Mohon tunggu...
Jeba
Jeba Mohon Tunggu... -

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manado Oh Manado

16 Januari 2014   18:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:46 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_306384" align="aligncenter" width="300" caption="Manado dari Tanjakkan Tinoor"][/caption] Pasti banyak masyarakat tidak menyangka akan mengalami musibah seperti ini. Banjir okelah, tapi sampai sebesar ini pasti tidak pernah terbayangkan. Jangankan masyarakat, tokoh masyarakatpun yang seyogyanya tahu lebih banyak tentang  kepentingan masyarakat sesuai isi poster, spanduk dan baliho pasti tidak pernah menyangka Manado akan menghadapi musibah seperti ini. Orang dari Manado hendak  ke kota sekitarnya akan mengatakan mau 'ke gunung'. Orang gunung mau ke Manado, dalam percakapan selalu mengatakan akan turun ke Manado. Memang benar, Manado berada pada bibir pantai dengan pemukiman lebih banyak pada dataran rendah. Sama dengan orang gunung, airpun turun ke Manado.  Mau tidak mau bagian atas dari kota Manado/wilayah gunung merupakan bagian penyanggah agar air terkontrol. Pesisir pantai  (18,7 m) tak kalah penting karena gelora laut tidak boleh dianggap enteng. Manado bukanlah kota yang besar. Di banding Makasar Sulawesi Selatan, Manado ibu kota Sulawesi Utara  lebih kecil dari segi ukuran luas kotanya. Cilegon - Banten ( kurang lebih 157 km ^2) masih lebih luas sedikit dari kota Manado (157 km^2). Entah pembangunan kota ini memperhatikan AMDAL atau tidak tapi sepertinya pembangunan yang ada perlu dievaluasi. Kalau daerah penyangga tidak lagi dapat menahan load air ke arah kota maka kota Manado bukan hanya dikenal dengan "4B-nya: Bubur, Bibir, Bunaken, B2" tapi akan menjadi 5 B. "B" Satunya adalah Banjir.  Dulu lewat jalan yang sekarang dikenal dengan kawasan Boulevard, kita akan melihat panorama laut dengan Gn. Manado tua seperti menjadi benteng pelindung. Tapi sekarang jangan harap, lewati jalan ini kita akan berhadapan dengan kemacetan dan dinding bangunan berdiri kokoh membelakangi Manado Tua. Pantai telah direklamasi disulap menjadi arena bisnis dan pusat belanja. Jangan heran  pemandangan utama bukan lagi pantai. Ya, bisnis kadang tidak perduli. Kurang lebih 150 hektar direklamasi demi kepentingan bisnis. Siapa yang untung? Kenyataannya nelayan terusir dari tempatnya mencari nafkah. Ironis dengan semboyan warisan Samratulangi "Si tou tu mou tu mou tou". (Manusia Hidup untuk menghidupi orang lain). Perumahan dan pembukaan lahan meluas dimana-mana bahkan investor dari luar Jakarta tertarik dan agresif dalam mengembangkan bisnis perumahan. Yesus memberkati memang hanya menjadi patung saja. Perhatian terhadap kedisiplinan pengelolaan berkat tidak penting. Nafsu mengeruk keuntungan sangat besar. Manusia kadang harus diingatkan meskipun sadarnya belakangan. Bau kembang api rasanya belum hilang akan pesta yang menerangi malam. Langit telah menuliskan peristiwa, dan tanah menjadi kertas tulis membekas dengan tinta air mata tentang harta dan nyawa yang melayang. Kita hanya bisa berharap tanggung jawab petinggi-petinggi kota dapat membaca tulisan langit ini dan membawa rakyatnya pada tujuan kesejahteraan bukan dengan kepalsuan demi mengejar keuntungan semata! Manado oh Manado........

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun