Dia sudah lama mati, tapi tak ada satupun yang menguburnya, tak ada keluarga yang menjemput dan bahkan mengakui jasadnya. Tubuhnya hanya dibiarkan begitu saja di pinggir jalan, entah dari kapan.
Tak ada yang menyaksikan dan tahu pasti bagaimana dan kapan dia dijemput ajal. Hanya saja sejak saat kematiannya, jalanan itu tak lagi sama. Banyak orang yang mengeluhkan kematiannya membawa bencana, tapi tak ada satupun yang ingat jasanya ketika ia masih hidup, tak satupun yang berdoa untuknya, semua berkeluh kesah ditinggalkan olehnya, tapi tak ada yang bisa berbuat apa-apa. Benar-benar tak ada seorang-pun ...
Di pagi hari itu ...Â
Terlihat beberapa orang polisi disekitar, mencoba untuk melerai orang-orang yang berkerumun, bergumul saling menerjang satu sama lain, berlomba-lomba menerobos jalan yang dikawal aparat. Seorang polisi berkata dalam hati, sembari melihat tubuh kaku yang berdiri disamping jalan, "Seandainya kamu masih hidup, mungkin keadaan tak seperti ini jadinya ...". Tapi nasi sudah menjadi bubur. Tak ada yang patut disesali.
Siang hari ...
Orang-orang jalanan duduk bersila disebelah bangkai-nya yang ajaibnya masih utuh, melihat sesekali, dan menggelengkan kepala. Tanpa ambil pusing, mereka memesan makanan dari penjual makanan kaki lima dan dengan santai menyantap makan siangnya. Seorang wanita terlihatberjalan mendekat, membawa bunga ditangannya. Dia memegang tubuhnya yang kaku tak bernyawa, melihat ke wajah hitam yang tak lagi mengedipkan mata. Lalu menghembus nafas, "Huft...", dan beranjak pergi menembus arus hilir mudik manusia.
Sore hari ...
Matahari mulai tenggelam, masih tak jua ia dipindahkan, banyak orang hanya melihatnya sesekali, lalu berlalu begitu saja. Andai saja mereka sedikit peduli kepadanya, mungkin ia akan mendapatkan perlakuan yang pantas atas pengorbanan semasa hidupnya.
Malam hari ...
Semenjak ia mati, tempat itu tak lagi ramai di malam hari. Sudah banyak terjadi hal naas disekitar jalan itu. Tak jarang orang meregang nyawa karena celaka, karena tak ada lagi yang menegur mereka untuk berhati-hati. Banyak orang bilang, kalau jalan itu angker meminta tumbal sejak kematian yang mengenaskan itu. Maka tak ayal jika orang menghindari tempat itu sebisa mungkin. Kini, Â tempat itu dipenuhi oleh orang-orang liar, yang berperilaku layaknya binatang. Dua orang yang sedang melintasi tempat itu, setengah sadar sambil membawa botol minuman melenggang oleng memeluk jasadnya yang masih mematung disana. Mereka sama sekali tak peduli dan menghormati, justru, mereka malah tertawa dan mengencingi jasadnya yang tak bisa berbuat apa-apa.
Di dunia ini, semuanya tak berakhir dengan indah, dan tak seperti yang kita duga, dan tak selalu berjalan sesuai rencana. Bahkan dirinya sendiri tak pernah mengharapkan akan berakhir seperti ini, tak juga mengharapkan untuk hidup seperti ini.Â
Semua sudah takdir. Tapi tak pernah sedikitpun ia mengeluhkan apapun yang terjadi kepadanya, bahkan ketika tak ada satupun orang yang mengenang jasanya.
Begitulah akhir kisah si lampu lalu lintas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H