Mohon tunggu...
Jeba
Jeba Mohon Tunggu... -

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Musa dan Pembebasan dari Perbudakan

2 Oktober 2014   15:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:40 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada cerita yang lama yang dapat diambil dari Alkitab tentang Musa dan pembebasan Israel dari Mesir (Kitab Keluaran)

Bani Israel sekitar 400 tahun diperbudak di Mesir. Kesulitan semakin bertambah bahkan bayi laki-laki dari mereka, yang kuat harus dibinasakan sehingga kelahiran mereka terkendali dan potensi untuk menyusun kekuatan memberontak dieliminasi sejak awal. Mesir sangat membutuhkan tenaga kerja murah, situasi politik yang aman dan tidak ada kekacauan. Pembangunan dapat berjalan lancar kalau tidak ada kelompok LSM dan Kelompok masyarakat yang kritis. Semakin banyak tuntutan pembangunan artinya semakin keras bani Israel tertindas. Singkat cerita, ketika mereka semakin sulit dan sama sekali tidak berdaya lahirlah tokoh pembebas, Musa.

Dengan bantuan kekuatan supranatural bangsa ini kemudian dapat bebas dari perbudakan. Kita bisa bayangkan bagaimana kehidupan yang tidak bebas kemudian merdeka, maka ada rasa lega penuh tawa dan harapan. Saya ingat bagaimana belum punya rumah, harus kontrak dan terikat oleh bayaran tapi bukan hak milik. Begitu punya rumah sendiri, wah rasanya 'sesuatu banget'. Bani Israel juga merasakan suatu kebebasan yang tadinya dimimpikan saja sulit.

Cerita berlanjut, mereka bebas dan siap berangkat ke lokasi baru membangun bangsa, membangun negara. Merdeka seluas-luasnya. Apakah kemerdekaan yang diperoleh otomatis memberikan kemudahan-kemudahan dalam hidup? Tidak, banyak kesulitan yang harus dihadapi. Apalagi dengan pola hidup yang baru, mereka bermasalah dengan makanan dll. Apa yang terjadi, mereka mengeluh, ngoceh ke Musa. Musa dibully rame-rame. Lalu apa yang mereka ungkapkan pada pemimpin mereka Musa, mereka mengeluhkan kenapa mereka dibebaskan! Mereka lebih suka dijajah, diperbudak!

Masalahnya disini berarti bukan hanya status tapi mereka butuh kemudahan selanjutnya. Merdeka berarti harus ada jaminan kesejahteraan selanjutnya. Bukan berusaha mengisi kemerdekaan tapi ngedumelin kemerdekaan. Sudah bebas, tapi pikiran belum bebas. Sudah merdeka, tapi pikiran masih terjajah. Mental belum siap menghadapi kebebasan. Setiap alami kesulitan yang terjadi adalah langsung bernostagia pada masa lalu. Pada masa perbudakan.

Di Jaman Orba, semua orang berteriak minta kebebasan. Bayangkan, berorganisasi saja musti 'tahu aturan' yang berlaku. Tidak boleh sembarangan. Berkhotbah menyingung sedikit, langsung di tangkap. Pemilu ada, tapi siapa yang pilih PDI dan PPP pasti ketahuan. Demokrasi tapi diawasi. Meskipun lagu Pemilu semua hafal, bahwa Umum Bebas dan Rahasia.....tapi itu cuma lagu. Orang bisa hilang kapan saja dan bahkan sampai sekarang kita tidak tahu keberadaanya. Tidak boleh berbeda! Bahkan sisiran rambut harus sesuai petunjuk.

Lalu sekarang, dalam era kebebasan dan semakin maju, bukan berarti kesulitan hilang....kesulitan tetap ada meskipun berbeda jenisnya tapi intinya kita telah 'memajukan'diri ke lebih baik. If Better is possible, good is not enough. Tapi itulah kita, lebih banyak orang yang lebih suka perubahan status tapi mental tidak siap. Lihat saja, lebih banyak yang masih suka pemilihan kembali ke Jaman dulu (baca Orba). Semua ditunjuk. Kebebasan, dimana perbedaan adalah realitas dianggap sebagai ancaman. Persaingan dan pertarungan politik menjadi satu kenyataan yang harus dihadapi. Yang artinya ada yang kalah dan ada yang menang. Tapi banyak yang tidak siap, masih mental orba.

Bahkan lebih jauh,  mental sebagian kita masih seperti negara yang dijajah. Untuk pengelolaan kekayaan alam, diserahkan pada orang luar. Orang luar dianggap lebih ahli, tenaga dalam negeri dianggap kelas 2. Lebih mudah mengelola (terima) komisi dari pada berjuang untuk produksi sendiri. Yang sadar akan kebebasan, malah jadi oportunis dan serakah. Saking serakah, lingkungan sendiri dihabisi. Lingkungan dibabat habis. Green diabaikan demi Greed.  Untuk pendidikan harus ada embel-embel internasionalnya, kalau bicara harus bunyi english atau arabnya keren dan gaya. Ingin bebas, tapi begitu diperoleh, bahasa sendiri saja tidak bangga. (temasuk saya ada beberapa pake istilah asing)

Nostalgia masa lalu oke-oke saja, tapi era terus berubah. Kalau kita sudah masuk ke taraf lebih baik, kenapa harus kembali ke praktek-praktek  pada masa lalu yang ketinggalan dan tidak cocok untuk diterapkan. Bahkan teks sudah berbeda dengan konteks bahasa dan definisi  telah mengalami perubahan.

Musa membawa bani Israel keluar dari perbudakan tapi mental tidak siap dan mereka tidak pernah sampai pada negeri yang dijanjikan, negeri yang berimpah susu dan madunya. Siapa yang mencapainya, adalah generasi berikut yang telah memahami tentang mengisi kebebasan itu, bukan menangisinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun