Tuhan memilih engkau dan dia pergi ke tanah yang tidak pernah engkau tahu kemana,
Tanpa cemas dan risau di hati, tekadmu pergi dan meninggalkan semua,
Engkau yakin dan imanmu tegar melangkah pasti menembus padang gurun,
Tanpa rasa takut engkau punya kuasa mengalahkan semua musuh dan dirinya menjadi pelipur lara,
Kegemilangan menaklukkan musuh yang menghalau tujuanmu tak pernah pudar seolah kau dilahirkan selalu menang,
Dan pesona dia oleh semua musuh berhasrat menjadikannya seorang ratu meski dalam takut engkau menipu mereka,
Tetap tegar meski janji dan berkat akan pahlawan yang belum juga kau terima membuat dia dengan kodratnya membujuk rayu,
Seolah ini adalah akhir dari penantian akan janji yang memberikan cara terbaik akan masa depanmu dan dia,
Engkau rapuh di dalam dia, engkau akhirnya luluh menerima titah meski bukan dari Sang Ilahi yang punya waktu,
Terlalu dini olehnya dan petaka itu menjadi sebuah pengkhianatan nan berujung kala dua pahlawan berebut janji,
Janji mulia sebagai pewaris yang tetap melekat sampai kapanpun oleh Dia yang penuh misteri dalam karyaNya,
Oleh dia yang telah remuk dan redam dalam keliru membuahkan ketidaksabaran mengambil alih janji Sang Pencipta,
Meruntuhkan semua kaum bersaudara yang terpecah menjadi dua, membabi buta dalam ayunan pedang dan desingan peluru,
Mengoyakkan bumi penuh dalam debu cemburu dan hawa nafsu sampai menunggu selesai titah damai dari Sang Awal Dan Akhir,
Buah oleh ketidaktaatan dan kefanaan yang telah bertemu dalam buaian dosa dan lentik bulu matamu wahai Ibu segala bangsa.
Medan, 15 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H