Mohon tunggu...
M Rosyid J
M Rosyid J Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti

Researcher di Paramadina Public Policy Institute

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keperluan Perubahan Paradigma Pendidikan Tinggi di Indonesia

5 Juni 2010   00:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:44 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_158873" align="alignleft" width="225" caption="http://teknikaftui.files.wordpress.com"][/caption] Saat ini, dunia pendidikan tinggi Indonesia diramaikan oleh 4,3 juta mahasiswa dengan 155.000 dosen, yang tersebar pada 82 universitas negeri dan 2800 perguruan tinggi swasta. Melihat angka tersebut, sepertinya terbuka lebar kesempatan bagi siapapun untuk menikmati akses pedidikan tinggi di negeri ini. Namun, dalam konteks kekinian, perihal melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi agaknya sedikit dilematis. Betapa tidak? Dalam benak pihak yang berkepentingan, dalam hal ini siswa, guru, dan orang tua, keinginan mendapatkan tempat belajar yang terbaik tentu menjadi prioritas. Akan tetapi, keinginan itu kini dihadapkan dengan berbagai realitas yang kompleks. Keinginan yang kuat untuk memeroleh tingkat kemampuan akademis yang lebih tinggi dihadapkan oleh kemendesakan (urgency) untuk lekas berbenah dari social disaster yakni kemiskinan, sebuah kenyataan sosial yang menjadi musuh baru pembangunan bangsa. Jumlah pengangguran di Indonesia yang masih tinggi yakni sekitar 8%, menimbulkan keperluan untuk bergerak semakin cepat. Selain itu, wacana otonomisasi perguruan tinggi, utamanya yang negeri, semakin mengusik. Perguruan tinggi yang dulu di subsidi penuh, kini harus menjalankan operasinya dengan mandiri. Artinya pendanaan harus dipenuhi dari “kantong pribadi” perguruan tinggi tersebut. Bagi yang swasta, hal ini tak berpengaruh. Tetapi bagi yang negeri, hal ini tentu agak menyesakkan, baik bagi perguruan tinggi maupun mahasiswanya. Meski demikian, perguruan tinggi tak boleh terjebak dalam pola perdagangan jasa pendidikan. Perguruan tinggi jangan sampai memosisikan dirinya sebagai penjual jasa pendidikan dan mahasiswa adalah pembelinya. Maka hubungan transaksional berbasis material memang dirasa perlu ditolak. Di awal, tentu perguruan tinggi akan terbebani, tetapi pada proses selanjutnya, kemandirian dalam hal pendanaan menjadi sebuah keniscayan. Ini menjadi tantangan bagi pihak terkait untuk mencari sistem pendanaan yang alternatif, tentu bukan membebankan pada mahasiswa. Masih Buah Mentah Hal semacam ini menjadi semacam pilihan yang sulit, semacam dilema sosial. Di satu sisi, Indonesia butuh memperbaiki taraf pendidikan masyarakatnya, tetapi di sisi lain infrastruktur sosialnya tidak mendukung. Sementara perguruan tinggi di Indonesia belum terlihat mampu memberi solusi akan masalah itu. Perguruan tinggi masih memberikan buah mentah pada bauran masalah (problem mix) di masyarakat. Mahasiswa jarang yang memiliki kemampuan tepat guna serta cepat guna untuk terjun dalam masyarakat. Sementara masyarakat butuh sekali solusi-solusi kreatif-praksis nan cepat dalam menangani masalah-masalah terkini. Kini, tentunya, harus ada perubahan. Perubahan atas kondisi pendidikan tinggi di Indonesia. Menurut penulis, perlu perubahan cara pandang mengenai peran perguruan tinggi. Ada sebuah urgensi perubahan paradigma atas pendidikan tinggi di Indonesia ini. Kebanyakan orang kalau diberitahu apa itu perguruan tinggi terbaik, maka jawaban yang muncul adalah perguruan tinggi favorit Indonesia seperti UI atau mungkin juga ITB. Apa salah? Tidak. Tapi pandangan itu pada konteks hari ini perlu dicermati kembali. Masa depan bangsa ini tentunya akan dititipkan pada kaum muda. Merekalah lapisan sosial paling berpeluang untuk ikut andil dalam menentukan nasib bangsa di masa depan. Maka, membekali mereka dengan informasi dan pengalaman terbaik adalah keniscayaan. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah pengoptimalisasian peran perguruan tinggi. [caption id="attachment_158874" align="alignright" width="150" caption="Anies Baswedan (arsip paramadina)"][/caption] Tiga Syarat Perguruan tinggi yang bisa menyiapkan kaum muda terbaik Indonesia tentulah, bisa disebut, perguruan tinggi yang terbaik. Tetapi, memandang istilah perguruan tinggi terbaik harus secara komprehensif. Bagi penulis, tiap perguruan tinggi memiliki potensi untuk menjadi terbaik, asal bisa mencetak kaum muda terbaik untuk bangsa. Mengacu pada pandangan Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina, perguruan tingggi terbaik selayaknya memberi mahasiwanya tiga syarat. Pertama, akses informasi-informasi akdemis (academic) yang penuh. Artinya, mahasiswa sebagai kaum muda, harus mendapatkan pengetahuan akademis yang komprehensif. Tidak berat sebelah, tapi multidimensi, multiperspektif. Mahasiwa harus mendapatkan akses keilmuan yang menyeluruh. Kedua, mahasiwa selayaknya mendapatkan akses jaringan (network) yang seluas-luasnya. Mahasiswa harus dikenalkan oleh dunia luar