Sejarah kehidupan manusia mencatat bahwa manusia tidak akan pernah berhenti dengan aktivitas memproduksi dan mengonsumsi yang secara sederhana dikenal sebagai aktivitas utama perekonomian. Namun di akhir proses produksi selalu terjadi adanya sisa (sampah/limbah) atau tidak semua setiap sumber daya masukan akan menjadi seratus persen utuh menjadi produk yang diinginkan. Bagaimana memaksimalkan proses produksi dengan limbah yang kecil serta upaya upaya peningkatan perekonomian berkelanjutan yang berbasis lingkungan adalah sebuah pekerjaan rumah di seluruh dunia.
Fenomena selanjutnya adalah apakah setiap aktivitas ekonomi (produksi, distribusi dan konsumsi) memiiki fondasi kokoh terhadap ketepatan tujuan/kebermanfaatan dan ketepatan waktu bagi pelaku ekonomi (produsen/konsumen). Mengapa? Karena titik dasar inilah menentukan apakah setiap aktivitas manusia bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan atau pemuasan keinginan yang sangat identik dengan sebuah eksploitasi. Pada banyak pengalaman eksploitasi dan monopoli ekonomi sangat memengaruhi dan berimplikasi terhadap degradasi lingkungan di bumi.
Penjelasan awal di atas adalah sedikit banyak menjadi salah satu latar belakang dari isu utama yang semakin populer belakangan ini yaitu tentang Net-Zero Emissions (NZE). Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim Climate Leader's Summit akhir April 2021 meminta komitmen 40 negara terhadap pemenuhan NZE sebagaimana sebelumnya disepakati pada KTT Perubahan Iklim di Paris Tahun 2015 lalu. Namun apakah NZE itu sesungguhnya? Benarkah NZE bisa tercapai? Apa faktor penghambat NZE?
Berdasarkan referensi dari beberapa sumber, NZE dapat diartikan sebagai nol bersih emisi karbon. Namun hal ini bukan mengacu pada pengertian berhentinya umat manusia untuk memproduksi emisi atau tidak melakukan aktivitas ekonomi. Secara alamiah manusia dan bumi tidak bisa terhindar dari memproduksi emisi karbon. Dengan bernafas saja manusia telah menghasilkan karbon dioksida dan diprediksi berkonstribusi 5%-6% terhadap volume emisi karbon tahunan.
Karbon dalam ambang batas tertentu sangat dibutuhkan oleh bumi. Pepohonan, perairan, dan tanah memproses emisi karbon dioksida dalam siklus fotosintesis. Karbon dioksida yang bercampur dengan zat dan gas lain akan membentuk reaksi kimia yang melepaskan karbon dan oksigen. Oksigen tentu dibutuhkan oleh mahluk hidup sedangkan karbon diperlukan untuk tanaman tumbuh hingga menjadi bahan dasar logam.
NZE adalah upaya agar emisi karbon yang dihasilkan tidak sampai ke atmosper sehingga pembentukan konsentrasi gas rumah kaca sebagai biang kerok pemasanan global dapat dihindari. Berita buruk buat penduduk bumi adalah apabila NZE bisa dilaksanakan sejak tahun 2060 bukan berarti ancaman bencana melelehnya bumi begitu saja terhindari. Peningkatan panas global bukan terjadi tiba-tiba namun telah terbentuk sejak 3 abad terakhir sejak Revolusi Industri Tahun 1750. Revolusi industri yang ditandai dengan ditemukannya mesin uap dan pemakaian bahan bakar fosil (batubara, minyak dan gas) secara masif hingga kini.
Apa yang bisa menyerap emisi karbon? Secara alamiah, emisi karbon terserap oleh pepohonan, lautan, dan tanah. Penelitian menyebutkan bahwa penghijauan atau restorasi hutan menyerap 20% emisi karbon, selanjutnya laut dan perairan yang sehat sebesar 23% dan sisanya tanah. Untuk yang tidak tertampung akan menguap ke atmosper.
Jadi Apa Yang Harus Kita Perbuat?
Faktor kunci meningkatkan dan memelihara fungsi tiga unsur penting penyerap karbon di bumi sebagaimana disebutkan sebelumnya yaitu melalui rehabilitasi hutan (reboisasi), menyelamatkan perairan/lautan dan tanah lewat perubahan prilaku yang membumi. Keseimbangan alam yang semakin terdegradasi akibat ulah manusia itu sendiri dengan mengagungkan pemenuhan kebutuhan yang serakah seakan membuat luka yang menganga dalam kurun waktu 300 tahun sejak revolusi industri. Tuntutan oleh negara maju kepada Indonesia sebagai pemilik hutan tropis terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Kongo untuk mempertahankan hutan sebagai paru-paru dunia dijawab pula oleh Presiden Jokowi agar negara maju lainnya memiliki semangat yang sama memelihara keseimbangan alam dan lingkungan. Demikian disampaikan Presiden pada kesempatan yang sama di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim Climate Leader's Summit.Â
Berdasarkan data dari beberapa sumber menyebutkan bahwa penyediaan sumber energi sebagai motor perekonomian adalah 90% penyumbang emisi global. Data berikutnya menyebutkan bahwa sebanyak 63% masih bergantung pada energi fosil (minyak bumi, batu bara dan gas). Karenanya tidak bisa dihindari lagi upaya menaikkan bauran sumber energi terbarukan menjadi salah satu cara mencapai NZE melalui kebijakan global.
Bagi saya, yang adalah satu dari 7,7 miliar orang lebih masyarakat dunia saat ini, tentunya tidak bisa bersuara lantang untuk menyelamatkan bumi lewat NZE. Suatu perubahan besar akan dimulai dari perubahan kecil terlebih dahulu. Setidaknya gerakan NZE bisa dimulai dari diri saya dan anda lewat hal-hal yang sederhana dan konsisten.
Ada 5 aktivitas utama berkaitan dengan NZE yang menjadi tanggung jawab setiap individu di atas planet bumi ini. Aktivitas pertama adalah bagaimana cara pandang dan sikap setiap individu memenuhi kebutuhan akan makanan (pangan). Sebagai konsumen dari penikmat hasil pangan yang dihasilkan oleh petani yang telah bersusah payah menghadirkan berbagai panganan di meja makan atau piring setiap orang justru terkadang menjadi sia-sia dengan begitu banyaknya sisa makanan yang terbuang. Kontras dengan di belahan dunia lainnya yang justru mengalami bencana kelaparan.
Dari beberapa pengalaman baik di dalam maupun di luar rumah masih didapati dari sebagian orang yang begitu rakus dengan makanan dan sebagian lainnya "si tukang diet" yang tidak menghabiskan makanan dan kemudian menjadi sampah. Sampai pada titik dan momen bagaimana menaksir kata "cukup" dengan porsi dari perut setiap individu akan makanan adalah sebuah pekerjaan rumah hingga abad ini. Belum lagi isu lain dengan perubahan pola makan maupun fungsi makanan yang sejatinya adalah sebagai kebutuhan pokok, sedikit bergeser menjadi sebuah simbol atau kebutuhan identitas bahkan prestise. Apa, berapa dan di mana makanan yang dimiliki menggeser dari kata utama "kenyang" yang terkadang membuat diri kita sebagai manusia perlu banyak merefleksikan diri.
Bagaimana menyikapi akan kebutuhan dan penggunaan sumber energi dalam beraktivitas baik sebagai pekerja atau pengusaha menjadi aktivitas kedua untuk mencapai NZE. Pemanfaatan energi yang paling umum digunakan adalah penggunaan listrik. Prilaku dan kebiasaan menghemat listrik baik di rumah atau di kantor adalah menjadi perhatian serius.
Acapkali sesuatu yang menjadi beban kantong pribadi tidak selaras manakala beban itu secara tidak langsung ditanggung oleh perusahaan. Tagihan listrik di rumah yang sering membuat kantong kita jebol seperti tidak memiliki gereget yang sama saat oleh prilaku kita yang tidak disiplin menggunakan listrik di kantor. Peralatan kantor (AC, PC, laptop, printer, mesin fotokopi dan lainnya) maupun lampu yang masih menyala saat beristirahat bahkan ditinggalkan begitu saja ketika pulang kerja adalah sesuatu yang jauh dari sebuah kepedulian. Belum lagi pemanfaatan teknologi berbasis paperless juga belum efektif dan kurang familiar oleh beberapa pekerja. Alhasil limbah kertas menjadi momok biaya bagi perusahaan.
Sebenarnya upaya mencapai NZE hingga menjadi kebiasaan baru lainnya di tengah pandemi Covid-19 adalah dengan meningkatkan prilaku produktif lewat budaya tepat waktu, tepat tujuan dan tepat manfaat yang bisa menjauhkan diri dari budaya konsumtif. Kunci keberhasilan lainnya adalah melalui transfer pengetahuan khususnya kepada para tokoh agama yang bisa menyuarakan NZE yang bila ditelisik adalah sebuah aksi nyata ibadah dan perwujudan nilai rohani demi menyelamatkan keberlangsungan hidup diri dan orang lain.
"Save the Planet, Save the Future"