Kondisi seperti itu jarang terjadi karena perhitunganku akan arah mata angin sudah pas. Jarak daging ke bara juga pas tak terlalu dekat. jadi saat minyak dari daging keluar, bara api tetap menyala karena posisi pola tungku bata dengan arah angin sesuai perhitungan. Aku menyebutnya kipas alami.
Jadi tak repot lagi kecuali tinggal bagaimana memperhitungkan waktu terbaik untuk membalik-balikkan tiap potongan daging agar masaknya merata. Aku suka matang menyeluruh. Jadi kegiatan balik-membalik lebih sering dilakukan sampai warnanya kuning keemasan. Sedikit juicy namun tak terlalu juicy.
Sehingga waktu diangkat, lalu diiris sedikit akan terdengar suara renyah dari bagian luar daging yang dipanggang namun lembut saat tergigit daging bagian dalamnya. Sambil diiris, dicocol ke dalam sambal rawit andaliman yang sudah digarami dan disiram perasan jeruk nipis lalu dimakan. Tak lupa juga sedikit nasi putih sebagai penyeimbang rasa di dalam mulut dan perut. Hmmm, suatu hidangan sederhana yang nikmat di kala siang menjemput istirahat makan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H