Aku yang memilih berlutut beranjak pergi ke atas langit,
Menerobos awan berlaksa-laksa berjumpa di atap rindu,
Mengapa sengsara tersisa meresahkan amarah di sukma?
Yang tak tampak masih juga meragukan,
Sementara yang nyata terkadang begitu mengecewakan,
Akad itu telah terberai dan kemah bukan tempat hati yang ramah,
Enggan menyatu yang sudah layu padahal dulu pernah satu,
Tak ada jawaban hanya semilir angin datang pergi melintas,
Mungkin di titik pamungkas perpisahan jadi pantas,
Untuk apa lagi awan membusur ujung ke ujung kalau jiwa mati tergusur?
Sebab titah berisi pesan telah putus jauh dari kata tulus,
Untuk segera berdiri dengan tegak berucap yakin dilengkapi amin,