Sebut saja beberapa pembobolan bank yang terjadi oleh karyawannya sendiri seperti kasus Malinda Dee merupakan seorang mantan Senior Relationship Manager melakukan pembobolan dana nasabah private bank. Yang bila dirunut adalah kegagalan bank terhadap risiko operasional dari sisi karakter manusia, kesempatan dan kewenangan berikut kepercayaan yang berlebihan, penyalah gunaan sistem prosedur operasional, hingga faktor lainnya. Bahkan beberapa kasus hampir semua pelaku adalah para staff atau karyawan terpercaya dan memiliki hubungan emosional yang kadang jauh dari kata rasional. Diyakini pula bahwa dari kasus krisis kredit moneter berikut kredit macet yang berjibun saat itu adalah dari para bankir yang secara hubungan emosional sangat dekat dengan para debitur nakal dan orang-orang tertentu. Terpercaya, pembiaran dan irasional kemudian bank merugi.
Akankah digitalisasi dapat menggantikan manusia dengan segala plus minusnya? Saya telah mengulas sebelumnya pada artikel “Digitalisasi Perbankan : "Kegagalan Manusia dan atau Keikhlasan Robot?" Sebuah essai apakah sesungguhnya terjadi diantara kegagalan-kegagalan humanis berikut peluang yang masih terbuka bagi bank dalam mengelola risiko operasionalnya yaitu insan perbankan itu sendiri. Apakah kemudian dengan adanya mesin-mesin pengganti yang memitigasi risiko akan memuluskan pencapaian terhadap tujuan bank? Semuanya akan juga tergantung dari pendekatan rasional tanpa pula menghilangkan atau “zero risk” terhadap sebuah pendekatan secara emosional.
Bagaimana selanjutnya? Merencanakan kurikulum pelatihan dan membekali para karyawan “titipan” dengan segudang aturan main dan menambah pengetahuan terkait risiko bank adalah sesuatu yang melelahkan namun satu faktor memitigasi risiko operasional. Atau pilihan dengan merekrut manusia super “pintar” secara kompetensi dan kemudian terbuka kehilangan mereka-mereka yang mewakili para pihak-pihak berkepentingan dan terkait adalah juga menjadi risiko baru bagi bank. Semua selera risiko adalah menjadi faktor penting dari para pejabat dan pemilik bank.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah tidak didapati seseorang yang memiliki relasi dan terkoneksi dengan bekal “kedekatan” namun juga memiliki kompetensi yang memadai? Silahkan para pengurus dan pejabat bank yang menjawabnya masing-masing. Toh, pilihan reward atau punishment terhadap kegagalan risiko manusia ini akan menjadi kunci keberhasilan atau juga bencana yang akan terus menjadi momok bagi dunia perbankan. Salam Profesionalisme
Medan, 28 April 2021
--JBS--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H