yang riil. Hal ini tentu sangat penting karena dengan network, mudahlah terbentuknya peluang-peluang baru dalam mengembangkan potensi. Ketiga, mahasiswa harus disilakan untuk mencicipi masa depan (taste the future). Kaum muda itu, yang ditawarkan kepada bangsa ini adalah masa depan. Maka, gambaran-gambaran masa depan harus bisa didapatkan di perguruan tinggi. Perguruan tinggi terbaik seharusnya menanamkan mindset optimisme pada mahsiwanya. Optimisme inilah yang akan membangun kesadaran kolektif kaum muda untuk terus membangun bangsa. Dengan begitu, jelas sudah, bagaimana perguruan tinggi terbaik itu, sebuah perguruan tinggi idaman para kaum muda negeri ini. Semua perguruan tinggi bisa melakukannya, baik negeri maupun swasta. Maka, masalah saat ini bukan lagi mana yang harus dipilih antara negeri dan swasta, tetapi apa mimpi masa depan yang ingin diraih oleh kaum muda bangsa ini. Perguruan tinggi harus dipahami sebagai jalan menuju ke mimpi itu. Tujuan hidup itu masa depan. Perguruan tinggi adalah jalan mencapai ke sana. Emerging University Di Indonesia telah banyak universitas swasta yang telah memiliki kualitas baik. Apabila di Jakarta, terdapat Universitas Pelita Harapan, Universitas Paramadina dan Universitas Bina Nusantara. Di Jogja terdapat Universitas Islam Indonesia. Dan juga di Malang terdapat Universitas Mauhammadiyah Malang. Masih banyak lagi universitas swasta yang menunjukkan kualitasnya di negeri ini. Universitas inilah yang bisa disebut sebagai emerging university di Indonesia. Universitas in berupaya menyeruak muncul dipermukaan persaingan kualitatif dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, jangan sampai paradigama yang negeri-centered memendam potensi mereka. Perguruan tinggi harus dipahami sebagai jalan bagi mimpi mahasiswanya. Perguruan tinggi adalah tempat permainan akademis-kulaitatif dan pemain utamanya adalah mahasiswanya. Perguruan tinggi adalah jalan mencapai ke mimpi tersebut. Dalam konteks hari ini, apapun statusnya, semua memiliki peluang untuk menjadi universitas terbaik di negeri nusantara ini. Kalau mau jujur, di masa depan, sebenarnya kompetisi bukanlah terjadi antarsesama mahasiswa Indonesia. Tapi kompetitor sebenarnya adalah mahasiswa yang datang dari luar negeri. Mereka membawa kecerdasan intelektual yang berkualitas serta didukung jejaring internasional yang luas. Kalau mahasiswa di dalam negeri masih memasalakan antara negeri atau swasta, maka yang terjadi adalah misleading atas tujuan yang ingin tercapai. Nilai-Nilai Di tengah pertarungan di segala bidang yang semakin kompetitif, maka kemampuan untuk mandiri tentu sangat dibutuhkan kaum muda bangsa ini. Di sinlah urgensi penanaman nilai-nilai kewirausahaan (entrepreneurship) pada mahasiswa harus dicermati. Mahasiswa harus bisa menjadikan dirinya berada dalam tahap kemandirian. Karena, kemandirian ini nantinya yang akan menjamin bangsa ini menjadi bangsa yang besar di masa depan. Selain itu, mahasiswa juga harus memiliki nilai kepemimpinan (leadership) dan etika (ethic). Mahasiwa harus berani menjadi pemuka masyarakat yang setiap waktu siap dimintai keputusan. Kaum muda harus bisa tegas dalam bertindak menghadapi masalah yang menghadang. Meski demikian, mahasiswa tetap harus punya nilai. Inilah peran nilai ethic. Mahasiswa tetap bebas berpendapat dan beraksi, tapi etika memberikan koridor dengan arah terbaik. Tentunya bukan bermaksud membatasi, tetapi menjadikan setiap aksi menjadi fokus pada tujuan bersama bagi bangsa. Akhirnya, perguruan tinggi seharusnya menciptakan mahasiswa yang siap dan kompetitif. Perguruan tinggi sudah seharusnya bisa mencetak generasi penerus bangsa yang penuh optimisme. Generasi muda yang punya visi jauh ke depan akan nasib bangsa, sebuah generasi yang siap menjadi agent of change. Oleh karena itu, perguruan tinggi sudah harus bersiap menciptakan generasi muda yang memiliki daya intelektual yang berkualitas. Generasi muda yang mampu berpikir sistematis dan analitis. Kaum muda yang secara cerdas mampu menangkap fenomena di masyarakat lalu mengesktraksikan sebuah pandangan dan aksi yang solutif-kreatif. Kaum muda didikan perguruan tinggi juga secara sosial harus memiliki pengaruh. Ilmu-ilmu yang didapat di perguruan tinggi harus bisa diimplementasikan secara praktis di masyarakat. Kaum muda ini sudah saatnya menanamkan pengarunya di masyarakat. Pengaruh soutif konstruktif tentunya. Dengan demikian, ilmu yang didapatkan tidak mandeg dalam wacana saja. Karena masyarakat butuh solusi yang cepat dan praktis. Bukan wacana-wacana yang malah mebuat masalah makin rumit.(*) Sumber Bacaan 1. Pidato Anies baswedan pada Wisuda Paramadina, 3 Oktober 2009 2. Hartiningsih, Maria. “Kesantunan Anies R Baswedan”. Kompas, 21 Juni 2009 3. “Anies Baswedan: Isu Pentingnya Bukan Lagi BHP!”. Kompas.com, 18 Januari 2010 4. Irwandi. “Tantangan Pendidikan Tinggi di Indonesia”. http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=224&Itemid=13

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun