Mohon tunggu...
JBS_surbakti
JBS_surbakti Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Ecek-Ecek dan Penikmat Hidup

Menulis Adalah Sebuah Esensi Dan Level Tertinggi Dari Sebuah Kompetensi - Untuk Segala Sesuatu Ada Masanya, Untuk Apapun Di Bawah Langit Ada Waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hitam, Putih, Dan Abu-Abu

11 Maret 2021   12:43 Diperbarui: 11 Maret 2021   20:56 2767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Abu-Abu"|Dok. Pribadi

Kontras dengan hitam, maka warna putih adalah sebagai warna kesempurnaan, memiliki cahaya, sebuah keterpaduan dari seluruh warna yang menandakan akan kehidupan. Ditengah terang benderangnya Sang Surya menyinari manusia secara gratis, sebuah kondisi kehadiran cahaya menjadikan segala sesuatu tampak, menihilkan kebingungan saat menempuh arah atau jalan tanpa rasah bersalah. Warna putih, gabungan dari seluruh warna memberikan petunjuk dan pengertian bahwa selama “membuka mata” berikutnya menjadi terang, sebuah kondisi yang sarat keterbatasan. 

Warna putih seolah-olah menunjukkan bahwa kehidupan masih akan ada apabila keterpaduan dan kehadiran kebaikan dan keburukan hadir secara beruntun. Dan terimalah fakta ini tanpa berdebat.

Kebingungan menjadi ketika gelap (hitam) dan terang (putih) berpadu menjadi warna baru, si abu-abu. Tidak hitam juga tidak putih, juga tidak gelap atau tidak terang, bukan laki-laki juga juga bukan perempuan. Sebuah ambiguitas, keragu-raguan, dan kebingungan. Suatu kondisi tidak tertidur juga tidak siaga, antara mati dan hidup. Perpadauan ini secara alami adalah peralihan antar sore dan malam, seperti sebuah temaram kala senja menjemput. 

Saya melihatnya adalah kondisi kehidupan nyata saat ini sangat mendekati akan warna atau kondisi ini, realita dunia yang abu-abu. Penuh kompromistis, sebuah pertaruhan atau perjudian, dibutuhkan siasat dan bahkan debat. 

Siapa kuat akan bertahan hidup, yang lemah mundur menuju maut. Tetap berjalan meski dalam misteri kegelapan, namun justru keliru dalam kesempurnaan terang.

“Keabu-abuan” menunjukkan sebuah kefanaan akan pemaknaan dari manusia yang penuh dengan emosi dan ambisi. Mencoba menjebatani antara naluri alami dengan titah ilahi yang hakiki.

 Meminta belas kasihan dari pencipta gelap dan terang supaya tetap bertahan hidup ditengah-tengah ancaman kematiannya kelak. Pada titik akhir yang paling afkir, manusia abu-abu akhirnya menjadi debu, lenyap dalam dekapan keabadian gelap dan kesempurnaan terang.

Medan, suatu waktu di kala Libur.

Jesayas Budiman Surbakti 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun