Mohon tunggu...
Sukron  Makmun
Sukron Makmun Mohon Tunggu... Editor - Peneliti, penulis

I'm a go-lucky-man, just free me from all these rules from needing to find an explanation from everything, from doing only what others approve of...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Akar Kekerasan di Balik Arabisme

8 Oktober 2019   15:31 Diperbarui: 31 Desember 2019   12:35 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
courtesy: Sukron M/ v: Shiraz museum

Ketika para agamawan telah dikultuskan, maka akan berpotensi melahirkan zaman kegelapan seperti yang pernah terjadi di Eropa, di mana para pendeta banyak yang menjual cek penebus dosa. Eropa sudah lama meninggalkan tradisi sesat itu, mereka fokus pada ilmu pengetahuan.

Baru saja Uni Emirate Arab (UAE), warganya ada yang berhasil pergi ke luar angkasa. Satu capaian luar biasa dalam bidang ilmu dan teknologi. UAE menjadi pelopor keilmuan, teknologi dan kemodernan di kawasan. UAE meninggalkan kejumudan dan pengkultusan individu. Berbeda dengan negara-negara Arab yang lain. Sehingga hasilnya pun beda.

Yang lain masih banyak yang terjebak pada perang saudara dan konflik sektarian intra-agama. Sementara UAE sudah jauh ke depan. Always step ahead hampir di semua bidang. Shifting dari tatanan lama ke sistem modern yang progresif.

Sementara kita masih berkutat pada tradisi Arab lama yang dibawa oleh orang-orang Arab khususnya dari keturunan Saudi, Yaman yang masih konservatif. Virus kejumudan dan barbarian-nya ditularkan ke Indonesia. Dan kita rajin copy-cat dari mereka. Datangnya orang Arab ke Indonesia, motif awalnya adalah berdagang, sehingga saat itu tidak terjadi konversi besar-besaran dari agama lokal ke agama Islam.

Baru pedagang dari Gujarat, Persia dan negeri-negeri lain ketika datang dengan misi penyebaran agama, terjadilah konversi besar-besaran (lihat: Azyumardi Azra). Bangsa Arab kurang berhasil menyebarkan Islam di Indonesia, karena mereka--pada umumnya-- tidak menghormati kearifan lokal. Selain itu, mereka punya mindset bahwa bangsa Arab itu lebih utama dari non-Arab ('Ajam).

Bagi kelompok pendukung Arabisme yang penting bukanlah kebenaran, tapi mencari pembenaran. Jadi bukan karena mereka tidak tahu mana yang benar, tapi karena mereka memang tidak mau mengikuti dan tunduk pada kebenaran itu sendiri.
 
Inilah bentuk kesombongan mereka --pendukung dan yang didukung. Mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, "sombong ialah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain".

Mereka juga sering memutar-balikkan fakta. Memoles kejahatan sedemikian rupa sehingga nampak seolah-seolah dalam posisi yang benar (haq). Memanipulasi kebenaran seolah-olah klaim kebenaran hanya milik mereka an sich. Katakan, menghormati orang Arab "Yes", tapi membenarkan semua tindakannya big "NO".[sm]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun