Mohon tunggu...
Jeff Sinaga
Jeff Sinaga Mohon Tunggu... Guru - Suka menulis, olahraga dan berpikir

pendidik, ju-jitsan, learn to stay humble and live to give good impact. :-) follow twitter: @Jef7naga

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengapa Orang Dulu Berumur Panjang?

16 Februari 2015   06:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:07 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila kita melihat orang tua saat ini, umumnya mereka yang berasal dari desa dan berusia mungkin lebih dari 60 tahun namun tetap masih sangat bugar, tentu meninggalkan kesan yang menakjubkan. Sudah tua, masih bugar dan cerdas lagi. Berbanding terbalik dengan generasi muda saat ini, yang sangat rentang dengan penyakit, meninggal di usia dini dan wajah pun tampak lebih tua dari umurnya.

Saya mencoba mengingat kembali ke masa saat opung(1) saya masih hidup, waktu itu beliau berumur lebih dari 70 tahun, wafat diusia 85 tahun. meskipun sudah diatas 70 tahun, namun komunikasi dan nalarnya masih sangat bagus. Pun untuk mengambil pensiunan veterannya ke kota masih sanggup. Opung boru(2) saya malah masih sanggup dengan bugarnya maronan(3) dan ke balian(4). Belum lagi pulang-pulang sudah mengangkat soban(5) untuk perapian di rumah. Jauhnya itu lho, dari gunung ke rumah itu bisa buat kaki gemetaran, karena saya juga sudah pernah ikut marsoban(6).

Beberapa hal yang menurut saya membuat orang tua tempoe doeloe bisa tetap bugar, sehat dan berumur panjang adalah:

1. Hidup Aktif

Berhubung di kampung minim transportasi, hal itu membuat mereka harus berjalan kaki kemanapun tempat yang akan mereka tuju. Baik itu ke pasar, ke sawah maupun ke pusat kota. Berbeda dengan saat ini, dimana kita dimanja dengan fasilitas yang serba instant(7). Dengan berjalan, mereka mengajak seluruh anggota tubuhnya untuk aktif bergerak, jadi tidak ada alasan lemak-lemak jahat banyak menumpuk.

2. Makanan Alami

Pernah makan pucuk ancimun(8)? Hehehe, saya pernah menikmati sayuran ini, ditumis bersama mie instan yang akan dimakan setelah manggadong(9). Ini menu favorit saya di kampung, ditambah dengan gulamo(10) bakar yang aroma gosongnya saja sangat menantang untuk menghabiskan 2 piring nasi sekaligus. Hampir semua bahan masakan diperoleh secara alami. Di kebun mereka bisa memetik cabe, tomat cherry, bawang merah, bawang batak, bahkan andaliman(11) yang pohonnya berduri itu ada di kebun opung saya. Tentu saja mereka tak kenal apa itu junk food(12), KFC, Pizza Hut dan makanan praktis lainnya.

3. Selalu Berkomunikasi

Meskipun elektronik untuk hiburan minim seperti TV Digital, DVD Player, Ipad dan lainnya, tidak membuat mereka kekurangan hiburan. Mereka selalu terlibat aktif dalam kegiatan kemasyarakatan yang mengharuskan mereka berkomunikasi dan sharing(13) satu sama lain. Setiap minggu selalu ada kegiatan yang harus diikuti mulai dari mar hari kamis(14), partangiangan(15), punguan(16), arisan, marbinda(17), dan masih banyak lagi. Jadi jelas, mereka selalu “bersentuhan” satu dengan lainnya. Berbeda dengan sekarang, saat teknologi membuat manusia menjadi labih jauh dan tak lagi ramah. Sehingga membuat pilihan untuk sharing pun cukup sulit. Tak heran banyak generasi yang berpikiran sempit dan langsung menghakhiri hidup dengan cara pintas.

