Seharusnya bapak  tidak perlu membela diri. Kenapa?
Orang yang benci, mau dijelaskan seperti apa, tetap saja benci. Jadi tetap saja kerjakan program kerja selaku Gubernur DKI tanpa harus menanggapi tudingan, fitnah, cacian dan makian. Sikap di MK ketika mendengar orang memaki dan tidak ditanggapi sudah elegan banget. Karena kalau ditanggapi maka bapak  menurunkan derajat sendiri. Wongtidak selevel kok ditanggapi. Saya lihat saat ini, kecenderungan orang untuk jadi  ngetop dengan mudah yaitu menyerang bapak. Ketika ditanggapi, maka orang ini akan berbahagia karena mendapat sorotan kamera dan liputan berita.
Lawan-lawan bapak memang tidak pernah menyadari betapa menyakitkan disebut kafir.  Bahkan harga diri laki-laki mana yang tidak akan tersinggung dengan makian RAS. Tapi sebaiknya bapak tempatkan diri bapak sebagai  tetap ‘Kafir’.  Kafir yang religiuslah- kalau ada istilah itu. Kalau perlu bapak mengaku saja sebagai orang tidak beragama alias kafir. Sepertinya agama jadi hal yang sangat sensitif sekali bagi sebagian orang. Bahkan kadang orang beragama ini otoritasnya melebihi  Tuhannya. Jadi poisisi bapak  saat ini, kalau melawan tetapi disalahkan. Kalau membela diri dikatakan menistakan. Jadi intinya bapak tidak punya hak untuk melawan dan mencaci balik. Dari buahnya orang mengenal pohonnya. Dari komentar-komentarnya  bisa ketahui apa isi hati orang itu.
Sekarang ini sebagian masyarakat mungkin lagi kena culture shock. Mulai dari presiden yang harus tahu cara bicara dan Jaim tiba-tiba melihat presiden yang dibilang culun karena merakyat bahkan tidak suka protokoler. Lalu ada juga bapak yang ‘kafir’ trus bicara to the point....blak-blakkan. Sebagian orang, blak-blakkan itu tidak baik, tidak sopan. Culture Shock’ ini harus dimaklumi karena sekian lama terbiasa dengan pejabat berkalimat bijak, sopan dan bahkan seringkali tidak tahu apa fungsinya sehingga ketika bicara hanya retorika pejabat yang sudah terlatih kelihatan santun.
Kadang –kadang masyarakat lebih suka orang yang  munafik. Orang lebih suka menyenangkan pendengaran mereka daripada mendengar  kata-kata yang  langsung membuka topeng kepalsuan. Lalu untuk membalas orang lain, boleh tiru sedikitlah kolega paling afdol itu - Jokowi. Balas dengan simbol...... Kata beberapa ahli, visual lebih mudah dimengerti dari banyaknya kalimat.  Â
Ya, dari sejarahnya memang begitu. Ada wayang, ada tarian, ada layar tancap, ada sandiwara dll. Masyarakat kita lebih peka dan terangsang berpikir ketika melihat simbol. Memang sih, kadang ini menjadi senjata makan tuan. Kadang orang menuntut terlalu tinggi dan seringkali terjebak karena terpukau pada fenomena malah jadikan itu yang utama sehingga tidak heran ada AA pemberi makanan jin dan Kanjeng pengganda uang.
Kadang orang menuntuk banyak hal pada Gubernur dan memasang standard sebagai  tokoh penting yang harus sesuai dengan kriteria yang ada dibenak mereka. Sebagai tokoh yang harus ada persyaratan spiritual. Makanya agama bapak dijadikan persoalan padahal bapak bukan seorang tokoh spiritual atau panutan suci. Mereka kadang lupa, bapak itu  terbatas periode untuk menjabat gubernur suatu kota. Yang bekerja untuk kepentingan kota.
Memang maklum juga sih....mungkin dulu terlalu simbolik sehingga jangankan gubernur, lurah saja sulit ditemui. Harus ada sesuatu untuk mengurus sesuatu sekarang masih culture shock bahwa birokrat itu pelayan masyarakat. Yang bekerja untuk masyarakat. Bukan tuan tanah apalagi tokoh agama.
Jadi Pak, tetap kencang saja di program dan penjelasan. Setiap bapak diwawancara, kelihatan sekali penjelasan bapak itu mencerdaskan. Membuka wawasan karena yang disampaikan benar-benar ada dalam kenyataan. Contohnya cara bapak menjelaskan tentang menekan inflasi di Jakarta dengan memotong jalur-jalur yang membuat harga di pasar bisa rendah.
Penjelasan-penjelasan bapak secara tidak langsung memberikan pengajaran bagi khalayak. Demikian juga ketika memberi penjelasan pada mereka yang datang membawa masalah. BTP dibutuhkan pada banyak hal penting dan berguna bukan diperlukan untuk mereka yang sekedar ingin tenar. Abaikan mereka. Pendukung memiliki segudang data dan dokumentasi bukti nyata untuk melawan semua tudingan.
Jadi Pak, fokus saja pada pekerjaan bapak selaku Gubernur. Lainnya biarkan pendukung yang tangani, partai yang bekerja dan ada DIA Sang Khalik penentu segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H