Mohon tunggu...
Clarissa Jessica
Clarissa Jessica Mohon Tunggu... Lainnya - since '03

disturb the universe with tainted words.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesultanan Ternate, Sebuah Bandar Sejarah di Kawasan Timur Nusantara

4 September 2019   21:14 Diperbarui: 5 September 2019   18:50 2456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa itu tidak dapat dielakkan bahwa perang antarsaudara pecah karena adu domba yang dimanfaatkan oleh Portugis. Karena Sultan Bayanullah tewas dan meninggalkan pewaris yang masih sangat belia, maka Permaisuri Nukila yang berasal dari Tidore bermaksud untuk menyatukan Ternate dan Tidore dalam satu mahkota. Kedua anaknya yang akan ditentukan menjadi sultan yaitu Pangeran Hidayat dan Pangeran Abu Hayat. Namun, adik almarhum Sultan Bayanullah, Pangeran Tarruwese bermaksud untuk merebut kekuasaan tersebut untuk dirinya sendiri. Kubu Permaisuri Nukila didukung oleh Tidore, sedangkan Pangeran Tarruwese didukung oleh Portugal.

Bagaimanakah akhir dari perang saudara tersebut?

Walaupun didukung oleh Portugal dan akhirnya memenangkan pertempuran melawan rakyat Tidore yang dikerahkan oleh Permaisuri Nukila, Pangeran Tarruwese tetap harus menerima kenyataan pahit bahwa dirinya telah dikhianati oleh Portugal. Ia bahkan sampai dibunuh karena dianggap mengganggu Portugal dalam menjalankan pekerjaannya.

 Setelah peristiwa itu, diangkatlah Sultan Tabariji oleh Gubernur Portugal. Namun setelah beberapa waktu, ia menunjukkan sikap yang bermusuhan sehingga difitnah dan dibuang ke Goa, India. Ia diperintahkan untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai wajib Kristen dan vasal Kerajaan Portugal, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Sultan Khairun (1534-1570). Tindak-tanduk bangsa Portugal yang tidak bersahabat terhadap masyarakat Ternate, bahkan saudara-saudara Sultan Khairun, membuatnya geram dan bermaksud untuk mengusir Portugal dari Maluku. 

Sejak masa pemerintahan almarhum Sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat di Nusantara dan pusat Islam utama pada abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah jatuhnya Malaka pada abad ke-15. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung terjangan Portugal di Nusantara. Sultan Khairun dengan berani mengutarakan perang terhadap Portugal. Portugal ternyata memiliki kedudukan kuat dengan adanya benteng dan gudang persenjataan di seluruh Maluku, serta sekutu-sekutu pribumi yang dipaksa menyerang Ternate. Karena Aceh dan Demak terus-menerus mendesak Portugal di Malaka, maka di Maluku, Portugal mengalami kesulitan mendapat bala bantuan. Pada akhirnya, Portugal dengan terpaksa mengajukan damai terhadap Sultan Khairun. Namun, Lopez de Mesquita, gubernur Portugal yang berniat licik dengan mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan membunuhnya dengan kejam.

Pembunuhan tersebut mendorong rakyat Ternate untuk mengusir Portugal. Bahkan ketika pemerintahan diambil alih oleh Sultan Baabullah (1570-1583), rakyat Ternate dengan kekuatan penuh menggempur pos-pos pertahanan Portugal di Maluku. Setelah berperang selama kurang lebih lima tahun di Maluku, Portugal akhirnya mencabut kedudukannya dan meninggalkan Maluku. Karena kemenangan ini, Sultan Baabullah dijuluki sebagai 'Penguasa 72 Pulau' karena berhasil pula menaklukkan pulau-pulau berpenghuni di wilayah timur Nusantara, termasuk Kepulauan Filipina dan Kepulauan Marshall. Hal ini menjadikannya sebagai kerajaan Islam terbesar di Nusantara didampingi oleh Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah Nusantara. Periode keemasan ketiga kesultanan ini adalah pada abad ke-15. Ketiganya merupakan pilar pertama yang membendung kolonialisme bangsa Barat. 

Sultan Baabullah (ruangbelajarips.blogspot.com)
Sultan Baabullah (ruangbelajarips.blogspot.com)

Selepas kematian Sultan Baabullah, Ternate mulai melemah. Kerajaan Spanyol yang bekerjasama dengan Portugal kembali berusaha untuk menguasai Maluku, termasuk Ternate. Dengan kekuatannya, Spanyol menyerang kedudukan Ternate di Filipina. Kejatuhan Ternate memaksa Ternate untuk meminta bantuan dari Belanda pada tahun 1603. Perjanjian yang telah dibuat antara Ternate dan Belanda (VOC) pun diresmikan pada 26 Juni 1607. Dengan bantuan yang didapat dari Belanda, Ternate berhasil mengusir Spanyol dari Maluku, namun ada hutang yang harus dilunasi Ternate. Belanda perlahan-lahan menerima kedudukan di Ternate sebagai imbalan bantuan yang diberikannya. Benteng Oranje merupakan tindakan pertama Belanda untuk menetapkan kedudukannya di Ternate. 

Benteng Oranje (merahputih.com)
Benteng Oranje (merahputih.com)

Semakin lama, Belanda semakin mudah mencengkeram Ternate dan mengendalikan rakyat Ternate melalui perintah-perintah yang dikeluarkan oleh sultan. Sikap Belanda yang tidak menghormati aliansi antara Ternate dan Belanda menimbulkan pemberontakan-pemberontakan di Ternate. Setidaknya, ada empat pemberontakan yang dikobarkan oleh para bangsawan Ternate di Maluku. Pertumpahan darah dari berbagai wilayah di dekat Ternate terhadap Belanda banyak menyebabkan kekalahan yang fatal terhadap rakyat. Bahkan tidak sedikit pemimpin pemberontakan yang disiksa dan dieksekusi oleh Belanda. 

Perjuangan rakyat Ternate tidak berhenti sampai disitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun