plastik. Pada pelaksanaannya, program ini diperkuat dan didukung dari dosen pembimbing lapangan Bapak Hery Murnawan, ST., MT., CSCA selaku kaprodi Teknik Industri Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang telah memberikan pengarahan terkait jalannya pelaksanaan pencacah plastik.
Jean Audi, salah satu mahasiswa Teknik Industri di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, khususnya dibagian produksi pencacahPeningkatan jumlah sampah botol plastik disebabkan oleh penggunaan botol plastik sebagai kemasan pada berbagai produk kebutuhan manusia, termasuk deterjen, pewangi lantai, galon air minum, dan bahkan perabotan manusia. Kondisi ini diperkuat oleh kebiasaan masyarakat yang lebih suka membeli minuman daripada membawa minum sendiri, menyebabkan peningkatan akumulasi sampah botol plastik. Plastik dipilih sebagai bahan kemasan atau peralatan karena dianggap ringan, mudah dibentuk, dan cocok untuk menyimpan makanan. Di Kota Surabaya, tangan-tangan pengepul telah mengumpulkan puluhan hingga ratusan ton sampah botol plastik.
Untuk mengatasi fenomena ini, pengelolaan limbah botol plastik perlu segera diambil tindakan. Meskipun cara ini dapat cepat mengurangi tumpukan sampah plastik di tempat pembuangan akhir, tetapi dapat menimbulkan masalah baru dengan pencemaran udara jika sampah dibakar. Oleh karena itu, daur ulang menjadi solusi yang lebih baik. Jenis plastik yang dapat didaur ulang, seperti HDPE (High Density Polyethylene), meliputi tutup botol minuman, botol deterjen, botol sabun, dan botol shampo.
Untuk meningkatkan efisiensi proses pencacahan, perlu dilakukan upaya untuk memperkecil ukuran bahan dengan pencacahan pendahuluan dan merusak struktur bahan dengan meremukkan, menekan, menarik, dan merobek-robek bahan agar menjadi lebih lunak. Pencacahan pendahuluan menggunakan mesin pencacah berbentuk crusher dapat membantu meningkatkan produksi cacahan plastik industri plastik.
Spesifikasi mesin pencacah plastik mencakup kapasitas mesin sebesar 100kg/hari dengan kebutuhan listrik 1 kWh, 6 mata pisau, dan ukuran saringan sebesar 0,8 cm. Mesin ini memiliki beberapa kendala, seperti cepat panas jika digunakan terlalu lama, yang dapat membuat mata pisau menjadi tumpul dan menghasilkan cacahan dengan bentuk dan ukuran yang berbeda, seperti serbuk plastik. Serbuk tersebut dapat menyebabkan penyusutan produksi, sehingga target produksi tidak tercapai.
Penggunaan plastik sebagai pengganti material lain semakin meningkat, sehingga perusahaan plastik membutuhkan bahan baku cacahan plastik sesuai dengan spesifikasi produk. Untuk mengatasi permintaan yang meningkat, proyek pencacahan plastik dapat dijalankan. Proyek ini diterapkan di Masyarakat Desa Keboansikep Kecamatan Gedangan, Sidoarjo, dengan tujuan mengalokasikan sampah plastik untuk diproses lebih lanjut (reproses) dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Analisis kelayakan pendirian usaha perlu dilakukan sesuai dengan kondisi mesin pencacah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H