Mohon tunggu...
Semar Kuncung
Semar Kuncung Mohon Tunggu... wiraswasta -

marhaen yang bercita-cita sederhana, senang mencari ilmu yang bermanfaat, hoby naik gunung dan menjelajah alam bebas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pesan Khatib bagi Pihak yang Kalah

9 Agustus 2014   05:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:00 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber gambar

Siang tadi saya jum’atan di Masjid As Sa’adah di Lembah Sari Mas Ciater Subang, sepulang dari Subang dengan tujuan kembali ke Bandung, namun waktu mepet shalat jum’at, sehingga saya mampir ke Masjid As Sa’adah. Tak dinyana khotbah jum’atnya cukup menarik bagi saya.

Sebelum masuk waktu jum’at dan kumandang adzan, sebagaimana biasa umumnya di masjid-masjid, ada pengumuman-pengumuman, diantaranya siapa yang akan menjadi khatib jum’at. Saya dengar yang menjadi khatib adalah dosen Pendidikan Agama Islam di STT Telkom Bandung, namun sayang namanya saya lupa.

Pada pembukaan khutbahnya, khatib membacakan Surat Alam Nasyroh :

1.Alam nasyroh laka shodrok (Bukankah telah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?)

2.Wa wadho’naa an ka wizrok (dan bukankah telah Kami hilangkan untukmu bebanmu?)

3.Al ladzii an qho dho dzhohrok (yang memberatkan punggungmu)

4.Wa ro fa’naa laka dzikrok (dan telah Kami tinggikan untukmu sebutanmu?)

5.Fa innamaa ‘al ‘usri yusro (maka sesungguhnya pada kesulitan itu terkandung kemudahan)

6.Innamaa ‘al ‘usri yusro (sesungguhnya pada kesulitan itu terkandung kemudahan)

7.Fa idzaa faroghta fan shob (maka jika telah selesai akan suatu urusan, kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh-sungguh)

8.Wa ilaa Robbika farghob (dan hanya kepada Tuhanmu lah kamu berharap)

Secara tersirat, khotib mengkaitkan Surat Alam Nasyroh di atas dengan konteks Pilpres, meski tidak secara gamblang disebutkan, namun bagi yang benar-benar menyimak, niscaya maksud tersirat dari khotib dapat ditangkap maknanya.

Untuk ayat PERTAMA, khatib menyarankan agar siapa pun itu, dan apa pun jabatannya, agar jika berkompetisi lalu kalah atau menang haruslah berlapang dada. Yang menang berlapang dada tidak menyombongkan diri, dan terutama untuk yang kalah harus berlapang dada menerima kekalahan.

Ayat KEDUA dan ayat KETIGA, suatu kompetisi telah menyita waktu, biaya, dan tenaga yang tidak sedikit, dimana semua itu adalah sebuah beban yang memberatkan. Maka jika Alloh telah memberikan keputusan dengan memenangkan salah satu pihak, meski dengan selisih yang tipis sekalipun, haruslah mampu menerima kekalahan itu, serta janganlah kekalahan menjadi suatu beban baru yang memberatkan, sebaliknya malahan segala upaya yang telah dicapai dalam rangka berkompetisi adalah beban yang telah dilepaskan Alloh dengan memenangkan pihak lain.

Ayat KEEMPAT, jika ingin nama dan sebutan ditinggikan Alloh, maka bersikaplah rasional dan proporsional dalam menerima kekalahan itu. Mampu mengakui kelebihan orang lain dibanding diri sendiri. Sebab apa Alloh meninggikan sebutan dari lawan kompetisi kita dan Alloh memenangkan lawan kita dalam berkompetisi? Mungkin ada kelebihan pihak yang menang terhadap pihak yang kalah di mata Alloh SWT.

Ayat KELIMA dan ayat KEENAM, niscaya jika kita mampu menerima kekalahan itu pada saat ini dan tidak ngeyel dengan mencari-cari alasan dengan menuding bahwa seharusnya diri kita yang menang, maka Alloh akan memberikan kemudahan, baik itu dalam hal memudahkan diri kita dalam menerima kekalahan itu dengan ikhlas, maupun tidak menutup kemungkinan memenangkan kita dalam kompetisi periode berikutnya.

Ayat KETUJUH, tatkala kompetisi telah usai, tugas baru menanti, bagi pihak yang menang terbentang tugas baru yang tidak mudah diselesaikan. Terpenting adalah bagi pihak yang kalah, tugas baru menanti pula, baik itu mempersiapkan diri untuk tampil lebih baik pada kompetisi periode berikutnya nanti, atau bisa turut membantu menyumbangkan tenaga membantu pihak yang menang melaksanakan programnya, agar tercapai hakikat berkompetisi yang sehat, yakni kemenangan bagi semua. Bukannya mencari-cari jalan agar dapat menang setelah dinyatakan kalah, padahal kompetisi telah usai, dan seharusnya menyelesaikan tugas baru lagi, tinggalkanlah yang sudah berlalu.

Ayat KEDELAPAN, tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali kepada Alloh. Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’uun. Karenanya dalam rangka berkompetisi, terutama setelah menerima hasil kompetisi itu, berserah dirilah dan hanya berharap kepada Alloh. Kalah dalam suatu kompetisi, maka itulah yang terbaik dari Alloh bagi pihak yang kalah, terlebih lagi jika disadari bahwa apa pun yang ada di dunia ini, yang kita kejar mati-matian, baik itu harta, jabatan, dsb. Tidak akan dibawa mati. Yang akan ikut menemani kita ke akherat hanyalah amal perbuatan kita.

Demikian garis besar isi khotbah jum’at yang saya dengar siang tadi, semoga bisa menjadi pelajaran bagi pihak yang kalah agar dapat berlapang dada menerima kekalahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun