Pendahuluan
  Disintegrasi bangsa merupakan salah satu bentuk perpecahan di dalam negara. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam tindakan yang bertentangan dengan undang-undang atau hak warga negara. Dalam suatu negara, keberagaman pemikiran dan pandangan adalah hal yang alami dan bahkan bisa menjadi kekayaan tersendiri. Namun, perbedaan tersebut juga dapat menjadi sumber konflik apabila tidak dikelola dengan baik. Disintegrasi bangsa adalah salah satu permasalahan serius yang mengancam setiap bangsa dan negara, terutama bagi negara yang multikultural dan multi etnis seperti Indonesia.
  Masyarakat dalam sebuah negara tidak selalu sepemikiran, dan perbedaan pandangan ini bisa berujung pada perselisihan dan perpecahan. Ketika perpecahan antar kelompok masyarakat terjadi, hal ini tidak hanya menimbulkan keributan, tetapi juga bisa mengarah pada ancaman yang lebih serius terhadap kestabilan dan keamanan negara. Misalnya, perpecahan yang berujung pada tindakan kekerasan atau separatisme dapat mengganggu kehidupan sehari-hari, merusak infrastruktur, dan menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat.Â
  Keributan yang terjadi antar kelompok masyarakat, meskipun pada awalnya mungkin terlihat kecil dan terbatas, dapat berdampak luas dan merugikan orang-orang lain yang tidak terlibat langsung. Misalnya, konflik etnis atau agama bisa mengakibatkan kerusakan properti, korban jiwa, dan pengungsian massal. Situasi seperti ini tentunya membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.Â
  Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi disintegrasi bangsa dan cara mengatasi ancaman tersebut. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah melalui pendidikan dan penyuluhan mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa yang akan tersedia dalam makalah ini.
  Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Library Research. Dalam makalah ini, penulis akan menyuguhkan bagaimana Indonesia mengatasi disintegrasi bangsa.
Pembahasan
A. Pengertian Disintegrasi
  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan. Disintegrasi dapat terjadi ketika unsur-unsur yang seharusnya membentuk kesatuan justru mengalami perpecahan dan tidak lagi saling terikat satu sama lain. Hal ini bisa terjadi akibat berbagai faktor seperti perbedaan ideologi, suku, agama, atau kepentingan politik yang tidak dapat disatukan.Â
  Ancaman adalah usaha yang bersifat mengubah atau merombak kebijaksanaan yang dilakukan secara konsepsional melalui tindakan kriminal atau politis. Ancaman ini bisa datang dari dalam maupun luar negeri dan bertujuan untuk merusak stabilitas dan keamanan suatu negara. Ancaman disintegrasi bangsa adalah segala bentuk usaha yang berupaya memecah belah dan menghancurkan persatuan serta keutuhan suatu bangsa. Ancaman ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti gerakan separatis, konflik etnis, atau intervensi asing.Â
  Contoh nyata ancaman disintegrasi bangsa dapat dilihat dalam sejarah Semenanjung Korea. Di sana, disintegrasi muncul akibat adanya dua ideologi yang bertentangan dan tidak bisa disatukan. Ideologi komunis yang dianut oleh Korea Utara dan ideologi demokrasi yang dianut oleh Korea Selatan menyebabkan terjadinya perpecahan yang sangat mendalam di antara kedua negara tersebut. Perbedaan ideologi ini tidak hanya memisahkan mereka secara politik, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di kedua belah pihak.Â
  Sejak perpecahan tersebut, Semenanjung Korea mengalami berbagai ketegangan dan konflik yang berkepanjangan. Korea Utara dengan sistem komunisnya sering kali berkonfrontasi dengan Korea Selatan yang lebih terbuka dan demokratis. Keadaan ini menciptakan suasana tidak stabil di kawasan tersebut dan sering kali menarik perhatian serta intervensi dari negara-negara lain. Konflik ini tidak hanya merugikan kedua negara Korea, tetapi juga berdampak pada stabilitas regional dan internasional.Â
  Disintegrasi bangsa seperti yang terjadi di Korea menunjukkan betapa pentingnya menjaga persatuan dan keutuhan bangsa. Ketika suatu negara terpecah belah, tidak hanya rakyat yang menderita, tetapi juga stabilitas dan kemajuan negara tersebut yang terancam. Oleh karena itu, penting bagi setiap bangsa untuk terus memperkuat persatuan dan mengatasi perbedaan dengan cara yang damai dan konstruktif.Â
  Dalam konteks Indonesia, memahami dan mengatasi ancaman disintegrasi bangsa menjadi sangat penting mengingat keberagaman suku, agama, ras, dan golongan yang ada. Upaya untuk menjaga keutuhan dan persatuan bangsa harus dilakukan melalui dialog, toleransi, dan penegakan hukum yang adil.
B. Masa Revolusi/Pemberontakan Fisik
  Masa revolusi fisik Indonesia dimulai saat Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) terjadi di Madiun, Jawa Timur, pada September 1948. Pemberontakan ini terjadi oleh karena mereka ingin menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno serta mengubah Indonesia menjadi negara yang menerapkan sistem komunis.Â
  Ada juga pemberontakan DI/TII pada 4 tempat berbeda, yaitu Jawa Barat di 1949, Jawa Tengah di 1949, Aceh di 1949, dan Sulawesi Selatan di 1951, dan semuanya terjadi oleh karena kemauan untuk membuat negara yang hanya untuk kaum Islam yang terpisah dari Indonesia.Â
  Selain itu, ada pemberontakan Angkatan Perang Rahi Adil (APRA) di Bandung 1950, dan ini adalah satu-satunya pemberontakan yang diselesaikan dengan damai. Pemberontakan APRA terjadi oleh karena ketidaksetujuan Westerling terhadap rencana pembubaran negara federal bentukan Belanda di Republik Indonesia Serikat. Demi mewujudkan keinginannya tersebut, Westerling pun melakukan kudeta dengan menyerang Bandung.Â
  Terakhir, ada pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) yang terjadi pada 1950 yang dilatar belakangi oleh keinginan untuk melepaskan diri dari wilayah negara Republik Indonesia Serikat. Oleh karena itu, tujuan pemberontakan RMS adalah untuk membentuk Maluku merdeka dan membentuk negara sendiri.
  Kebanyakan dari pemberontakan fisik di Indonesia berakhir dengan pemimpinnya terbunuh, meskipun ada yang berhasil melarikan diri. Pemberontakan-pemberontakan tersebut bisa disimpulkan bahwa mereka hanya terjadi karena perbedaan pemikiran dan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil atau tidak mewakili kepentingan kelompok tertentu. Perbedaan ideologi, kepentingan politik, serta ketidakpuasan sosial seringkali menjadi pemicu utama dari berbagai pemberontakan tersebut. Akibatnya, konflik dan kekerasan menjadi cara yang dipilih oleh pihak-pihak yang merasa terpinggirkan untuk menyuarakan ketidakpuasan orang-orang.
C. Masa Demokrasi Liberal
  Pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II, ada beberapa pergolakan yang muncul di Sumatra dan Sulawesi dikarenakan ketidakpuasan terhadap alokasi dana pembangunan yang diterima dari pemerintah pusat. Hal tersebut memunculkan rasa ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan mereka merasa kesulitan untuk menyampaikan aspirasinya kepada parlemen dalam mengubah kebijakan.Â
  Pemerintah pusat menghendaki pergolakan di daerah dapat diselesaikan melalui perundingan, lalu pemerintah membentuk sebuah kepanitiaan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Akan tetapi, ada terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno sebelum panitia mengumumkan hasil rumusannya. Peristiwa tersebut terjadi di sekolah putra dan putri Soekarno, di mana beliau sedang menghadiri acara ulang tahun. Soekarno berhasil selamat, tetapi banyak anak sekolah menjadi korban dikarenakan lemparan granat yang terjadi.
  Pergolakan daerah yang terjadi melemahkan kedudukan Kabinet Ali Sastroamidjojo II yang akhirnya menyerahkan mandatnya kepada Presiden. Karena kondisi yang membahayakan negara, presiden pun mengajak partai politik untuk membentuk pemerintahan yang baru. Soekarno menunjuk Ir. Djuanda untuk menjadi perdana menteri dan mereka membentuk Kabinet Karya pada 8 April 1957. Pada Februari 1958, Kolonel Ahmad Husain menyampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat yang berisi bahwa Kabinet Djuanda harus menyerahkan mandatnya kepada presiden pada waktu 5x24 jam, atau presiden yang mencabut mandat tersebut, dan presiden menugaskan Hatta dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk membentuk Kabinet Nasional.
  Untuk menumpas gerakan ini, pemerintah menggunakan kekuatan militer dengan melibatkan berbagai kesatuan secara penuh seperti laut, udara, dan darat. Pasukan gabungan ini diberi nama Operasi 17 Agustus yang dipimpin langsung oleh Kolonel Ahmad Yani. Operasi militer tersebut bertujuan untuk mencegah meluasnya wilayah basis gerakan perlawanan.Â
  Saat operasi militer sedang berjalan, TNI menemukan bukti adanya keterlibatan pihak asing. Selain itu, TNI mengakui bahwa penumpasan terhadap Permesta merupakan penumpasan yang berat karena pemberontak menguasai medan yang sulit dan persenjataan mereka tidak kalah lengkap dengan TNI. Pada pertengahan tahun 1961, para pemimpin gerakan ini menyerah kepada pemerintah RI.
D. Masa Demokrasi Terpimpin
  Demokrasi Terpimpin diperkenalkan oleh Soekarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, di mana akhirnya UUD 1945 diberlakukan kembali. Negara mengharapkan keadaan pemerintahan menjadi lebih baik dengan tampilnya Presiden Soekarno, namun disintegrasi masih saja terjadi pada masa tersebut.Â
  Ketika Indonesia memasuki masa Demokrasi Liberal (1950-1959), tokoh-tokoh PKI yang melarikan diri ke Moskow kembali ke Indonesia untuk memulai gerakannya lagi. Mereka berhasil menjadi salah satu partai pemenang Pemilu 1955. Pada 1959, terjadi perubahan besar dengan kegagalan Konstituante dalam membentuk UUD baru. Indonesia kembali menggunakan UUD 1945. PKI menganggap revolusi 1945 telah gagal dan belum selesai. Revolusi hanya akan berhasil apabila dilakukan oleh kelompok komunis. Tujuan akhir PKI adalah membentuk negara komunis Indonesia yang dianggap mampu mewakili demokrasi rakyat.Â
  G30S/PKI tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di Yogyakarta. Pada 1 Oktober 1965 pagi, PKI berhasil menguasai Radio Republik Indonesia dan Kantor Negara Telekomunikasi. Operasi penumpasan G30S/PKI dilakukan dengan cepat di bawah pimpinan Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto. Peristiwa G30S/PKI menimbulkan kemarahan bangsa Indonesia, dan kemudian mengakhiri kekuasaan Soekarno dan sekaligus menandai berakhirnya masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia.
Kesimpulan
  Upaya yang dulu dilakukan oleh Indonesia untuk mengatasi ancaman disintegrasi bangsa adalah dengan bermusyawarah atau berunding. Mereka cenderung berunding agar mendapatkan jalan keluar dari masalah yang telah terjadi. Bermusyawarah merupakan sila keempat Pancasila dan bangsa Indonesia harus menanam ideologi negara (Pancasila) lebih dalam untuk mencegah perpecahan.Â
      Integrasi bisa dikuatkan secara memperkuat toleransi antar masyarakat. Jika sesama masyarakat sekitar tidak ada toleransi, maka akan muncul sebuah masalah yang tidak begitu besar. Namun, jika mereka tidak mencoba untuk bertoleransi, maka masalah tersebut akan menjadi lebih besar dan di situlah terjadinya perpecahan.Â
Daftar Pustaka
Mochamad Aris Yusuf, "Disintegrasi Bangsa: Pengertian, Sebab, dan Contoh Kasusnya", gramedia.com, diakses pada 29 Juli 2024 pukul 21:16
Pijar Belajar, "Latar Belakang Pemberontakan APRA dan Sejarahnya", pijarbelajar.id, diakses pada 4 Agustus 2024 pukul 19:25
Albertus Adit, "G-30-S PKI: Ini Sejarah, Kronologi, Tujuan, dan Tokoh yang Gugur", kompas.com, diakses pada 2 Agustus 2024 pukul 22:17
Ratna Hapsari dan M. Adil, "Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XII (Kelompok Wajib)", Penerbit Erlangga
Bambang Niko Pasla, "Pengertian dan Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia", pa
sla.jambiprov.go.id, diakses pada 5 Agustus 2024 pukul 19:16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H