Jual-beli hutan dalam REDD, privatisasi air dalam reklamasi, monopoli manajemen sampah dan banjir, monopoli kepemilikan saham PDAM, pengabaian masalah transportasi, informasi AMDAL yang tidak transparan, dan banyak hal lain adalah rapor merah masyarakat politik Indonesia yang tidak menyadari tugasnya sebagai manusia ciptaan Allah yang seharusnya membela hak ekosob masyarakat sesuai Kovenan Ekosob Masyarakat PBB. Implementasi kebijakan-kebijakan ekologi itu tidak sesuai dengan intisari keempat ensiklik Paus dan iman Katolik tentang keadilan. Seolah-olah masyarakat politik selalu bekerjasama dengan masyarakat bisnis saja.
Dalam kelesuan masalah lingkungan hidup, Indonesia masih belum berkiblat kepada “Tuhan politik‟ yang sebenarnya, yakni Allah itu sendiri, dan lebih memercayai “Paus Globalisasi” yang hasrat utamanya hanya membangun, dan membangun…Nah, dengan segala keterbatasan dan prestasi penulis dalam aspek politik, penulis mencoba menawarkan dua Langkah Efektif Kebijakan Ekologi (LEKO) kepada PemProv DKI Jakarta. Pertama adalah percepatan agar Raperda RT/RW 2010-2030 segera disahkan, sehingga implementasi kebijakan ekologi di masa depan memunyai sandaran hukum yang jelas, baik secara pembagian anggaran atau ketetapan teknis. Oleh karena itu, PemProv DKI Jakarta harus segera berkoordinasi dengan person-person DPRD terkait.
LEKO kedua adalah perintah tugas tim analisis PNS divisi Penghitungan Tata Kota di Dinas Teknis dengan cara pembelajaran menyeluruh akan tanah, udara, dan aspek alam lain di seluruh provinsi Indonesia. Format pelaporan tidak dibakukan, tetapi membawa nama keresmian tiap provinsi yang harus dipublikasikan di website resmi bentukan pemerintah. Adapun hal-hal teknis yang harus dilaporkan antara lain; kelembaban tanah, pengkikisan pantai, jumlah pohon teduh, kejernihan air tanah, dan perluasan zat metana di udara.
Segera setelah surat laporan itu dipublikasikan, maka Pemerintah Indonesia harus menghapus pasal-pasal yang secara logis membuat destruksi hal-hal yang telah dianalisis tadi. Demikianlah esai ini ditulis tidak hanya untuk meramaikan Lomba Esai Mongabay Indonesia 2015, tetapi juga mengkritik para pemilik modal yang turut menyumbang pajak agar berpikir ulang tentang pembangunan proyek yang dapat merusak lingkungan hidup dan pemerintah Indonesia dapat memberi sanksi tegas kepada para pelanggarnya. Apakah masyarakat Kalimantan perlu menggunakan masker kembali?
Esai ini sudah ditampilkan di:
DAFTAR REFERENSI
Carpentier, Jean dan François Lebrun. Sejarah Prancis: Dari Zaman Prasejarah hingga akhir abad ke-20. 2011. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Dam, Syamsumar. Politik Kelautan. 2007. Jakarta: Bumi Aksara.