Di Jepang ada Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Sains dan Teknologi, atau lebih dikenal dengan singkatan MEXT. Teman-teman yang biasa nyari beasiswa pasti sudah hafal. Jepang sengaja menyatukan semuanya dalam satu rangkaian nafas koordinasi. Hasilnya seperti apa yang sudah dicapai Jepang saat ini.
Terkait Pendidikan, MEXT mengurus pendidikan dari TK sampai Perguruan Tinggi. Budaya disatukan dengan Pendidikan sebagai sarana untuk membentuk karakter dan moralitas sejak usia dini. Salah satu bentuk kebijakannya, dari TK-SD kelas 2 tidak ada pelajaran membaca dan berhitung.Â
Adanya bermain untuk membina karakter, moral, dan kebersamaan. Karena Jepang menganut Wajib belajar 9 tahun, maka tidak ada istilah tidak naik kelas. Kelas disesuikan dengan umur, bisa nggak bisa semua naik kelas sampai kelas 3 SMP.
Mungkin karena kebiasaan mengatur semua dalam satu nafas kesinambungan, di Jepang anak-anak Kelas 6 SD sudah diplot tahun depan SMP-nya lanjut di mana. Anak SMP kelas 3 semester awal sudah mendaftar SMA, dan anak SMA kelas 3 semester awal sudah daftar Perguruan Tinggi.Â
Di Perguruan Tinggi, proses ini terus berlanjut; untuk anak S1 pada awal tahun terakhir sudah bisa mendaftar S2, Anak S2 awal tahun terakhir sudah bisa mendaftar S3. Disamping itu ada pilihan mereka mengikuti job test di awal tahun terakhir tersebut untuk anak S1, S2, dan S3 yang memilih akan bekerja setelah selesai studi.
Untuk satuan tahun ajaran dari TK sampai Perguruan Tinggi sama, berawal di April dan berakhir di Maret. Hanya ada beberapa program khusus di PT yang satu tahun menerima pendaftaran 2 kali, biasanya untuk kuliah mulai April atau Oktober.Â
Di dunia kerja nanti akan nyambung, karena biasanya awal kerja akan dimulai dari April atau Oktober, jadi tidak ada istilah nganggur bagi yang ingin langsung kerja begitu lulus kuliah. Harmoni sistem ini begitu rapi diciptakan di Jepang.
Untuk Sains dan Teknologi, Jepang membagi kelompok lembaga riset menjadi dua. Beberapa lembaga riset seperti JAXA (Badan Antariksa), NIMS (Material Sains), NIED (Kebencanaan) dll ada di bawah MEXT.Â
Sementara ada lembaga riset yang sifatnya lebih advanced technology untuk mendorong hilirisasi sains teknologi ke arah industri, berada di bawah Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri atau METI.Â
Lembaga riset itu bernama AIST (National Institute of Advanced Industrial Science and Technology). Kalau di Indonesia, namanya BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).Â
Makanya di bawah AIST ada kegiatan inkubasi teknologi, untuk membina UMKM baru di bidang teknologi, di BPPT juga ada. Bahkan untuk mempertajam hilirisasi sains dan teknologi ke arah industri dibuat badan satu lagi di bawah METI, namanya NEDO (New Energy and Industrial Technology Development Organization yang merupakan badan yang dibuat untuk pengembangan teknologi Industri dan energi baru.
"Terkait nomenklatur pemerintah pusat ini, Indonesia di masa depan sepertinya memerlukan UU Pemerintahan Pusat, agar pemerintah ke depan lebih stabil strukturnya. Sudah ada UU Pemerintah Desa, UU Pemerintahan Daerah, yang belum ada UU Pemerintahan Pusat."
Di Indonesia, sepertinya status untuk bidang-bidang di atas masih membingungkan, dan sering gonta-ganti struktur. Mungkin akibat kurang percaya diri, karena hasilnya selama ini dianggap belum maksimal. Pendidikan, pendidikan tinggi, dan budaya masih dilempar sana-sini. Iptek masih terus dicari bentuknya.Â
Lembaga penelitian masih tersebar di sana-sini, yang kalau ditelusuri mengapa nggak maju lebih karena anggarannya sangat minim. Buktinya para peneliti Indonesia banyak yang jadi orang-orang hebat saat berkarir di luar negeri dan mendapat fasilitas serta menemukan lingkungan kerja yang mendukung.
Untuk bidang olahraga, pembinaan olahraga di Jepang sangat baik sejak usia dini. Maka jangan heran kalau melihat anak-anak sekolah di Jepang yang hobbynya bulutangkis, mereka akan setiap hari nenteng raket ke sekolah, lengkap dengan kostrum bulutangkisnya.Â
Begitu juga dengan cabang olahraga lainnya. Meskipun kita tetap bangga, buktinya untuk Olimpiade 2020, Jepang khusus mendatangkan Koh Rudi, Humas PBSI, untuk membantu Pemerintah Jepang sebagai official / panitia penyelenggara.
Struktur yang selalu berubah tidak akan menguntungkan, karena energi selalu habis untuk konsolidasi. Pindah kantor, ganti kop, belum lagi resiko berkas tercecer, karena belum semua sistem manajemen pemerintahan dilaksanakan secara digital, sangat mungkin terjadi.Â
Penyesuaian dengan perubahan adalah keniscayaan, meskipun begitu kestabilan juga sesuatu yang harus jadi pertimbangan. Itulah sebabnya mungkin, mengapa struktur kementrian di Jepang dari dulu ya begitu-begitu saja.
Terkait nomenklatur pemerintah pusat ini, Indonesia di masa depan sepertinya memerlukan UU Pemerintahan Pusat, agar pemerintah ke depan lebih stabil strukturnya. Sudah ada UU Pemerintah Desa, UU Pemerintahan Daerah, yang belum ada UU Pemerintahan Pusat.Â
Struktur pemerintah seharusnya merupakan sesuatu yang baku, sistematis, dan dari Pusat sampai ke Desa dalam satu struktur yang inline dan stabil. Dengan struktur yang stabil, siapapun pemimpinnya, tidak akan mempengaruhi struktur pemerintahan, hanya programnya saja yang titik beratnya disesuaikan.
Orang Jepang sendiri bilang, Jepang itu mau tiap minggu ganti perdana menteri juga tidak masalah, karena struktur dan sistemnya sudah sangat stabil. Semoga Negara Indonesia ke depan dapat mencapainya...
Ditulis menjelang pengumuman kabinet, Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H