Kohlberg (1963; 1974)
menunjukkan bahwa perkembangan
moral anak terjadi melalui enam tahapan
yang dibagi ke tiga level. Level pertama
disebut level prakonvensional. Level
prakonvensional adalah level
perkembangan moral anak yang terjadi
pada usia empat hingga sembilan tahun
(sebelum memasuki usia sekolah dasar
hingga kelas tiga sekolah dasar).
Pada level ini, yang dianggap baik
untuk dilakukan adalah yang secara fisik
bisa dirasakannya sebagai sesuatu yang
baik bagi dirinya. Pusatnya adalah diri
anak. Jika ia melakukan sesuatu dan
memberikan konsekuensi yang dirasa
baik oleh fisiknya, maka ia akan terus
melakukan perilaku tersebut. Sementara
itu, jika ia mendapat konsekuensi yang
buruk secara fisik akibat suatu tindakan
yang dilakukannya, maka ia tidak
mengulangi perilaku tersebut.
Ada dua tahap dalam level ini.
Pertama, tahap yang disebut dengan
Orientasi Konsekuensi dan Kepatuhan.
Pada tahap ini, baik dan buruknya suatu
perilaku ditentukan berdasar apa yang
baik dan buruk secara fisik
dirasakannya. Tidak peduli entah yang
memberikan konsekuensi buruk atau
baik bagi fisiknya itu adalah orang yang
punya kuasa atau tidak.
Kedua, tahap yang disebut dengan
Orientasi Relativis-Instrumental. Pada
tahap ini, baik dan buruknya suatu
perilaku ditentukan berdasarkan
hubungan timbal balik. Jika anak
dipukul maka ia akan memukul balik.
Jika anak disayang maka ia akan
menyayang. Yang baik itu adalah yang
bisa memuaskan anak secara fisik namun
juga memberikan keuntungan bagi orang
lain. Tetapi tetap dalam tahap ini,
egosentris anak masih berperan dalam
menentukan perilakunya. Level kedua disebut level
konvensional. Level konvensional
adalah level perkembangan moral anak
saat berusia 10 hingga 13 tahun, yang
biasanya anak masih berada di jenjang
kelas empat sekolah dasar hingga kelas
tujuh sekolah menengah pertama.
Pada tahap ini, yang dianggap baik
untuk dilakukan adalah yang mendapat
persetujuan dari temannya atau orangorang yang memiliki otoritas terhadap
dirinya. Proses identifikasi anak
terhadap harapan orang lain yang
dikenalnya, menjadi prioritas bagi
dirinya. Identitas dirinya terletak pada
penyesuaian terhadap segala sesuatu
yang dihormati dalam kelompok temantemannya.
Jika ada peraturan yang disepakati
oleh teman-teman kelompoknya untuk
dipatuhi, maka ia akan ikut patuh demi
mendapatkan penerimaan dari temanteman kelompoknya. Perkembangan
moralnya banyak dipengaruhi oleh
teman-teman kelompoknya daripada
orang-orang yang ada di rumahnya
(Hurlock, 2003).
Ada dua tahap dalam level
konvensional yaitu tahap ketiga dan
keempat. Tahap ketiga disebut Orientasi
Kesepakatan Pribadi atau Orientasi
"Anak Baik". Pada tahap ini, yang baik
untuk dilakukan adalah yang disetujui
oleh teman-temannya.
Jika temannya setuju terhadap
perilakunya, maka ia akan mengulangi
perilaku tersebut. Jika temannya tidak
setuju terhadap perilakunya, maka ia
akan menghentikan perilakunya.
Tahap keempat disebut dengan
Orientasi Konsekuensi dan Ketertiban.
Pada tahap ini, yang baik untuk
dilakukan adalah yang mendapat
persetujuan dari yang punya otoritas atau
kewenangan dan demi aturan itu sendiri.
Jika perilakunya mendapat respon
atau persetujuan yang baik atau
disenangi oleh orang yang dianggapnya
memiliki otoritas, maka ia akan
mempertahankan perilaku tersebut. Jika
perilakunya sesuai dengan aturan yang
ada, maka ia akan mempertahankan
perilaku tersebut. Namun jika
perilakunya mendapat persetujuan yang
buruk dari orang yang memiliki otoritas
atau tidak sesuai dengan aturan yang
berlaku, maka ia akan menghentikan
perilaku tersebut.
Level ketiga disebut level pascakonvensional. Level pasca-konvensional
adalah level perkembangan moral anak
pada usia 13 tahun atau lebih, yang pada
usia ini, anak biasanya sudah di jenjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H