[caption id="attachment_345873" align="aligncenter" width="690" caption="Lee Atwater (Sumber: www.mintpressnews.com)"][/caption]
Melihat tren kampanye yang sebentar akan berakhir ini, menarik sekali melihat bila banyak bermunculan fitnah atau kampanye hitam yang bertebaran. Sayangnya, pertarungan fitnah ini tak seimbang. Bisa jadi karena satu kubu memang tak ingin fitnah, karena itu dimanfaatkan pihak lainnya.
Isu-isu tentang pemimpin yang Kristen, Tionghoa, antek asing, tak amanah, boneka dan antek komunis bertebaran dan tak bisa dikontrol. Isu terbang ke sana kemari membuat orang harus benar-benar berpikir siapa yang harus mereka pilih. Namun bagi sebagian orang, fitnah-fitnah seperti ini bukanlah hal baru.
Mungkin baru di Indonesia, tapi tidak dalam sejarah politik dunia. Adalah Harvey LeRoy "Lee" Atwater atau Lee Atwater yang menjadi tokoh paling terkenal dalam hal kampanye fitnah seperti ini.
Lee adalah ahli strategy yang paling bertanggung jawab pada kemenangan Bush Sr.sebagai Presiden AS dari partai Republik pada 1988 atas rivalnya Michael Dukakis dari partai Demokrat. Pada waktu itu, hampir semua survei menyatakan bahwa Demokrat akan menang dengan selisih 17 persen.
Namun Lee tak habis pikir. Strateginya yang dikenal dengan ‘The Southern Strategy’ pun segera ia lancarkan. Strategi ini berperan penting dalam permaianan desas desus ketimbang serangan terhadap kelemahan lawan. Hasilnya bukan yang dinamakan kampanye negative, tetapi fitnah dan kampanye hitam.
Waktu itu, Michael Dukakis menjadi presiden pengusung hak-hak kaum minoritas. Paham keberagaman ini menjadi kekuatan penting dan tak terbendung waktu itu. Lalu, apa kelemahan Michael Dukakis untuk diserang? Tak usah pedulikan itu. Sebab dalam southern strategy, kekuatan lawanlah yang menjadi kelemahannya, dan itulah yang diserang.
Keberpihakan Michael Dukakis pda kaum minoritas, terutama kulit hitam, menjadi sasaran utama. Isu pun dibuat, fitnah dikembangkan. Bahwa orang kulit hitam adalah mereka yang kriminal dan menjadi ancaman bangsa dihembuskan. Maka dalam sekejap keberpihakan Michael Dukakis pada orang kulit hitam pun menjadi kelemahan!
Apalagi, pada waktu itu ada seorang tahanan kulit hitam yang melakukan pembunuhan dan pemerkosaan pada jam-jam ia bisa keluar penjara (Kebijakan cuti penjara ini juga didukung oleh Dukakis). Lengkap dan kuat sudah kampanye hitam olahan Lee. Dan memang benar, meski survei berkata Michael Dukakis menang di atas awan, pada hari pemilihan, ia terjungkal ke jurang kekalahan. Bush memenangi pemilu.
Melongok ke dalam negeri, fenomena tak jauh berbeda tersaji. Jokowi yang sedang menjadi capres banyak diserang kampanye hitam mulai dari ia adalah seorang Kristen hingga dirinya seorang antek komunis.
Apakah ampuh?
Jika diteliti, maka pola permainan isu fitnah sama seperti apa yang dibuat Lee untuk mengandaskan Michael Dukakis. Kekuatan Jokowi sebagai pejabat pelayan masyarakat adalah, sebagai seorang muslim, Jokowi yang tak pernah mengekspos kehidupan agamanya, dikenal sebagai pemimpin yang pluralis. Ia ingin masuk ke berbagai kalangan, karena itu ia memilih jalan sunyi dalam beragama. Biar Allah SWT yang menilai.
Jokowi juga memilih untuk benar-benar mendedikasikan perannya sebagai pejabat untuk mendengar dan mendekat dengan rakyat. Blusukan adalah aksi utamanya. Ia juga tak pernah mempromosikan program-program pemerintahannya secara berlebihan. Akan tetapi ia, lagi-lagi, memilih jalan sunyi dalam memerintah. Masyarakat pun tak banyak tahu apa program orang ini, tapi tahu-tahu pasar-pasar rapi, waduk bersih dan cantik dan kampung-kampung kumuh menjadi bersih.
Dalam kaca mata strategi Lee, kekuatan Jokowi inilah yang menjadi titik serang utama. Dan memang demikian. Jokowi yang sudah jelas muslim dan berdarah Jawa asli, difitnah dengan desas desus dia adalah seorang nonmuslim sekaligus berkeuturunan Tionghoa.
Yang paling mutakhir, fitnah kepada menyerang sikapnya yang merakyat dengan mengaitkan dirinya dengan paham komunisme. Sikap merakyat Jokowi dan keinginannya untuk memperbaiki semangat juang dan mental rakyat Indonesia menjadi titik serang. Jokowi dianggap antek komunis.
Betapa licik dan tidak bertanggung jawabnya fitnah dan kampanye hitam di masa kampanye ini. Strategi kampanye seperti ini memang menjengkelkan tetapi telah terbukti ampuh untuk mengelabui masyarakat untuk mengalihkan pilihan mereka.
Akan tetapi, mungkin kubu penebar fitnah lupa bahwa Indonesia bukanlah Amerika. Efek dari strategy Lee memang sedikit terasa. Beberapa pihak terpengaruh. Namun Indonesia tetap Indonesia, bukan Amerika. Dalam beberapa kali, terbukti bahwa mereka yang terfitnah lah yang menggenggam kemenangan.
Budaya orang Indonesia yang santun dan ramah menjadi kekuatan menangkis fitnah dan kampanye hitam. Kesantunan dan kesopanan serta kearifan-kearifan lokal sudah mendarah daging dalam budaya dan diri manusia Indonesia. Lalu siapa yang akan meraih kemenangan nanti?
Tentu ini kemenangan masyarakat Indonesia. Tapi saat ini, kecerdasan dan pengetahuan kita sedang diuji. Mana pemimpin yang cocok dan sesuai dengan keberagaman dan demokrasi Indonesia, seharusnya itu yang terpilih. Namun memang seringkali, orang Indonesia lebih suka membela yang lemah dan punya sopan santun, bukan memilih yang terlihat perkasa dan suka beretorika. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H