Generasi Emas 2045 merupakan sebuah wacana dan gagasan dalam rangka mempersiapkan generasi muda Indonesia yang berkualitas, berkompeten, dan berdaya saing tinggi. Pada momentum satu abad kelak, Indonesia ditargetkan sudah menjadi negara maju dan sejajar dengan negara adidaya lainnya. Untuk mewujudkan wacana tersebut, perlu dilakukan upaya untuk mempersiapkan generasi emas di masa depan mulai sedini mungkin. Faktanya, di Indonesia saat ini masih banyak bayi yang mengalami BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan dapat menghambat realisasi wacana Indonesia Emas 2045. BBLR pada bayi seringkali dikaitkan dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan global yang secara mengejutkan tidak hanya mempengaruhi ibu, tetapi juga bayi yang akan dilahirkan. Data menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 48.9%. Kota Depok menjadi salah satu wilayah yang menunjukkan tren yang memprihatinkan dengan prevalensi mencapai 4,9% karena anemia pada ibu hamil terbukti berkontribusi pada kasus bayi dengan BBLR.Â
Anemia pada ibu hamil bisa terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya akibat ketidakpatuhan dalam konsumsi TTD (Tablet Tambah Darah) sesuai anjuran dan tidak memadainya asupan zat gizi seperti vitamin A, Vitamin B12, asam folat, juga zat besi. Selain itu juga bisa disebabkan akibat adanya infeksi parasit serta gangguan penyerapan zat gizi.Â
Dampak terhadap bayi yang dilahirkan
Anemia pada ibu hamil tidak hanya berdampak negatif untuk ibu hamil, tetapi juga berdampak buruk untuk bayi yang dilahirkan. Bayi yang lahir dari ibu anemia kemungkinan besar akan mengalami anemia. Hal tersebut terjadi karena bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami anemia hanya memiliki sedikit cadangan zat besi atau bahkan tidak memiliki cadangan zat besi sama sekali. Selain itu, ibu hamil yang mengalami anemia lebih banyak melahirkan bayi BBLR. Hal ini dibuktikan dengan hasil dari beberapa penelitian serupa seperti yang dilakukan oleh Noviati dan Aisyah (2018) di Rumah Sakit Singaparna Medical Centre (SMC) kabupaten Tasikmalaya. Profil Kesehatan Kota Depok tahun 2023, mencakup 47.540 ibu hamil dan 43.673 bayi, juga menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Anemia selama kehamilan dapat mengganggu suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin, sehingga menghambat pertumbuhan berat badan janin dan meningkatkan risiko BBLR. Temuan ini sejalan dengan penelitian oleh Rahadinda et al. (2022) di RSUD Abdul Wahab Sjahraine Samarinda, yang menyatakan bahwa ibu hamil dengan anemia memiliki risiko 8,067 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia.
Dampak Jangka Panjang pada Bayi
Emangnya kalau berat badan bayi rendah kenapa? kan, tinggal dikasih makan yang banyak aja!
Faktanya, enggak se-simple itu, lho!Â
Anemia tidak hanya berdampak pada masa neonatal, tetapi juga dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, termasuk keterlambatan tumbuh kembang, risiko tinggi terkena penyakit kronis, dan rendahnya kualitas hidup di masa dewasa termasuk penurunan fungsi tubuh serta penurunan kondisi mental. Selain itu, berat badan lahir rendah (BBLR) juga berdampak pada produktivitas nasional akibat meningkatnya beban masyarakat.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Ya sudah, terima saja!
Banyak orang percaya bahwa berat badan lahir rendah pada bayi adalah takdir yang tidak bisa diubah. "Ya sudah, terima saja!"Â begitu biasanya pendapat yang sering kita dengar di masyarakat. Faktanya, berat badan lahir rendah bisa dicegah sedini mungkin, lho.
Mengingat dampaknya yang tidak dapat dianggap sepele, pencegahan dan pengobatan anemia pada ibu hamil perlu dilakukan. Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan sejak usia remaja, yakni dengan mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) 1 kali seminggu secara rutin. Tablet tambah darah (TTD) tersebut sudah diperkenalkan sejak tahun 2014 di Indonesia. Tahun ini, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan program Multiple Micronutrient Supplement (MMS) guna mengatasi kejadian anemia pada ibu hamil. Multiple Micronutrient Supplement (MMS) merupakan suplemen multivitamin yang mengandung TTD (besi dan asam folat) serta 9 vitamin dan 4 mineral lainnya. Dengan begitu, kandungan MMS lebih lengkap dibandingkan TTD sehingga dapat bekerja lebih efektif untuk mengatasi anemia pada ibu hamil. Â
Selain itu, gejala yang umumnya muncul setelah konsumsi TTD, seperti perut perih, mual, dan sembelit, jarang terjadi setelah konsumsi MMS. Hal ini karena kandungan zat besi pada MMS lebih rendah dibandingkan pada TTD. Namun, kandungan vitamin A dan C yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi membuat MMS memiliki efektivitas yang lebih baik dalam mengatasi anemia dibandingkan TTD. Oleh karena itu, ibu hamil dianjurkan mengonsumsi MMS sebanyak 1 tablet setiap hari selama 6 bulan sejak awal kehamilan, atau setara dengan 180 tablet, untuk mendapatkan manfaat yang maksimal. Implementasi program MMS ini diharapkan dapat menekan kejadian anemia pada ibu hamil dan meningkatkan kesehatan ibu sehingga nantinya bayi yang dilahirkan sehat dan tumbuh dengan optimal. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI