Mohon tunggu...
M Rosyid J
M Rosyid J Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti

Researcher di Paramadina Public Policy Institute

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Paradigma dan Universitas

13 Februari 2010   14:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:56 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_73726" align="alignright" width="300" caption="ilustrasi"][/caption] Dalam dunia pendidikan, adalah kesempatan yang sangat baik bila bisa melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat universitas. Universitas menawarkan sebuah proses pendidikan yang mematangkan cara berpikir mahasiswanya. Universitas memberi gambaran masa depan bagi mereka. Yang menarik dari sebuah universitas adalah pluraritas. Jumah universitas yang jauh lebih sedikit daripada SMA, membuat kapaisitas jumlah mahasiswa yang cukup besar. Tak jarang universitas memiliki mahasiswa yang lengkap mulai dari orang Sumatra, Jawa, Kalimantan, hingga papua. Pluralitas ini selanjutnya menjadi sebuah warna tersendiri yang membedakan universitas dengan jenjang-jenjang pendidikan lainnya. Di dalam universitas diajarkan bagaimana berpikir sistematis. Artinya, mahasiswa diajaran cara berpikir yang runtut. Tak melompat-lompat. Mahasiswa seharusnya mampu untuk menjelaskan runtutan masalah yang dipikirkan lalu disampaikan. Baik lisan maupun tulisan. Mahasiswa juga diarahkan untuk berpikir analitis. Mahasiswa harus memiliki dasar atas apapun yang diutarakan. Penguasaan atas konsep sebab-akibat menjadi sebuah keniscayaan. Ini yang menjadikan mahasiswa punya bobot kontribusi untuk masyarakat. Mahasiswa disiapkan untuk mengamati lalu mencari solusi masalah-masalah yang ada di masyarakat. Kemampuan menganalisis yang baik, akan mengekstrasi sebuah solusi yang tentunya tepat. Bebas yang Dewasa Sebagai mahasiswa, saya merasakan hal tersebut. Atmosfir universitas mengajarkan saya untuk meraih kedewasaan. Kedewasaan ini saya artikan sebagai proses menuju kebebasan individu. Ketika orang telah dewasa cara berpikirnya, maka ia telah mampu untuk menntukan pilihan-pilihan hidupnya. Inilah yang membuat saya mengartikan kedewasaan itu adalah sebuah proses menuju kebebasan. Kebebasan untuk menentukan pilihannya. Meski demikian, jangan diartikan bahwa kebebasan berarti kita bebas melakukan segala hal. Kebebasan yang diekstraksi dari proses kedewasaan adalah kebebasan yang dilandasi pengetahuan yang kuat atas konsekuensi yang dihadapi. Ketika seseorang menyatakan dirinya bebas melakukan sesuatu, lalu ketika diminta pertanggungjawaban ia malah bersembunyi atau meminta perlindungan, maka itu tak bisa disebut kebebasan. Kebebasan yang sesungguhnya adalah kebbebasan yang sadar akan keberagaman atau pluralitas sehingga kebebasan itu masih harus dinegosiasikan. Tak membabi buta. Selanjutnya, kebebasan yang berdasar pada nalar analitis sistematis. Kebebasan yang sebenarnya mengandung kesadaran akan akibat yang akan ditanggung. Kebebasan juga mengandung sebuah sistem keteraturan yang tentunya berdampak positif. Jadi kebebasan bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dengan mudah. Kebebasan memerlukan proses panjang dan universitas menjadi salah satu jalan mencapainya. Kesempatan yang baik tersebut tentu sangat diperlukan oleh insan muda Indonesia. Ini akan sangat membantu Indonesia menyiapkan lapisan masyarakat yang produktif sekaligus konstruktif. Indonesia akan memunyai sebuah generasi yang tanggung, yang dewasa yang tahu akan pilhan-pilihan terbaik bagi bangsanya. Masalah Paradigma Yang menjadi masalah saat ini adalah paradigma insan muda Indonesia it sendiri. Agaknya mudah ditemui mereka yang menganggap bahwa universitas itu menjadi tujuan hidupnya, bukan sebagai jalan untuk tujuan hidup sebenarnya yang meraih mimpi-mimpinya. Banyak yang menginginkan dirinya disebut sebagai lulusan universitas tertentu, atau bangga ketika ia menyandang almamater universitas tertentu. Di Indonesia, adalah umum bila sering dijumpai lulusan SMA yang sangat menginginkan masuk universitas negeri. Mereka kira pendidikan di