tidak hanya berhenti pada eksistensi kebendaanya, tetapi membawa semacam jiwa, spirit, dan keterhubungan batin. Pada titik ini, Hibua Lamo dimaknai secara mendalam sebagai dasar kehidupan bermasyarakat, pijakan, pedoman untuk hidup bersama sebagai satu rumah besar sebagai masyarakat Halamahera Utara.
- Asas Religius
Sistem religius masyarakat Hibua Lamo memiliki perjalanan panjang yang berakar pada Animisme, semacam kepercayaan akan keabadian roh sehingga menaruh pemujaan kepada roh leluhur yang telah mati. Lebih lanjut, masyarakat juga percaya akan kekuatan dari benda-benda tertentu sehingga benda tersebut dikultuskan dan dikeramatkan.Â
Perilaku seperti ini dikenal dengan Dinamisme. Saya tidak akan mengurai panjang lebar soal ini, mungkin akan dibahas pada kesempatan yang lain. Tapi pendeknya, bahwa masyarakat Hibua Lamo pada masa mula-mula sudah mengenal dan diikat oleh konsep "Tuhan", tentu konsep "Tuhan" dalam pandangan dan kepercayaan mereka.