Berguguran dedaunan jatuh mendapatkan tanah,
Bukan karena merindu tapi angin yang memaksa pergi,
Teriknya mentari menari gembira juga saling bersahutan,
Dalam kilauan cahaya kesempurnaan di setiap tepi,
Mendapatkan aku yang gemetar mengapa tak kudapatkan dia,
Yang jauh pergi memberikan dahaga bagi hasrat yang tersesat,
Jauh tak mampu kugapai meski menelusuri rapatnya bumi,
Bertemu dengan kerasnya bebatuan menangis bersama,
Kering nan tandus tak berani menolak api yang penuh dendam,
Menghanguskan kaki dan jemari yang semakin merapuh,
Menanti pagi di tengah siksaan siang dan bersiap menyambut malam di pengujung takdir,
Menuju keabadian dalam kehancuran yang menyesakkan jiwa,
Betapa malangnya karena tak cukup bahagia terlanjur gersang yang melanda,
Kataku tak terbendung menyempatkan hari di ujung panas yang semakin menikam,
Sampai akhirnya seluruh tubuhku kembali menjadi debu menyisakan isak tangis syahdu.
Medan, 25 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H