"Siapa mau nilai matematika 100 ?", hampir semua hadirin yang terdiri dari para remaja kelas 5-6 SD dan SMP mengangkat tangannya. Jika hadirin adalah orang dewasa, mungkin pertanyaannya adalah "Siapa yang ingin sukses ?".
Pertanyaan ini pernah saya ajukan dua kali ke para hadirin yang terdiri dari siwsa SMA & mahasiswa, jawaban hampir semua hadirin mengangkat tangannya. Yang tidak mengangkat tangan mungkin tidak mendengar jelas pertanyaannya.
"OK, kalau begitu semua yang mau matematikanya nilai 100 akan saya berikan. Semua mendapat 100 !". Menarik sekali, tidak ada wajah senang.Â
"OK, kalau kurang saya berikan nilai 1000 !". Tetap saja tidak ada wajah yang menunjukkan kegembiraan.
"OK, kalau begitu saya berikan nilai 1 juga !". Lagi-lagi, tidak ada wajah gembira.
Ternyata para siswa/i tidak ada yang mau mendapatkan nilai Matematika 100 dari saya, tidak ada. Tidak ada satupun. Mereka tidak mau nilai dari saya. Tentu saya pemberian saya tidak berharga, karena nilai yang saya berikan tidaklah berharga, tidak ada artinya.Â
Nilai pemberian saya tidak berharga karena tidak ada perjuangan yang dilakukan oleh mereka. Nilai matematika 100 yang mereka harapkan adalah kalau mereka belajar, mengikuti ujian/ulangan dan hasil dari perjuangan mereka itulah yang mereka harapkan. Para siswa/i, mahasiswa/i mengerti nilai tidak akan berarti tanpa perjuangan.
Apakah sukses yang lain sama ?
Sukses mendaki gunung dengan ketinggian bla-bla-bla (angka-angka). Sukses menembus rekor kecepatan bla-bla-blah (angka-angka), melampaui traget penjualan bla-bla-blah (angka-angka), memiliki rumah besar dengan ukuran bla-bla-blah (angka-angka), sukses memiliki kekayaan senilai bla-bla-blah (angka-angka), dan selanjutnya silahkan sebutkan sendiri bla-bla-blah (angka-angka).
Lulus kuliah, karena semua hasil test sesuai dengan angka minimual yang harus dicapai, minimal angka adalah bla-bla-blah (angka-angka). Mahasiswa/i yang telah menyelesaikan semua hasil testnya disebut sarjana, tidak perduli bagaimana mereka berjuang menyelesaikan test itu. Jika angka minimum telah dilewati yang sudah.
Sejatinya nilai kesarjanaan seseorang bukan sekadar angka. Ingat kisah Raeni, putri seorang tukang becak yang berhasil menjadi seorang sarjana Ekonomi. Sebenarnya saat Raeni lulus, banyak teman-temannya yang juga lulus, tetapi hanya dirinya yang menjadi berita. Padahal sama-sama sarjana, mungkin hasil test yang dicapai Raeni tidak setinggi dari teman-temanya, tapi Raeni saja yang menjadi berita.