Mengapa kita menyalah?
Membenci hujan karena banjir yang menenggelamkan,
Mencerca badai ketika rumah di atas pasir roboh berkalang tanah,
Mengutuk perang yang dinodai oleh jiwa yang penuh amarah,
Menista Tuhan dengan sumpah serapah demi nafsu yang terpuaskan,
Melukai jiwa dengan kata-kata lewat tipu daya dibalik cerita,
Meratap kegagalan dengan linang air mata meski tiada sebuah persiapan,
Mendustai sesama dengan bangga tak pernah tahu bala yang melanda,
Menyerah kalah dengan kondisi padahal tahu hidup selalu ada solusi,
Melintasi kegelapan dalam kesesatan tanpa membawa bekal penerangan,
Menangisi yang mati penuh penyesalan meski tersisa hidup untuk masa depan,
Mengapa begitu merana padahal terlahir sebagai manusia di dunia fana?
Tak mau menerima secuil duka rasa padahal nikmat suka telah dikecap berlaksa-laksa?
Mengejar yang akan ditinggalkan dan meninggalkan apa yang dicari kemudian?
Sudah matikah nurani dalam diri tanpa berani memutus ego untuk dikebiri?
Bangkitlah dan pulanglah dalam hening doa karena keliru tak perlu ditiru,
Mari lapangkan dada menyambut mentari, tertanda cinta dari pemilik seisi bumi
Â
Medan, 2 Juni 2021
-Jesayas Budiman Surbakti-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H