Mengapa kalbu menjadi terganggu bersama detik-detik resah yang tak perlu?
Rabu yang mengabu meski di semua sudut terbentang awan yang membiru,
Tetap bercengkerama di balik kaca drama deru yang penuh tanda seru,
Nafas cemas bercampur keringat juga tak luput bersahutan meluangkan waktu,
Dikejar sebentar berubah jadi getir, tak lama bergetar menyisakan sesak dalam paru,
Manusia super yang terbang berjumpa bidadari rupawan bermahkotakan cemburu,
Terhempas kemudian meruntuhkan terumbu batu menyisakan sejuta haru,
Aku yang tak pernah terluka dalam, memaksa bisu menawan lidah untuk diburu,
Tak tahu menahu kisah kasih terpisah menciptakan gelisah menanti hari baru,
Kebodohanku menahan rusuh tiada mampu mengucapkan kata setuju,
Memohon berpaling atas panasnya murkamu menyangkal tuduh di atas paku,
Bila sesuatu telah dipalu tak kan berharap kepingan pecah dapat berpadu,
Sampai nanti senandung bertemu sujud sembah pengantar syahdu,
Hanya karenaMu setiap kata gagalku tak pernah berakhir di titik ragu,
Berlari maju berhiaskan kesungguhan demi bahagia yang abadi selalu,
Tak pernah dibiarkan selamanya kelam mendendam jiwa yang menggebu,
Walau sabda hampir habis pupus layaknya dedaunan kering melayu,
Keagungan cinta memeluk setiap sekutu, mencairkan beku sepasang mata hati sayu.
Medan, 9 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H