Tidak salah memang karena ada benarnya juga dipilih DPRD dan ada keuntungannya. Menjad keliru, karena 'dipaksakan'  pada saat yang tidak tepat dengan semangat sakit hati. Ya, apapun alasannya pasti disimpulkan pada sakit hati dan dampak dari kekalahan pilpres  koalisi merah putih. Langsung dan tak langsung, ada keuntungan dan kerugiannya. Tapi substansinya, ketika dilakukan tidak langsung, hak rakyat dikebiri dan pemilihan tidak langsung menyebabkan kepala daerah terfokus melayani dewan, bukan konstituen. Semangat mengubah sistem ini karena melihat dari sekian puluh propinsi DPRD dikuasai kubu merah putih. Jadi sudah dapat diduga, kenapa perubahan sistem pemilihan tidak langsung ini diangkat.
Keliru yang kedua karena  pilihan langsung adalah pesta rakyat yang artinya biarlah setiap 5 tahun rakyat memberikan suaranya. Dengan rakyat memilih langsung maka menghindari oligarki dan suasana kong kali kong di DPRD dengan ' modus'  padahal untuk kepentingan partai, kepentingan kekuasaan dan kepentingan kelompok yang ingin menguasai dan memiliki kepentingan mencari keuntungan pribadi atau semangat kerja Kepala Daerah lebih prioritaskan menyenangkan anggota DPRD demi kelanggengan dan penerimaan laporan pertanggung jawaban. Ya, ada banyak alasan lain yang dapat dikemukakan untuk membantah ini tapi kenyataannya saat ini dengan sendirinya menyudutkan  wakil-wakil rakyat lebih banyak  hanya tahu statusnya dan lupa fungsinya. Lihatlah kelakuan mereka pada umumnya lebih pentingkan pemuasan nafsu maruk daripada menjadi wakil yang memperjuangkan konstituennya. Dalam suasana pelantikan saja, sudah ada yang pulas tertidur. Datang dengan mobil mewah tapi tidak bayar pajak.
Keliru yang ketiga karena melandaskan pada argumentasi penghematan. Kalau logika seperti ini dipakai maka sama dengan dihapuskan saja DPR dan DPRD karena menghabiskan banyak biaya dengan gaji dan tunjangan yang besar tapi tidak maksimal dalam bekerja......Mohon maaf. Memang tidak semua tapi yang kelihatan lembaga ini memang lebih dikuasai oleh orang rakus dan tidak tahu malu. Silahkan melihat data kasus-kasus  yang ada termasuk tidak perduli pada kekesalan rakyat yang sudah berkalikali mengingatkan pada kegiatan  plesiran dengan alasan 'mulia' studi banding. Ironisnya lagi mereka yang suka beragumentasi penghematan tapi mendukung biaya pelantikan, seremonial lain lain dan mobil dinas serta tunjangan kemewahan lainnya.
Keliru yang keempat karena pemilihan langsung menutup kemungkinan calon independen yang merupakan bagian dari hak warga negara untuk dipilih dan menutup kesempatan  orang-orang berkarakter dan disukai rakyat karena koalisi orang-orang bernafsu memenangkan kepentingan mereka dengan lebih mudah dibentuk daripada koalisi yang ingin memenangkan orang benar. Kenapa? Karena caleg kita lebih banyak terisi oleh orang-orang yang mengumbar janji dan melupakan segera sama seperti saat ini dimana banyak partai melupakan janji mereka untuk memperjuangkan kepentingan rakyat malah menutup kesempatan rakyat untuk menetukan pilihannya.
Keliru yang kelima adalah saat pencalonan caleg lalu, tidak ada wacana dan pengumuman dari partai-partai bahwa akan mengganti proses pemilihan Ka Daerah sehingga tidak etis kalau di kemukakan saat ini tanpa menanyakan langsung pada rakyat yang telah memilih para wakil ini. Â Kalau mengatasnamanakan wakil rakyat tapi memaksakan sesuatu yang bertentangan dengan konstituen maka benarlah hal ini demi kepentigan kelompok koalisi semata.
Mohon maaf bagi anggota DPR, DPRD yang konsisten dalam melakukan tugasnya. Tulisan ini sama sekali tidak menyamaratakan. Saya yakin masih ada orang-orang yang bekerja dalam 'diam' memperjuangkan kepentingan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H