Hampir 31 tahun sudah kepergian Ayah dan momen itu masih teringat jelas kisah pilu di Hari Minggu di Hari Paskah.Â
Saat itu usia saya masih beranjak 10 tahun dan duduk di kelas IV SD. Duduk di samping jenazahnya dan hanya bisa pasrah serta tidak tahu harus berkata apa. Kehilangan Ayah begitu mendalam.
Sebagai anak terkecil dari 7 bersaudara dengan modal peninggalan gaji sebagai anak seorang Sersan Mayor, tentunya Ibu berjibaku dengan segala dayanya.Â
Ayah yang sudah tiada dengan Ibu seorang diri dengan berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga memutar asa untuk ketujuh anaknya yang belum satupun berumahtangga. Ibu hanyalah tamatan SD dan hanya mampu membuka warung ditambah menunggu gaji pesiunan janda TNI setiap bulannya.
Meski keras dalam mendidik anaknya, dan terkadang seperti terbawa dalam suasana latihan militer, semasa hidup Ayah mendidik kedisiplinan tinggi kepada ketujuh anaknya.Â
Pagi hari tepatnya pukul 5 pagi wajib sudah bangun dan sebelum beraktivitas Ayah selalu mewajibkan semua kami untuk kumpul berdoa. Kemudian dari yang tertua sampai saya yang paling bontot sudah punya tugasnya masing-masing di rumah.Â
Dari memulai memasak, menimba air dari sumur, menyapu halaman, menyuci baju dan tugas lainnya. Bahu membahu sampai akhirnya sarapan dan berangkat ke sekolah.
Sebenarnya masih banyak kisah yang terjadi namun bagi saya itu adalah sebuah perenungan waktu dengan kondisi yang dialami sekarang. Satu yang begitu menggelitik adalah saya masih sangat terkenang karena dari mulai SD sampai SMA hampir setiap bulan saya tidak bisa membayar uang sekolah tepat waktu setiap bulannya.Â
Lucu rasanya mengingat hal itu terjadi. Ketakutan awal bulan itu menggentayangi diri di setiap tanggal mendekati tanggal 10.Â
Meskipun saya bersekolah di negeri, bahkan uang beasiswa saya yang jauh lebih besar ketimbang uang SPP juga terkadang harus terpakai untuk membantu keluarga. Namun itu sangat berarti dan membanggakan bagi saya. Sesuatu yang rasa-rasanya tanpa harapan bahkan impian kala itu.
Jalan Sang Khalik berkata lain mungkin dalam doa sebelum meninggal dunia, Ayah sudah menitipkan pesannya pada Sang Khalik agar anak-anaknya bisa bersekolah dan bernasib lebih baik darinya (Ayah cuman tamatan SMP dan masuk TNI sebagai seorang prajurit).Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!