4. Minum Teh Pahit

Kalau di Jepang ada tradisi minum teh pada waktu tertentu, di kampung opung saya malah itu menjadi kebiasaan tiap saat. Tanaman teh memang tumbuh di kebun meskipun hanya beberapa batang, daun muda yang dipanen kemudian di tumbuk lalu dijemur untuk kemudian di seduh ke dalam teko tanpa gula. Jadi kalau air minum warnanya bening, mereka akan protes dengan mengatakan, “sai hira dang mardai tes on”(18). Ternyata kebiasaan minum teh juga memberi pengaruh positif bagi mereka. Tidak seperti kita disini yang disuguhi berbagai macam minuman ringan beraneka ragam warna dan rasa. Tak sedikit pula kebiasaan meminum minuman ringan tersebut membuat kita menjadi obesitas, jangan-jangan juga membawa bibit kanker, who knows...?

5. Minim Teknologi

Saat ini kita disuguhi banyak hiburan media yang menarik hati. Mulai dari demam pop, sinetron, demam Korea hingga demam India ternyata mampu membuat generasi saat ini, juga emak-emak tahan seharian melongo di depan TV tanpa banyak melakukan kegiatan produktif lainnya. Jangan-jangan suami dan anak pun terlantar tak diperhatikan karena asiknya nonton. Kalau orang desa seperti opung saya hiburan mereka adalah ternak mereka, sawah mereka, kebun mereka yang harus diperhatikan bahkan lebih dari 24 jam kalau bisa. Pun kalau memang ada waktu luang digunakan untuk membelah kayu atau menjemur haminjon(19).

6. Terbiasa Tahan Sakit

Fasilitas kesehatan di sana tak selengkap di sini. Jadi kalau masih sekelas flu, demam biasa, batuk biasa itu biasanya tak terlalu diambil pusing, pasti sembuh sendiri. keyakinan inilah yang mungkin mendorong sugesti mereka bekerja memacu sistem imun alami dalam tubuh yang melawan penyakit itu tanpa bantuan obat-obatan kimia. Pun kalau memang ingin disembuhkan, seperti demam misalnya, palingan Cuma minum air hangat, didampol trus istirahat tidur, biasanya sudah sembuh. Bila anggota tubuh terkena luka sayat benda tajam, bukan betadine dulu yang dicari, tapi sejenis tumbuhan dedaunan yang mereka sebut daun japang-japang. Berbeda dengan kita, paranoid sekali terhadap penyakit ringan, sehingga gampang mengkonsumsi obat-obatan dan memperkecil kuasa imun tubuh untuk berimprovisasi. Akibatnya, efek dari kimia obat-obatan terus berlanjut sampai waktu penyakit lainnya terdiagnosis.

Kesehatan itu memang sangat penting sekali. Siapa sih yang tidak mau berumur panjang, tetap sehat dan aktif sampai melihat anak cucu dan cicit tumbuh dewasa? Opung saya masih hidup saat beliau sudah marnini marnono(20) dan marondok-ondok(21), dan beliau tidak pikun dan tidak pernah nyusahin. Bahkan kapan waktunya meninggal pun tau, pake acara pamitan segala. Memang hebat orang tua jaman dulu. Mau tetap sehat dan berumur panjang(22)? Mari bergaya hidup sehat.

Catatan kaki:

opung(1) orang tua dari bapak/ibu

Opung boru(2) nenek

maronan(3) kegiatan pasar, jual beli di pasar

balian(4) sawah

soban(5) kayu

marsoban(6) mencari kayu bakar

instant(7) cepat

ancimun(8) baca:accimun; tanaman jipang

manggadong(9) makan ubi; jalar atau keladi

gulamo(10) ikan asin

andaliman(11) rempah khas batak toba yang mampu menggetarrrkan lidah

junk food(12) makanan cepat saji

sharing(13) berbagi; biasanya cerita

mar hari kamis(14) kegiatan tengah minggu

partangiangan(15) kebaktian, wirit

punguan(16) perkumpulan

marbinda(17) memotong ternak beramai-ramai, biasanya tiap-tiap keluarga dapat bagian daging.

sai hira dang mardai tes on”(18) “seperti tidak berasa air ini”.

haminjon(19) kemenyan

marnini marnono(20) punya cucu dari anak laki-laki dan perempuan

marondok-ondok(21) cucu yang punya anak

berumur panjang(22) masa hidup lama, ini pun adalah anugerah, bila Tuhan berkehendak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun