Mohon tunggu...
M Rosyid J
M Rosyid J Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti

Researcher di Paramadina Public Policy Institute

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Negara di atas Agama: Refleksi dari New Zealand sampai Arabia Era Rasulullah

10 November 2017   09:33 Diperbarui: 10 November 2017   10:34 1693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsekuensinya, aturan yang paling tinggi adalah aturan pemerintah, bukan aturan agama atau semacamnya. Dalam bahasa Inggris, ini sering disebut rule of law. Agama apapun, semua harus tunduk dengan pemerintah (beserta hukum dan tafsirannya). Kalau tidak sejalan, mau tidak mau harus mengalah.

Apakah ini bukti bahwa saya mulai berpikir negara harus dipisah dengan agama? Itu tergantung. Bisa iya bisa tidak. Dalam hal ini saya harus sedikit bahas Arab Saudi dan Iran.

Dua negara ini kelihatannya bisa jadi contoh utama bagaimana negara menyatu dengan agama. Arab Saudi menganut Islam Sunni Wahabi, sementara Iran Syiah. Jujur saya pribadi tidak punya tendensi mana yang lebih baik. Akan tetapi dalam hal pemerintahan, dua negara ini mirip-mirip yang kita bisa belajar dari mereka.

Berbeda dengan NZ, keduanya menjadikan pemahaman tertentu dari agama Islam sebagai landasan negara. Jadinya semua aturan mengikuti sekte atau aliran tersebut. Apakah sekte lain dan agama selain Islam tidak boleh hidup di dua negara itu? Boleh-boleh saja, asal tetap ikut aturan dan khususnya tidak macam-macam dengan sekte yang memang dianut pemerintah.

Dari sini, kita bisa menarik benang merah bahwa baik NZ, Arab Saudi dan Iran memiliki satu kesamaan: negara di atas agama.

Kita bisa berselisih soal ini, tapi saya jelas melihat negara yang punya kontrol penuh terhadap apapun yang bernaung di bawahnya termasuk agama. Kalau NZ punya rule of law, Saudi punya rule of Sunni-Wahabi, dan Iran rule of Shia. Bagaimana dengan Arab Saudi yang Sunninya Wahabi?

Saya pribadi kurang sreg dengan mazhab ini, tapi saya harus belajar dari pemerintah Saudi yang punya kontrol penuh terhadap pemahaman Islam yang berkembang di negaranya. Artinya, siapa yang berhak menafsirkan agama? Negara-negara ini memberikan jawabannya, yakni pemerintah.

Di Indonesia bagaimana?

Kembali ke persoalan pemerintah, bagaimana di Indonesia jika ada gereja jadi masjid atau sebaliknya? Saya memprediksi itu langsung jadi headline berita nasional, atau paling tidak jadi buah bibir dan perdebatan masyarakat.

Saya melihat pemerintah di Indonesia belum punya kontrol penuh terhadap kehidupan beragama di dalam negaranya. Pendapat ini pastinya bertentangan dengan ide-ide konservatif maupun liberal. Kata yang konservatif, agama harus sesuai dimana agama itu diturunkan. Kalau Islam ya harus seperti zaman Rasulullah misalnya. Kalau Kristen, harus seperti yang ada di Eropa. Kalau yang liberal, agama harus bebas ditafsirkan. Siapapun bebas berpendapat soal agama.

Dalam hal tafsir agama, siapa yang benar? Menurut saya jawabannya tinggal pilih saja. Mau konservatif mau liberal silahkan. Tapi dalam hal bernegara, bila Indonesia mau mengadopsi ajaran agama dalam hukum dan tata kenegaraan nya, perlu ada satu tafsir tunggal yang dianut oleh pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun