Mohon tunggu...
M AlifAdhitya
M AlifAdhitya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama Saya M Alif Adhitya , Palembang saya seorang Mahasiswa Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bencana Kelaparan Semasa Revolusi Kebudayaan

29 November 2024   12:00 Diperbarui: 29 November 2024   11:55 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Konstruktivisme semakin menggarisbawahi risiko ideologi yang kaku dalam manajemen krisis: sementara tulang punggung ideologis yang kuat dapat memberikan arahan, kekakuan yang ekstrem menghambat adaptasi tata kelola. Selama Revolusi Kebudayaan, misalnya, kepatuhan terhadap prinsip-prinsip komunis radikal oleh Mao hanya memberikan sedikit ruang gerak untuk penyesuaian kebijakan meskipun terjadi kelaparan yang meluas. Komitmen ideologis di tingkat negara perlu diimbangi dengan pertimbangan praktis untuk memastikan kebijakan tetap responsif terhadap perubahan keadaan dan praktik berbasis bukti.

Dalam praktiknya, transformasi Vietnam dari ekonomi yang dikomandoi secara terpusat menjadi prinsip-prinsip yang lebih berorientasi pasar melalui reformasi i Mi pada tahun 1980-an menggambarkan fleksibilitas ideologis yang dapat dipraktikkan untuk mewujudkan peningkatan ketahanan pangan. Dengan modernisasi pertanian dan merangkul perdagangan internasional, Vietnam menjadi salah satu pengekspor beras terbesar di dunia dari negara dengan produksi pangan yang tidak memadai. Kesimpulan

Ini adalah krisis pangan di Tiongkok selama Revolusi Kebudayaan dan menunjukkan bagaimana kebijakan negara dapat diselaraskan dengan kebutuhan material dan manusia dari penduduk. Konstruktivisme menawarkan perspektif yang berharga, yaitu perspektif yang di dalamnya norma, identitas, dan ideologi membentuk keputusan kebijakan dan hasilnya.

Penanganan krisis pangan yang efektif mengharuskan negara untuk mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat dalam identitas nasional mereka, memperkuat lembaga domestik, merangkul kerja sama internasional, dan mendorong partisipasi publik. Suatu negara juga harus fleksibel dalam komitmen ideologis untuk membuat kebijakan yang pragmatis dan responsif terhadap tantangan dunia nyata.

Hal ini tidak hanya relevan dengan pengalaman historis Tiongkok, tetapi juga telah digunakan sebagai pedoman bagi banyak negara lain yang menghadapi masalah ketahanan pangan. Dengan pendekatan konstruktivis, negara dapat menciptakan sistem tangguh yang mencegah kelaparan bagi penduduknya dan memastikan pembangunan berkelanjutan melalui solidaritas internasional terhadap krisis yang akan datang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun