Maaf kalau tulisan ini amburadul, yang nulis sudah dua hari kurang tidur. Oke, mulai baca di sini ...
Hmm. Jaman sekarang masih banyak orang yang masih memaksakan diri masuk kedalam gerbong KRL, walaupun sudah ada himbauan untuk mendahulukan para penumpang turun. Pertanyaannya, apa ada yang salah? Kenapa himbauan tersebut tidak di-indahkan? Apa karena tabiat penumpang KRL yang terkenal tergesa-gesa, ataukah tidak paham dengan bahasa yang digunakan, atau gambar yang ditunjukkan? Memang terdengar sepele, tapi jika anda adalah salah satu pengguna reguler KRL tentunya sudah menjadi makanan sehari-hari melihat pemandangan seperti ini.
Saya punya solusi alternatif, tapi tak perlu dipaksakan untuk diaplikasikan, sih, soalnya yang punya kereta juga bukan saya. Mengapa harus mendahulukan penumpang yang turun kalau setiap penumpang yang keluar-masuk punya pintunya masing-masing?
Jadi, solusinya ...
Setiap gerbong rata-rata memiliki empat pintu keluar/masuk di kedua sisi. Keempat pintu tersebut terletak di ujung dan tengah gerbong. Apabila penumpang yang naik masuk dari pintu diujung gerbong, dan penumpang keluar dari tengah gerbong, niscaya masalah serobot-menyerobot dapat dikurangi. Cukup dengan menambahkan papan bertuliskan ENTER/MASUK dan EXIT/KELUAR di gerbong kereta. Apa sudah tergambar?
Mari kita simulasikan kelebihan dan kekurangan dari sistem ini. Anggap saja anda adalah orang yang akan menaiki KRL, ketika anda menunggu di peron, kereta tiba dan berhenti, anda melihat tulisan ENTER/MASUK diatas pintu gerbong, dan anda mengantri untuk masuk kedalam kereta seperti biasa. Dan sekarang bayangkan anda adalah orang yang ingin turun dari kereta tersebut. Anda tiba di stasiun tujuan anda, dan anda bersiap untuk keluar dari kereta dengan menuju ke tengah pintu kereta yang bertuliskan EXIT/KELUAR. Karena penumpang yang ingin masuk berada di sisi lain pintu, maka sudah sewajarnya kalau saat anda menuruni kereta, anda tidak perlu lagi berdesak-desakan dengan orang yang ingin naik kereta tersebut.
Terdengarnya sangat indah dan mudah, bukan?
Tidak juga, sih. Hal ini menjadi sulit ketika kita berbicara tentang bagaimana dengan orang-orang yang masih idle di dalam kereta. Jika mereka tidak turun pada stasiun tersebut, maka diharapkan mereka bergeser perlahan menuju ke tengah badan kereta. Jadi tidak ada istilahnya penumpang KRL yang berdiri tetap pada pijakannya selama kereta tersebut bergerak, hingga stasiun tujuan. "Lalu, kalau penumpang itu duduk...?". Jiah... Ngapain diganggu, biarin aja mereka duduk. "Tapi, bagaimana dengan orang yang berhak dengan kursi prioritas?". Ahelah... Setiap kursi itu memang seharusnya menjadi kursi prioritas. Kalau kurang setuju, tinggal pindah saja kursi prioritas ke bagian tengah gerbong kereta supaya dekat dengan pintu keluar :D
"Naik kereta aja kok ribet, sih...???".
Heh, namanya juga transportasi publik. Kalau kita masih berbicara tentang ego, lebih baik naik kendaraan pribadi saja, atau naik helikopter sekalian. Dijamin gak pake macet atau antre, suer dah. Â Karena sarana transportasi KRL diperuntukkan untuk semua golongan. Bukan hanya untuk segelintir orang saja, jadi ya sudah seharusnya saling paham-memahami, lah.
Karena menurut saya, langkah ini jauh lebih efisien dan efektif ketimbang membuat garis hijau dan kuning pada setiap peron stasiun. Kan, yang bergerak keretanya, yang dinaiki juga keretanya, kenapa tidak keretanya saja yang diatur agar cara naik dan turunnya lebih tertib. Toh, kalau penumpang yang ada di dalam kereta tahu yang mana pintu keluar dan pintu masuk kereta, otomatis penumpang  juga tidak akan berdesak-desakan antara naik dan turun.
Saya cuma berharap ada seseorang atau pengelola commuter line yang dengan kelapangan dan kebaikan hati agar mencoba cara ini, agar saya bisa tidur nyenyak karena tahu bagaimana hasilnya :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H