Cerita pengantar tidur untuk anak dan cucu atau bisa jadi bahan renungan bagi yang ingin menyibak rahasia sastra, jika tekun membaca sampai akhir cerita, maka pasti bertemu dengan sang pencipta...
Om swastyastu,
Indah dan asri sebuah telaga di pinggir gunung, dengan air sangat jernih dan menyejukkan.
Di sana hiduplah beraneka jenis ikan dengan tenang dan damai, bermain-main dan bersembunyi di bawah daun tunjung yang berwarna nila, yang sedang berbunga dengan berbagai macam warna.
Ada kumbang yang mengerubuti bunga tunjung yang sedang mekar-mekarnya, juga beberapa pepohonan yang tumbuhnya sangat lebat dan berbuah sangat banyak.
Burung-burung beraneka ragam, nimbrung dan bertengger disekitar telaga, seperti orang belajar sastra yang berebut mencari perguruan.
Ada seekor burung bangau (Pedanda Baka) yang selalu loba dan bernafsu, karena itu para ikan ketakutan melihat burung Bangau (Pedanda Baka) yang ada di tepi telaga karena selalu ingin memangsa keluarganya.
Geram hati sang Pedanda Baka karena ikan terlalu lincah dan sudah waspada, lalu niat jahatnya muncul untuk memperdaya si ikan dengan merubah prilaku berpura pura bagaikan seorang yang sadu atau baik (saleh).
Upaya yang dilakukan adalah dengan merubah penampilan burung bangau (Pedanda Baka) dengan memakai anting putih, membawa genitri dan ketu yang warnya serba putih, layaknya seperti pendeta suci yang taat menjalankan tapa, brata, yoga, semadi.
Suara dan tutur katanya berubah pelan dan meyakinkan seputar kesucian sidhanta atau pedanda seperti sebagai seorang pendeta yang utama.
*
Mata burung bangau seperti bersikap agra nasika menyerupai yogi yang sedang bermeditasi yang mencakupkan tangan tat twa suksma, berjapa mantra (mengucapkan mantra tanpa dimengerti oleh siapa pun) memakai sruti puja Sang Hyang Surya, semua itu dia lakukan untuk menutupi prilakunya yang sangat jahat.
Adanya perubahan total Pedanda Baka membuat ikan-ikan kagum mendengar dan melihatnya, dan ingin mendekati burung Bangau (Pedanda Baka).
Dengan perlahan ikan-ikan akhirnya mendatangi silih berganti tetapi si Pedanda Baka membiarkan lalu lalang begitu saja, dia tidak seperti biasanya yakni mabrata, artinya seperti pantang memakan ikan.
Entah apa yang menyebabkan, ikan-ikan melupakan tabiat lama Pedanda Baka yang memangsa keluarga mereka, mereka bertanya-tanya pada masing-masing ikan karena pedanda baka berubah 180 derajat jika dibandingkan dengan sebelumnya, yakni memperlihatkan diri dengan berprilaku baik atau suci dengan penglihatan yang sangat sayu.
Jika ikan bertanya, Pedanda Baka suaranya sangat manis dan lembut, dia bertanya kepada ikan-ikan: ' apakah nanda perlu tanyakan kepadaKu".
Aku sekarang menerapkan ajaran Tri Kaya Parisuda, berbeda dengan tingkah laku Bapa yang sudah lewat.
Yang sudah lewat, begitu besar kesalahan yang telah kulakukan, namun Bapa sudah didiksa (dwijati atau kelahiran kembali) ingin melebur dan menebus papa (kejelekan) yang dulu Bapa lakukan.
Aku sekarang mulai menjalani prilaku yang menuju jalan kebaikan dan kebenaran, ikan - ikan mendengarkan sangat terkejut dan terkagum-kagum kepada Pedanda Baka.
*
Mereka serempak berkata, "bahagia sekali jika benar demikian, seandainya ada kebaikan dan kebenaran si Ratu (Pedanda Baka) sudilah kiranya menuntun kami pada jalan kebenaran baik melalui meditasi atau konsentrasi pikiran.
Alhasil ikan-ikan berjanji, keutamaan si Pedanda Baka akan ditirunya dan ikan-ikan akan mengangkat si Pedanda Baka sebagai Dang Guru (pendidik atau pengajar yang baik), yang akan digunakan atau dipakai untuk meminta pendapat atau saran.
Rayuan Si Pedanda Baka membuat para ikan terlena, lalu dia tersenyum dan berkata halus lembut, "Jangan kamu sedih dan ragu, Bapa akan menyampaikan rahasia kehidupan ini, tujuannya adalah untuk mencapai tempat yang patut kita capai. Percayalah akan ajaran dharma atau kebaikan.
Tak perlu kalian menekuni Puja Sruti, begitu juga sastra weda, karena semua itu sudah dituangkan dalam ajaran-ajaranku.
Hilangkan keraguan, percayalah dengan ajaranku, jangan sampai terlupakan, tekuklah ujung lidahmu agar tepat dilangit-langit mulut, itu perwujudan ajaran kemoksaan, dan terhindar dari reinkarnasi ke mercapada (dunia).
Alangkah bahagian hati seluruh ikan dan sangat senang mengikutinya, karena memang awam dengan tattwa-suci (kebijaksanaan) yang Pedanda Baka sampaikan akan ditaati dan akan dilakukan oleh ikan-ikan.
*
Tak terasa, sudah banyak kita bertukar pikiran dan saling bercerita dan rasanya sudah cukup lama bersahabat dengan baik, ujar Pedanda Baka kepada ikan-ikan.
Engkau para ikan-ikan dan Pedanda tidak memiliki perasaan curiga, apa yang dikatakankan si pedanda Baka selalu dipercayai oleh ikan-ikan.
Mendengarkan ceramah para ikan-ikan hatinya selalu berbunga-bunga, sedikitpun tidak curiga apalagi bahaya yang akan terjadi, itu tidak pernah terlintas di pikiran para penghuni kolam Kumudawati.
Para penghuni telaga makin banyak bersukaria dipermukaan air kolam, hatinya si Pedanda Baka sungguh sangat bahagia menyaksikan para ikan demikian, dan dalam hatinya berkata daya tipuku akan berhasil.
Erangan tangis tiba-tiba didengar oleh para ikan, Pedanda Baka dengan penampilan yang sangat meyakinkan bertengger di pinggir kolam di pohon Sindura, menangis terisak-isak badannya bergetar, seolah-olah menangisi nasib yang akan menimpa para ikan-ikan.
Kaget dan heran para ikan-ikan, mendengar tangisan si burung Bangau (Pedanda Baka).
*
Semua mendekat menuju tepi telaga dan mendekatkan diri di kakinya si Burung Bangau (Pedanda Baka), seraya bertanya- tanya kok si Burung Bangau (Pedanda Baka), tiba-tiba sangat berduka.
Akhirnya setelah para ikan datang mendekati, lalu si Burung Bangau (Pedanda Baka), seperti mengigau menahan sakit, air matanya sangat deras membasahi pipinya.
Mengeluarkan suara terbata-bata serta parau dan serak : "Aduh "Bapa" (Aku) tidak sampai hati dan terlalu sedih dengan keadaan anakku (ikan-ikan) di sini.
Pedih hati "Bapa" (Aku), baru saja kalian memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan, menikmati kesuburan, sekeluarga, anak, istri, suami, rukun berkeluarga tidak kurang sandang pangan yang bergizi.
Untuk itu semua, Bapa (Pedanda Baka) sebenarnya bangga, ikut menikmati kebahagiaan cening (anak ikan-ikan) di sini, karena cinta kasih Bapa (Pedanda Baka) berteman atau bersahabat. Rintihan pedanda baka makin mengeras, kembali dia berkata, "tadi Bapa mendengar berita para pengail atau penagkap ikan akan datang ke sini untuk mengambil segala isinya yakni saudara-saudara ikan".
*
Jaring dan perlengkapan penangkap ikan seperti panah dan racun, sudah disiapkan, untuk menangkap semua ikan yang ada disini tanpa terkecuali, mereka akan datang tiga hari lagi.
Alangkah pedih hati Bapa (Pedanda Baka) tidak rela, manakala engkau akan di racun atau dipanggang sehingga pasti kalian menjadi kesakitan.
Keluarga engkau (ikan-ikan) akan mati oleh para penangkap ikan, mengambilnya dengan jaring atau jala serta menggunakan racun, Pedanda Baka berujar: "Kenapa Ida Sang Hyang Widhi tidak memberi perlindungan, memisahkan persahabatan yang telah lama terbina, dengan engkau semua di sini".
Alangkah sedih Bapa akan kejadian ini, apalagi Bapa tak bisa berbuat banyak untuk keselamatan kamu semua, Bapa mengharapkan hidup harmonis seperti dulu. Itu yang membuat sakit hati Bapa sehingga menjadi berduka, apalagi Bapa bingung mesti berbuat apa dalam keadaan seperti ini.
Ratapan kata-kata Pedanda Baka sangat manis dan akan membunuh para ikan, namun celakanya ikan ikan tidak mengetahui niat jahat Pedanda Baka.
Tak bisa menahan kesedihan mendengar berita yang disampaikan si Bangau (Pedanda Bak), para ikan semua mohon keselamatan dengan wajah sedih memelas, "Aduh singgih Dang Guru (Pedanda Baka), silahkan bagaimana cara untuk menyelamatkan kami sehingga kami bisa terhindar dari bahaya, tidak akan ada orang lain hanya I Ratu (Pedanda Baka) sebagai Guru Rupaka kami, dapat menyelamatkan kami!".
Adanya permintaan itu, membuat semakin bangga dan senang diri si burung Bangau (Pedanda Baka), lalu dia berkata, Ih Cening (saudara) ikan semua: "seandainya kamu ingin hidup selamat dan tenang, sekarang ada ide baru terlintas di pikiran bapa (pedanda baka).
*
Untuk keselamatan kalian, bagaimana kalau kalian pergi ke kolam bening Andhawana, kolam tersebut kepunyaan Ida Sang Hyang Rudra sangat mengagumkan keadaannya, tidak ada duanya di dunia ini tempatnya tidak bisa dijangkau oleh manusia.
Tidak bisa manusia pergi ke sana, untuk mengangkap kalian para Ikan-ikan, kalau cening (saudara ikan) ingin hidup semua, akan Bapa antar ke sana, besok-besok kalau sudah sampai di Andhawana, tidak ada lagi bahaya yang mengintai, selalu riang dan gembira. Apabila janji ini bohong, Bapa (Pedanda Baka) berjanji dosa apapun yang terjadi Bapa (Pedanda Baka) akan terima.
Ratapan si Pedanda Baka membuahkan hasil, ikan-ikan siap menyerahkan dirinya lahir-bathin, karena terlalu yakin dan percaya, nah demikianlah sebagai orang dungu-bodoh makin yakin saja oleh perkataan Pedanda Baka, tidak ada perasaan sedikitpun dari diri mereka (ikan ikan) sedang diperdaya, mereka saling mendahului berkata ingin dipindahkan paling awal.
Akhirnya si Cangak (Pedanda Baka). membawa si ikan-ikan menggunakan kaki dan mulut dan dengan gesit menerbangkannya.
*
Gunung menjadi tujuannya, disana ada sebuah batu lebar dan mengkilat, di sanalah tempat si Cangak (Bangau/ (Pedanda Baka) memangsa ikan setiap hari.
Alhasil ikan ditelaga tinggal sedikit, bahkan hampir habis karena sebagian besar sudah dipindahkan ke puncak.
Dan tidak diduga masih tertinggal seekor yakni si kepiting, menempel disela batu kolam, tertinggal dari ikan-ikan yang sudah pada rebutan untuk pindah.
Ia ingin menguji si "Cangak" (Bangau/Pedanda Baka) apa benar ia baik budi penuh kedharmaan prilakunya.
Namun ketika terbang, si Kepiting meminta menggantung di leher si "Cangak" (Bangau / Pedanda Baka), dan secepat kilat si Cangak (Pedanda Baka) menerbangkan si Kepiting ke udara, begitu menuju tempat biasa si Cangak (Pedanda Baka) akan berhenti, si Kepiting memperhatikan sekelilingnya.
Getar hati si kepiting melihat di atas batu lebar (batu hitam yang lebar) tampak tulang ikan berserakan, bekas si Pedanda Baka memangsa ikan, disitulah si Kepiting berpikir, "dengan bukti seperti ini ternyata ikan dimangsa oleh si Pedanda Baka keseluruhan, sungguh sahabat yang memalukan prilakunya terlalu berdosa, tipu muslihat dengan kata-kata dan prilaku yang palsu.
*
*M* arahnya si Kepiting sampai ke ubun ubun, lalu badannya tegang lalu diikuti jerit kemarahannya dan berkata, "hai engkau bangau (Pedanda Baka) jangan turun, kembalikan aku ke kolam semula!". *A* khirnya si Cangak (Pedanda Baka) tersipu malu, setelah tahu si Kepiting marah, dan si Kepiting menjepit keras lehernya I Baka (Pedanda Baka), I Baka (Pedanda Baka) menangis kesakitan, mukanya pucat pasi karena ketakutan. "Maafkan saya, karena kekeliruan dan prilaku saya dan saya akan menerbangkan I Dewa (kepiting), menuju Taman.
*S* i kepiting dan I Cangak akhirnya kembali menuju taman Manasara ,I Cangak (Pedanda Baka) berkata halus dan lembut, Dewa (kepiting) lepaskan leher titiange (Pedanda Baka), janganlah dijepit! ".
*
*B* erkata keras dan kasar Si Kepiting, "Bawa aku ketengah kolam!", si Pedanda Baka mengikuti perintah si Kepiting. *A* khirnya, sesampainya di tengah kolam, leher si Baka (Pedanda Baka) dijepit. *R* emuk leher Pedanda Baka akhirnya meninggal, itulah perbuatan Pedanda Baka yang memperdaya ikan-ikan dan yang lainnya.*A* khirnya perbuatan yang dilakukan Pedanda Baka, menerima akibat dari perilaku membunuh ikan-ikan dan yang lainnya.
*T* erkena salah satu hukum yang berlaku, *Apa yang engkau tabur itulah yang akan engkau terima*.
Om santi, santi, santi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H