universitas negeri selalu lebih baik dan murah. Itu sah-sah saja. Akan tetapi, sering kali mereka menganggap bahwa masuk universitas negeri akan menjamin masa depannya lebih cerah. Yang seharusnya menjadi perhatian saat ini bukan perihal universitas negeri atau swasta. Yang menjadi perhatian saat ini adalah apa yang menjadi cita-cita insan muda-insan muda Indonesia. Apa mimpi-mimpi mereka. Nah, universitas seharusnya menjadi  institusi yang akan menghantarkan mereka meraih mimpi-mimpi itu. Universitas hanya memberikan salah satu alternaif jalan untuk mencapainya. Semuanya tetap tergantung individu masing-masing. Input yang baik tentu akan membentuk output yang baik juga. Sebuah Kenyataan Sekarang ini, dunia universitas di Indonesia dihadapkan dengan sebuah kenyataan. Perubahan status universitas negeri menjadi BHMN atau Badan Hukum Milik Negara, mengharusnya universitas membiayai sendiri kebutuhan finansial operasinya. Masyarakat yang dulu menganggap bahwa kuliah di universitas negeri itu murah, kini dihadapkan oleh realitas. Sebuah realitas yang menunjukkan bahwa pendidikan butuh biaya yang tak sekedarnya. Pendidikan membutuhkan pengorbanan. Jer basuki mawa bea. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tak ada perbedaan anara negeri dan swasta. Kalaupun yang negeri saat ini terlihat lebih baik, itu karena memang input mereka yang baik. Memang tak akan ada yang menyangkal kalau UI dan ITB itu universitas terbaik di Indonesia. Tapi yang perlu diketahui, keadaan itu diraih karena memang input mahaiswa yang baik. Seleksi masuk yang memiliki standar tertinggi ada di sana. Kalau UI atau ITB baik itu biasa, tak ada yang hebat. Tak ada yang perlu dibanggakan. Alternatif Solusi Insan muda Indonesia perlu memahami bahwa tujuan hidup adalah mimpi-mimpi yang luhur demi bangsa. Dan unversitas adalah alat untuk mencapainya. Maka jangan salah menganggap universitas menjadi tujuan itu. Namun, ketika masalah disajikan, maka alternatif solusi tentu dibutuhkan. Saya sendiri adalah orang yang mencari solusi alternatif itu. Dilahirkan dikeluarga yang sederhana tentu saya tahu kalau keuangan kelarga tak akan bisa menunjang kebutuhan  nanti kuliah. Akhirnya saya memilih mencari beasiswa. Ada dua beasiswa yang cukup dikenal di Indonesia ini. Pertama adalah beasiswa Sampoerna Foundation. Penulis sangat mengagumi pembuat program ini. Bagaiaman tidak? Beasiswa ini dimaksudkan untuk menyiapkan generasi guru terbaik Indonesia. Program ini dipersiapkan untuk membiayai insan muda-insan muda yang ingin menjadi guru. Di saat Indonesia kekuarangn guru yang berkualitas, Sampoerna Foundation, yang nota bene lembaga swasta menyajikan sebuah program yang solutif. Beasiswa ini memberi penerimanya pendidikan berkualitas di Sampoerna School of Education yang sebagian pengajarnya adalah native speaker atau ekspatriat. Kedua, Paramadina Fellowship. Sebuah program beasiswa yang saat ini saya dapatkan. Beasiswa ini digagas oleh Universitas Paramadina untuk menyiapkan lapisan pemuda terbaik bangsa ini. Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan, mengatakan bahwa lapisan pemuda yang terbaik perlu disiapkan. Karena 10-15 tahun kedepan, merekalah yang akan menjadi pemimpin negeri ini. Kalau tak disiapkan dengan baik, mau jadi apa bangsa ini. Beasiswa ini memberikan kesempatan penerimanya untuk menunut ilmu di Universitas tersebut selama emat tahun tanpa biaya sama sekali, bahkan tiap penerima menerima uang saku bulanan selama masa studi. Bangsa Indonesia jelas memerlukan regenerasi kepemimpinan. Urgensi kebutuhan regenerasi itu sudah tentu menjadi keniscayaan. Maka insan muda-insan muda terbaik perlu disiapkan. Mempermaslahkan almamater, saat ini adalah hal yang naïf. Negeri atau tidak, bukanlah masalah. Sebab bukanlah almamater yang mengantarkan insan muda pada mimpi-mimpi mereka, tapi kemampuan berpikir mereka, kedewasaan, kepemimpinan dan juga kemampuan berkomunikasi-lah yang akan menemukan mereka dengan mimpi-mimpi luhur demi bangsa. tulisan ini juga bisa dinikmati di blogku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun