Mohon tunggu...
Sukron  Makmun
Sukron Makmun Mohon Tunggu... Editor - Peneliti, penulis

I'm a go-lucky-man, just free me from all these rules from needing to find an explanation from everything, from doing only what others approve of...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nilai Kesederhanaan dalam Wukuf

13 September 2016   09:35 Diperbarui: 13 September 2016   10:05 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 9 Dzulhijjah, jama'ah haji dari seluruh dunia melaksanakan ritual paling inti yaitu Wukuf di Arafah. Wukuf berarti "berhenti sejenak". Berarti setiap manusia juga diwajibkan untuk sejenak berkontemplasi dan evaluasi diri. Agar kualitas amalnya terukur. 

Dalam pelaksanaan wukuf, setiap orang memakai pakaian Ihram, pakaian putih tanpa jahit, sebagaiamana kain kafan yang nanti menutupi tubuh saat kita menghadap Tuhan. Pakaian sederhana, yang tidak mencerminkan status sosial atau kedudukan seseorang. Haji bukanlah wisata reliji atau sekadar prestise. Ia adalah sarana untuk menambah kualitas kesalehan pribadi maupun sosial. Itulah sebabnya, Nabi Saw. hanya melakukannya sekali. Sebab itu, menjadi penting bagi kita, bahwa harta yang kita gunakan itu berasal dari mana? Proses mendapatkannya benar atau tidak? Menzalimi yang lain atau tidak? Halal atau haram? Jerih payah sendiri, atau bonus? Yang jelas keduanya itu merupakan karunia-Nya. Namun, karunia itu bentuknya rahmat atau justru petaka di kemudian hari? Meskipun haji itu panggilan, tapi kita dipanggil betulan atau pura-pura?  

Yang lebih penting lagi, ketika sudah haji harus lebih bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Jangan sampai sudah haji berkali-kali, tapi masih banyak tetangga yang kesulitan makan, sulit sekolah dan lain sebagainya. Ibadah harus ada dampak dan tanggungjawab sosialnya. Kalau kita sedang naik mobil, ada anak kecil yang meminta uang, itu tanggungjawab pemerintah, atau kita juga ikut tanggungjawab? Tentunya setiap dari kita bertanggungjawab atas keadaan sosial yang di sekitar kita. Sebab itu, kita cukup haji sekali, punya mobil, rumah, dan sebagainya cukup yang sesuai kebutuhan, tidak perlu berlebih-lebihan. Tidak usah beli Ferrari atau yang super mewah lainnya jika tujuannya hanya gengsi. Sepertinya, masih banyak yang membutuhkan uluran. Saya bahkan pernah mendengar dari salah satu CEO yang mengatakan, "less for self, more for others, and enough for everybody".

Kesederhanaan di saat wukuf, mengingatkan bahwa, nanti kita akan menghadap Yang Mahakuasa sebagaimana adanya. Seperti saat manusia dilahirkan. Bedanya cuma diperbolehkan membawa 1-2 meter kain yang seperti kain ihram tadi. Segala atribut ataupun status sosial yang banyak direbutkan oleh banyak orang bahkan tidak akan pernah dipakai. Untuk mendapatkan surga-Nya, kuncinya bukan mobil mewah atau setumpuk uang. Tapi, seberapa besar manfaat kita untuk kemanusiaan, dan untuk sesama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun