Sampai hari ini sebagai seorang Nasrani saya secara pribadi pada setiap perayaan Jum’at Agung dan kemudian Minggu Paskah dari waktu ke waktu selalu ada begitu banyak pertanyaan mengapa karya kasih agung Tuhan kapada manusia melewati akal dan pikiran yang tidak akan mampu terselami sampai kapanpun. Dan perenungan terhadap kasih Kristus di kayu salib dari waktu ke waktu secara pribadi semakin mencoba pemaknaan lain menambah arti sesungguhnya dari perayaan Paskah itu sendiri.
Paskah yang dalam bahasa Inggris disebut pula “Passover” yang berarti melewatkan. Pada Perjanjian Lama kala bangsa Israel dalam perbudakan Mesir menginginkan juruselamat bagi mereka untuk keluar dari kolonialisme dan imperialisme selama lebih dari 400 tahun di tanah Mesir. Dan Musa sebagai abdi Allah diperintahkan Tuhan untuk setiap pintu rumah orang Israel dibubuhkan tanda darah dari sembelihan anak domba jantan, karena Tuhan akan menurunkan tulah kesepuluh bagi Mesir (Keluaran 12:5-7). Demikianlah atas perintah Tuhan bila ada tanda darah maka malaikat Tuhan akan melewatkan tulah, namun bagi setiap pintu yang tidak memiliki tanda darah pada kedua tiang pintu dan ambang batas setiap rumah di Mesir mengalami kematian, yaitu kematian bagi tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir. Dari anak sulung Firaun, sampai kepada anak sulung tawanan bahkan sampai anak sulung hewan sekalipun berujung pada kematian, tidak ada satupun dari setiap pintu rumah yang tidak dibubuhi darah anak domba itu yang tidak mengalami petaka. Darah anak domba sembelihan kala itu menjadi tanda keselamatan, kebesaran dan keagungan Tuhan untuk kemudian membebaskan bangsa Israel keluar dari Mesir. Sebagai tawanan (budak) hampir 7 generasi dengan hidup dalam segala penderitaan kemudian sirna seketika oleh tanda sebuah “darah anak domba”.
Rencana Allah Vs Logika Manusia
"Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Matius 16:23)
Secara historis hari peristiwa paskah pertama di atas ke peristiwa penyaliban Kristus adalah kurang lebih 1.300 tahunan. Sebuah perjalanan waktu yang sangat panjang bagi peradaban suatu Bangsa. Dimana saat itu bangsa Israel kembali menjadi tawanan dan jajahan dari bangsa Romawi. Kurang lebih 100 tahunan saat penyaliban Kristus dan status bangsa Israel kembali merupakan koloni dari Kekaisaran Romawi.
Sebagai bangsa yang terjajah tentunya kehadiran Kristus pada saat Dia lahir telah membawa isu politik pada saat itu, sehingga Herodes Yang Agung sebagai Raja di Yudea memaksa segala daya untuk memburu dan menyembelih setiap anak yang lahir atau berumur 2 tahun kebawah di Betlehem dari kaum Israel karena dinubuatkan sebagai Raja Baru (Matius 2:16). Suatu ancaman nyata akan keberadaan kekuasaan oleh seorang yang berkuasa, termasuk Raja Herodes tentunya.
Nubuatan akan kehadiran Mesias atau juruselamat pada momen itu adalah bagaimana Israel sebagai bangsa atau kaum kembali lagi menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari belenggu tawanan. Namun antara fakta, dasar kemanusiaan dan keimanan sangatlah berbeda. Saya pribadi bisa membayangkan kondisi kehidupan sosial sebagai kaum terjajah pasti bahkan sangat pasti ingin keluar, merdeka dan memiliki kehidupan yang layak dan sejahtera. Dalam bayangan kehidupan masyarakat tentunya secara politik dan sosial, keberadaan Yesus setelah lahir dan kemudian semakin besar untuk memulai bekerja memberitakan kabar baik sebagai seorang Mesias adalah bukan sebuah pekerjaan yang mudah.
Bangsa terjajah seperti kaum Israel saat itu pastilah menginginkan kemerdekaan secara sosal dan politik. Mari kita coba menganggap kita adalah salah satu dari mereka (bangsa Israel) yang hidup pada masa-masa penjajajahan, dengan segala bentuk tekanan dan penderitaan hidup bahkan kelaparan, kemisikinan dan penindasan yang kemudian diperhadapkan dengan kehadiran Kristus menyatakan dirinya sebagai “Raja” bukan hanya buat Israel tapi Mesias, Sang Juruselamat dunia. Saya tidak bisa dengan mudah untuk mengatakan saya adalah termasuk orang yang menerima “berita baik” dari Kristus itu. Bahkan dengan keterbatasan dan pengharapan saya ingin merdeka dalam artian sebagai bangsa atau negara maka saya saya bisa memastikan saya adalah termasuk orang atau bahagian kelompok yang akan menyangkal Kristus yang hadir itu dulu adalah sebagai orang yang ngawur, bermimpi, dan nabi palsu. Saya pastikan, saya adalah orang yang akan sangat meragukan seorang “anak tukang kayu” akan menjadi pemimpin dalam upaya membebaskan suatu bangsa melawan kebesaran dan kekejaman Kekaisaran Roma dengan bala tantara atau kekuatan Militernya yang tangguh.
“Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan memukuli-Nya”. (Lukas 22:63)
Mengapa? Harapan bangsa Israel yang terjajah adalah merdeka dan sejahtera namun justru yang hadir adalah seorang seperti "tukang obat”. Maaf saja secara kemanusiaan dan logika sadar siapapun dari kita pasti akan menjadi sama dengan mereka-mereka yang mengatakan “Salibkan Dia, Salibkan Dia”. Akan melakukan tindakan yang sama dengan “orang-orang” yang menyeret Kristus dari Taman Getsemani untuk ditangkap dan dibawa kepada pengadilan maupun pemerintah setempat. Dan akan saya menjadi bahagian dari “orang-orang bayaran” atau “pasukan nasi bungkus” yang berdemo di depan Herodes dan Pilatus sebagai suruhan dari Imam-imam Farisi dan Ahli Taurat (Kaum Tinggi Agamawan).
Berat untuk mengatakan dan membela diri kalau kita akan mengatakan tidak. Percayalah saya dan anda pastilah salah satu dari mereka-mereka yang kemudian meludahi, mendera, mencaci-maki, mengolok-olok dan merendahkan Dia bahkan menginginkan Dia untuk segera dienyahkan dari dunia supaya tidak merendahkan perjuangan kemerdekaan kaum Israel saat itu dengan sosok yang lebih tangguh dan kuat baik secara starategi perang maupun politik demi bebas dari konialisme Roma.
“Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya” (Matius 26:15) ...."Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?" (Lukas 22:48)
Demikianlah pula tantangan yang sangat sulit antara logika dan iman ini yang membuat Kristus akhirnya memilih murid-murid dari hampir orang yang berlatar belakang rendah atau kaum marjinal, sebut saja Simon Petrus, Yohanes dan Yakobus yaitu murid yang paling diandalkanNya adalah berlatar belakang sebagai nelayan. Dan saat mereka terus menerus menemani Kristus sebagai saksi hidup dalam melakukan begitu banyak tanda mukjizat juga gagal memahami maksud dan arti keberadaan Kristus sampai Dia naik ke atas salib. Pemahaman akan Sang Juruselamat dan nubuatan akan kematiannya juga masih direspon dengan keliru dan salah bahkan sama saja kelihatannya dengan motip masyarakat lain yang bukan murid. Kondisi dalam jajahan (tingkat kemiskinan yang tinggi) tentunya pula keikutsertaan bersama Kristus paling tidak bisa mendapatkan makanan gratis dan juga kehidupan yang lebih layak lagi. Petrus yang menyangkal, bahkan seorang Yudas Iskariot yang merupakan bendahara opersional pelayananNya mengkhianatinya demi 30 keping perak. Tekanan kehidupan saat masa-masa sukar bila dibandingkan dengan melihat dan menerima pengajaran-pengajaran Kristus sebagai Anak Manusia dan Juruselamat tidak memberikan jaminan bagi Yudas untuk berdalih dan kemudian menjualNya dengan ciuman di Taman Getsemani.
“Pada waktu itu berkumpullah imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi di istana Imam Besar yang bernama Kayafas, dan mereka merundingkan suatu rencana untuk menangkap Yesus dengan tipu muslihat dan untuk membunuh Dia”. (Matius 26:3-4)
Dari kisah perjalanan Kristus di dunia yang sejak awal adalah untuk menggenapi seluruh bagian dari rencana Tuhan yang sungguh sangat berbeda dengan apa yang diharapkan oleh manusia. Kristus menjadi sebuah kontroversi bagi dunia. Dan yang paling menjadi tokoh kealpaan manusia menurut saya adalah para Imam-imam Farisi dan Saduki dan Ahli-ahli taurat. Imam-imam besar sebagai tokoh agama yang pada saat pemerintahan Romawi tetap dipertahankan sebagai jembatan penghubung antara Kekaisaran Romawi dengan masyarakat jajahannya. Oleh karenanya Para Pemimin Agama Israel yang berdifat Teokrasi menjadi sebuah jabatan dan golongan sosial yang hampir sama keberadaannya dengan para penjajah sekalipun. Mereka memiliki otoritas hukum dan perundang-undangan.
Imam-imam Farisi dan para ahli taurat adalah sebagai sebagai kelompok yang menjelaskan hukum secara terperinci, dan arbitrator perselisihan-perselisihan dalam komunitas masyarakat, penegak hukum taurat yang sangat teliti. Kaum Farisi dikatakan sebagai kaum yang suka mencari dan memerhatikan hal-hal yang sangat kecil. Mereka menjadi pengamat pelaksanaan hukum yang sangat teliti, karena mereka memiliki kerangka berpikir bahwa Allah mencintai orang yang taat hukum dan menghukum yang tidak patuh terhadap taurat.
Dari beberapa analisa terhadap tokoh sentral yang melakukan upaya terbesar terhadap penolakan kedatangan Krisus adalah oleh para pemimpin hukum dan agama. Mereka secara terang-terangan menolak dan bertentangan dengan ajararan Kristus, mencoba menjebakNya namun hingga peristiwa penyaliban keinginan mereka terwujud. Kedudukan posisi para pemimpin agama dan ahli taurat adalah simbol kekuasaan dunia, dan sebagai bangsawan, agamawan, politikus pada saat penjajahan Kekaisaran Romawi sekalipun tetap sebagai ningrat terpandang dan memiliki strata sosial yang berbeda dengan masyarakat biasa apalagi harus takluk dengan seorang anak tukang kayu seperti Yesus Kristus.
Bahkan kedudukan pemimpin agama dengan seorang Imam Besar adalah sebagai mewakili keberadaan Tuhan itu sendiri. Sejarah Israel mencatat bahwa hampir seluruh Raja-Raja di Israel terkenal adalah identik dengan jenderal perang yang tangguh seperti Raja Daud. Meski Kristus adalah keturunan Daud secara garis keturunan dunia namun dengan melihat realitanya adalah anak Yusuf si tukang kayu, seorang yang miskin dan lahir di kandang domba seakan-akan menggoyahkan keyakinan mereka bahwa Kristus yang mengklaim sebagai Mesias di dunia atau juruselamat menjadi sebuah halusinasi di tengah penderitaan imperialism Roma! Sangat faktual dan sulit terbantahkan jika anda adalah terlahir sebagai seorang diantara para pemuka agama dan ahli-ahli taurat seperti mereka. Apakah anda percaya dan kemudian bukan dari bagian mereka yang hendak membunuhnya? Terlepas dari ancaman terhadap kehilangan jabatan atau kedudukan sosial dan politik karena adanya Kristus sebagai pemimpin yang baru?
“Ketika Herodes melihat Yesus, ia sangat girang. Sebab sudah lama ia ingin melihat-Nya, karena ia sering mendengar tentang Dia, lagipula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda”. (Lukas 23:8)
Sebagai anak dari Raja Herodes Yang Agung tentulah informasi akan Kristus ini sudah tidak terlalu asing bagi isu politik di pemerintahan Raja Herodes Antipas sebagai salah satu tokoh otoritas Roma yang mengadili Yesus selain Gubernur Pontius Pilatus. Sebagai seorang Raja sekelas Herodes Antipas atas kehadiran Kristus setelah dewasa dengan gelar sebagai Juruselamat Israel adalah sebuah lelucon belaka saja. Sebagai Raja dengan analisa intelijen dan militer tidak didapati bahwa isu Kristus sebagai Raja yang hendak menggulingkan imperialisme Romawi di Israel. Fakta akan pernyataan bahwa oleh Imam dan ahli taurat mendakwa Kristus sebagai tokoh politik beragenda makar terhadap pemerintan Romawi adalah sumir dan tidak beralasan oleh otoritas Pemerintah Roma. Baik oleh Gubernur Pontius Pilatus dan juga Raja Yudea Herodes Antipas.
Raja Herodes justru hanya ingin Kristus membuat mukjizat dan menghiburnya sebagai bagian dari sebuah sirkus untuk menghibur “pasukan nasi bungkus” yang berdemo hendak menyalibkan Kristus dihadapan Herodes dan Pilatus. Sebuah aksi yang dimonitori oleh nafsu kekuasaan poltik oleh para pemuka agama Israel sendiri. Sebuah keunikan terjadi diantara Herodes dan Pilatus dimana sejak saat peristiwa penanganan pengadilan penyaliban Kristus menjadi berteman kembali ditengah kompetisi kekuasaan. Dan mereka dengan kekuasaannya juga berhasil mengambil tindakan “cuci tangan” terhadap seluruh dosa dan tindakan yang semuanya ditimpakan kepada orang Israel sendiri. Kekuasaan dunia yang identik sebagai kekuasaan opurtunis, licik dan demi kepentingan pribadi semata, memanfatkan orang lain demi kekayaan, kedaulatan, keterpandangan, dan titel sosial dunia yang terpandang.
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”. (Roma 8:28)
Begitu mengerikan peristiwa Paskah yang sejatinya menggambarkan hampir semua tokoh kehidupan dengan kealpaan manusia yang adalah debu dan tanah. Tidak sanggup manusia untuk menyelami dan memahami rencana Ilahi atas kedatangan Anak Manusia untuk melepaskan belenggu tawanan, bukan hanya bagi Israel sebagai bangsa pilihanNya namun darah dan pengorbanan Kristus bagi seluruh dosa dunia. Dunia yang diwakili oleh saya, para murid, orang-orang banyak, para pendemo, para tokoh agama, ahli-ahli hukum, politik, dan penguasa pemerintah dunia. Kesemuanya dengan pemahamanya sebagai pendosa yang telah dimiliki dan dikontrol oleh kedagingan daging (roh iblis) tidak akan pernah sanggup akan bangkit dan merdeka bukan saja dari ketakutan bahkan kematian. Hanya rencana Ilahi Tuhan dengan keagungan Kasih SetiaNya yang mampu menyucikan dunia dan setiap pribadi didalamnya. Sebuah misteri Ilahi Tuhan yang dengan kekuasaanNya akan sangat mudah mengubah hati dunia dengan pertobatan atau hanya dengan menghancurkan tantara Roma berikut pemerintahannya di Israel, namun Tuhan bukan bermisi seperti apa yang manusia hendak pikirkan.
Kematian Kristus adalah penggenapan dari seluruh karya keselamatan dan rencana Tuhan Pencipta. Peristiwa yang tidak akan pernah terselami, kayu salib telah membuat anak si tukang kayu mati secara fisik diatasnya namun Anak Manusia yang adalah Tuhan bangkit memberikan pengharapan dan kebebasan dari seluruh belenggu dosa yang sampai kapanpun dan cara apapun kodrat dosa berikut dampaknya tidak akan pernah terhapus oleh orang suci dan berstatus pejabat agama/politik/sosial manapun!
Dosa adalah maut tapi kasih Tuhan adalah damai sejahtera dalam Yesus Kristus, putera Allah Yang Maha Kudus.
Paskah adalah momentum saat “darah Anak Domba” melawat yang terluka dan melewatkan manusia atas kematian dan ratap tangis. Sebab Dia hidup dan kepastian hari esok penuh harapan ada padaNya. Tindakan memberikan pintu hati dengan dibubuhi darah Kristus adalah jawaban kehidupan penuh atas kehidupan yang kekal bersama Tuhan yang telah mati dan bangkit kembali sebagai Yang Maha Kuasa di kerajaan Surga abadi.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16)
Selamat Paskah, Yesus Telah Bangkit dan Kuasa Maut Telah Hancur!
Syalom
Medan, 3 April 2021
--JBS--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H