Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance dan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah yang efektif dan efisien. Reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tujuan dari reformasi birokrasi adalah terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dengan aparatur berintegritas tinggi, produktif, dan melayani secara prima dalam rangka meningkatkan kepercayaan public Perubahan paradigma administrasi dalam menghadapi era globalisasi saat ini perlu dilakukan pada berbagai dimensi.Â
Dimensi pertama, menyangkut perilaku birokrasi. Perilaku birokrasi baik individual maupun institusional sangat dipengaruhi oleh pandangan terhadap "kekuasaan" (power/authority). Dimensi kedua, reorientasi dalam filosofi administrasi negara itu sendiri. Dilihat dari dimensi ini, pendayagunaan aparatur negara meliputi tiga hal, yaitu:
1) Pengenalan secara mendalam berbagai "basic fundamentals" tentang administrasi baik yang menyangkut komponen maupun elemennya dengan cara berpikir sistematis dan rasional;
2) Merupakan berbagai paradigma untuk pegangan dalam operasional basic fundamentals sebagai instrumen analisis;
3) Penetapan obyek penerapan yang dipandang kritis dalam keberhasilan upaya yang meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas aparatur negara.
Terselenggaranya tata pemerintah yang baik (good governance) merupakan cita- cita yang terus berproses untuk diwujudkan di berbagai tingkat pemerintahan. Kepemerintahan seperti itu dilandasi oleh tegaknya prinsip-prinsip seperti supremasi hukum, profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi, baik dalam pengelolaan kebijakan maupun dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Adanya jarak (gap) antar generasi biasanya pembaruan sedikit terhambat. Banyak faktor yang menjadi penyebab, diantaranya senioritas yang sulit menerima ide baru dan dianggap menganggu kenyamanan dalam bekerja. Oleh sebab itu, untuk mencapai pemerintahan yang baik maka tidak bisa untuk menghilangkan salah satu dari kedua kelompok tersebut. Kolaborasi bisa menjadi sebuah solusi untuk hal tersebut, dengan kebijaksanaan kaum terdahulu dapat berjalan bersamaan dengan ide-ide baru yang dapat menjadikan pekerjaan berjalan lebih efektif dan efisien.
Seiring perjalanan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, sering kali tercatat dalam sejarah mengenai perbedaan pemahaman antar generasi yang kemudian malah menciptakan gerakan yang lebih baik karena hal itu. Tak jarang kaum muda bergerak lebih dulu sehingga menginspirasi kaum tua dalam mengambil keputusan atau melakukan gerakan lain. Salah satu contoh adalah terjadinya sumpah pemuda  yang menjadi pemicu semangat untuk mendirikan Negara Indonesia.
Tetapi hal tersebut terus terjadi pada pemerintahan saat ini. Dengan banyaknya aparatur baru untuk menggantikan pegawai lama yang sudah pensiun, terkadang tidak memberikan perubahan signifikan karena adanya senioritas yang berlebih, yang membuat tertahannya pembaharuan dan malah memamah biak ide-ide lama.
Dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia, kebijakan pengembangan sumber daya aparatur negara ini telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) sampai Peraturan Daerah (Perda) dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.Â
Dalam peraturan tersebut, umumnya ditegaskan bahwa upaya peningkatan kualitas aparatur negara dilakukan dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip pemberian penghargaan dan sanksi, meningkatkan fungsi dan keprofesionalan birokrasi dalam melayani masyarakat dan akuntabilitasnya dalam mengelola kekayaan negara secara transparan, bersih dan bebas dari penyalahgunaan.
Beragamnya tipikal dalam sebuah organisasi menjadi dua mata pisau. Ketepatan dalam memilah dan menyatukan sebuah kelompok yang sesuai dengan kompetensi yang saling melengkapi menjadikan keberagaman sebagai sebuah hal yang positif. Kesenjangan kompetensi pun harus diperpendek dengan adanya pelatihan dan pengembangan yang dibuat secara berkelompok pula. Dimana dalam kelompok tersebut dapat digabungkan dari berbagai generasi pegawai.
- Strategi Mengkolaborasi Sumber Daya Manusia Aparatur
Untuk menganalisis arah dan strategi pengembangan sumber dya aparatur, kiranya perlu disimak berbagai hal atau faktor kunci keberhasilan (critical success factors) yang meliputi pengembangan sistem kepegawaian yang "unified", proporsional dan rasional, pengembangan sistem manajeman kepegawaian yang mampu mengantisipasi perkembangan lingkungan stratejik, dan memantapkan profesionalitas PNS yang seimbang dengan kebutuhan organisasi, pengembangan karier dan kesejahteraan pegawai.Â
Pengembangan sistem kepegawaian yang unified, proporsional dan rasional merupakan bagian dari refomasi sistem kepegawaian (Personnel System Reform). Secara keseluruhan reformasi sistem kepegawaian ini ditujukan untuk terwujudnya demokratisasi, desentralisasi dan pengembangan sistem kepegawaian yang dititikberatkan kepada "merit system", mengarahkan sistem pengembangan sumber daya aparatur dengan sasaran utama untuk menjelaskan kinerja pegawai sesuai dengan standar kompetensi melalui kajian organisasional, okupasional maupun individual, dan menyusun desain prakondisi sistem kepegawaian, antara lain:
1. Â Penyusunan klasfikasi jabatan PNS secara rasional, sebagai bahan penyusunan peta jabatan pada setiap satuan organisasi.
2. Â Penyusunan standar kompetensi jabatan PNS sebagai tolok ukur kinerja PNS.
3. Penyusunan sistem menggabungkan pegawai senior dengan pegawai baru dalam organisasi pada tingkat terkecil. Sehingga kebijaksanaan bisa berjalan beringingan dengan ide-ide dan semangat perubahan menuju lebih baik.
- Â Menyetarakan Kompetensi Sumber Daya Aparatur
Sumber daya aparatur yang berkualitas merupakan prasyarat dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan negara serta pemerintah kepada masyarakat. Dan agar setiap upaya pembinaan kearah peningkatan kualitas aparatur pemerintah mencapai sasaran dan menjadi relevan dalam menjawab tuntutan reformasi pada pencapaian standar kompetensi baik bagi aparatur pemangku jabatan struktural, fungsional maupun staf/pegawai non-jabatan. Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan individual untuk menunjukkan hasil kerjanya sesuai dengan standar yang diperlukan. Fokus utama kompetensi adalah kapasitas atau perilaku yang dibawa oleh seorang pegawai/staf ke dalam jabatannya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan efektif.
Dalam hubungan ini perlu ada penetapan standar kompetensi yang dimaksudkan agar sumber daya aparatur (SDA) memiliki acuan yang jelas dalam lima (5) tipe karakteristik kompetensi, yaitu : motif (motive), sifat (traits), konsep priabdi (self-concept), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) (Spencer and Spencer, 2008).Â
Aparatur yang bersangkutan harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan ini. Hal ini penting agar modal pengetahuan, keahlian dan perilaku yang dimiliki oleh sumber daya manusia aparatur serta pemgembangannya dapat memiliki konstribusi yang signifikan untuk mencapai aims, objective, indicator, dan targets organisasi. Penetapan standar kompetensi juga merupakan langkah mempertegas dan memperjelas kualifikasi dalam melaksanakan tugas-tugas atau tanggung jawabnya sesuai dengan kompetensi. Kompetensi memiliki multi fungsi yang berguna sebagai acuan dalam rangka seleksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H