Mohon tunggu...
Jeehad Muhammad
Jeehad Muhammad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Universitas Sebelas Maret Surakarta

Seorang pengamat keilmuan Teknik Industri yang bergelut di industri manufaktur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Circular Economy dan Perkembangannya dalam Mengatasi Peningkatan Konsumsi

21 Desember 2023   01:40 Diperbarui: 21 Desember 2023   02:08 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peningkatan konsumsi yang pesat seiring dengan revolusi industri pada abad ke-18 telah membawa konsekuensi serius terhadap lingkungan dan kesejahteraan global. Fenomena ini telah memicu penggundulan hutan, pertambangan berlebihan, dan penangkapan ikan yang tak terkendali, menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Penggundulan hutan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dalam produksi massal, pertanian, urbanisasi, dan perubahan penggunaan lahan lainnya juga telah menyebabkan erosi tanah dan penurunan produktivitas pertanian. Sementara itu, polusi dari proses produksi massal menjadi masalah signifikan, merusak lapisan ozon dan memicu penumpukan plastik di lautan, mengancam ekosistem bumi.

Dampak negatif ini juga termanifestasi dalam kesenjangan ekonomi yang semakin melebar dan praktik-praktik yang cacat. Sejumlah kecil orang mengakumulasi kekayaan, sementara kelaparan, kekurangan gizi, dan sampah makanan menjadi masalah kritis yang memengaruhi kesejahteraan masyarakat.

Perubahan iklim, pertumbuhan populasi yang cepat, dan konsumsi berlebihan semakin meningkatkan tekanan terhadap sumber daya air global, seiring dengan terus berlanjutnya peningkatan konsumsi yang menjadi benang merah menghubungkan semua permasalahan ini. Dalam konteks ini, tantangan global untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan menjadi semakin mendesak.

Dalam menghadapi dampak negatif dari peningkatan konsumsi terhadap lingkungan dan kesejahteraan global, Circular Economy (CE) muncul sebagai solusi inovatif yang dapat mengubah dinamika ekonomi linear yang cenderung menciptakan limbah dan menguras sumber daya alam tanpa henti. CE memprioritaskan prinsip daur ulang, pemakaian ulang, dan regenerasi sumber daya untuk mengatasi tantangan tersebut.

Dengan mengintegrasikan CE, siklus hidup produk dirombak agar menghasilkan sedikit limbah mungkin, dan sumber daya yang sudah ada dimanfaatkan kembali. Melalui langkah-langkah ini, CE tidak hanya mengurangi beban lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi dengan membuka lapangan kerja di sektor daur ulang. Penerapan CE juga menandai pergeseran dari peningkatan konsumsi yang tanpa batas menuju penggunaan sumber daya yang lebih efisien.

Dengan demikian, CE bukan hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga memperpanjang umur produk, menjadikan kontribusinya pada keberlanjutan ekonomi yang seiring dengan kesejahteraan lingkungan dan global. Sebagai solusi terhadap tantangan global terkait peningkatan konsumsi, CE menjadi tonggak penting dalam menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan.

Dalam tulisan yang dipublikasikan di The Conversation pada Januari 2019, Assistant Professor Max Planck Institute for The History of Science, Maikel Kuijpers, menyampaikan bahwa ide tentang CE baru muncul pada dekade 1980-an. Meskipun demikian, Kuijpers menegaskan bahwa fakta ini tidak mengindikasikan bahwa praktik-praktik inti dari CE, seperti perbaikan, daur ulang, dan penggunaan kembali, secara bersamaan muncul pada periode tersebut. Keseluruhan strategi tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa bahan tetap digunakan, baik sebagai objek maupun sebagai bahan mentah, selama mungkin. Meskipun terjadi perkembangan dalam konsep ini, Kuijpers mencatat bahwa esensi dari praktik-praktik tersebut sebenarnya tidak begitu revolusioner.

Dalam laporan terbaru mengenai sejarah praktik CE, temuan arkeolog di wilayah selatan Teluk Persia, kini Dubai, mengungkapkan bahwa konsep daur ulang telah diterapkan sekitar 3.000 tahun yang lalu pada zaman Perunggu. Meskipun terminologi "Circular Economy" tidak digunakan oleh para arkeolog, praktik seperti penggunaan kembali sudah terjadi sejak zaman Paleolitik. Pada periode Neolitik, masyarakat menggunakan batu berdiri untuk membangun kuburan, menunjukkan kesadaran akan keberlanjutan sumber daya. 

Namun, pada zaman Perunggu, konsep CE menjadi lebih jelas dengan peran utama bahan seperti perunggu, yang memungkinkan barang bekas untuk sepenuhnya diubah menjadi bahan baku produk baru. Di situs Sarug Al Hadid, temuan sekitar 2.600 benda logam, termasuk senjata, dekorasi, dan perhiasan, menunjukkan bahwa benda-benda dari tembaga, perunggu, dan besi dibuat ulang dari bejana keramik yang pecah. Penemuan ini, yang pertama kali ditemukan pada tahun 2002 oleh Sheikh Mohammad bin Rashid al Maktoum, penguasa Dubai, dianggap sebagai contoh awal dari praktik ekonomi sirkular dalam sejarah manusia.

Penerapan prinsip ekonomi sirkular saat ini melibatkan penerapan praktik berkelanjutan yang bertujuan untuk meminimalkan limbah, meningkatkan efisiensi sumber daya, dan mendorong penggunaan kembali, daur ulang, dan regenerasi bahan dan produk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun